Klasifikasi Anak Tunarungu Kajian Mengenai Anak Tunarungu

15 a. Kelompok I: kehilangan pendengaran 15-30 dB, disebut mild hearing losses atau ketunarunguan ringan. Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal. b. Kelompok II: kehilangan pendengaran 31-60 dB, moderate hearing losses atau ketunarunguan sedang. Daya tangkap terahadap suara cakapan manusia hanya sebagian. c. Kelompok III: kehilangan pendengaran 61-90 dB, severing hearing losses atau ketunarunguan berat. Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hampir tidak ada. d. Kelompok IV: kehilangan pendengaran 91-120 dB, profound hearing losses atau ketunarunguan sangat berat. Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia sama sekali tidak ada. e. Kelompok V: kehilangan pendengaran lebih dari 120 dB, total hearing losses atau ketunarunguan total. Daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali. Andreas Dwidjosumarto dalam Sutjihati Somantri 2006: 95, turut mengklasifikasikan anak tunarungu berdasatkan taraf kemampuan mendengarnya, adapaun klasifikasi tersebut yaitu sebagai berikut: a. Tingkat I, kehilangan pendengaran 35-54 dB, individu hanya membutuhkan latihan berbicara dan bantuan mendengar khusus. b. Tingkat II, kehilangan pendengaran 55-69 dB, memerlukan penempatan sekolah secara khusus. Selain itu memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus. 16 c. Tingkat III, kehilangan pendengaran antara 70-89 dB. d. Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas. Anak yang kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat III dan IV membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki. Menambahkan dari klasifikasi yang telah dijelaskan di atas, Samuel A. Kirk dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1996: 29 mengklasifikasikan kemampuan mendengar pada individu sebagai berikut: a. Kehilangan pendengaran 0 dB, menunjukkan kemampuan mendengar yang optimal b. Kehilangan pedengaran 0 – 26 dB, menunjukkan seseorang masih mempunyai pendengaran normal. c. Kehilangan pendengaran 27 – 40 dB, kesulitan mendengar bunyi yang jauh sehingga membutuhkan terapi bicara, tergolong pada tunarungu ringan. d. Kehilangan pendengaran 41 – 55 dB, mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan bantuan alat dengar dan terapi bicara, tergolong tunarungu sedang. e. Kehilangan pendengaran 56 – 70 dB, hanya bisa mendengar suara dari jarak dekat, belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu mendengar serta dengan cara yang khusus, tergolong tunarungu agak berat. 17 f. Kehiangan pendengaran 71 – 90 dB, hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang dianggap tuli sehingga membutuhkan pendidikan khusus secara intensif dibantu dengan alat bantu dengar serta latihan bicara. Tergolong tunarungu berat. g. Kehilangan pendengaran 91 dB ke atas, memiliki kemungkinan sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran. Banyak bergantung pada penglihatan daripada pendengaran untuk proses menerima informasi, tergolong tunarungu berat sekali. Berdasarkan uraian mengenai klasifikasi tingkat kemampuan mendengar pada individu yang telah dijelaskan di atas, diketahui bahwa pendapat setiap ahli berkenaan dengan klasifikasi kemampuan mendengar individu cenderung berbeda-beda rentang angkanya. Namun, tipe-tipe golongan individu yang mengalami gangguan pendengaran cenderung sama, yaitu mulai dari gangguan pendengaran ringan, sedang, hingga berat. Dari uraian tersebut peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa hal penting yang perlu diperhatikan dalam kehidupan nyata individu yang mengalami gangguan pendengaran adalah pelaksanaan pemeriksaan dan asesmen secara individual . Tindakan tersebut mampu mengumpulkan informasi mengenai tingkat kemampuan dengar dan potensi yang lebih jelas dan terarah yang bisa dijadikan bekal pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Pengklasifikasian yang dilakukan oleh beberapa ahli sifatnya yaitu memberikan pedoman dan informasi mengenai ciri-ciri secara umum pada individu yang mengalami gangguan pendengaran pada setiap golongannya. 18 Oleh karena itu informasi tersebut tidak dapat diterima secara mentah pada kasus yang ditemui di kehidupan nyata, perlu adanya pembuktian dan identifikasi lebih mendalam guna mengoptimalkan pelayanan yang diberikan kepada individu yang mengalami gangguan pendengaran tersebut.

3. Karakteristik Anak Tunarungu

Karakteristik merupakan ciri khusus yang memberikan informasi mengenai suatu hal agar lebih mudah diidentifikasi. Oleh karena itu karakteristik anak tunarungu dapat diartikan sebagai ciri-ciri khusus yang mampu dijadikan pedoman identifikasi dan atau penilaian bahwa individu tersebut mengalami gangguan pendengaran. Adapun karakteristik pada anak tunarungu di antaranya yaitu: a. Karakteristik pada Aspek Intelegensi Permanarian Somad dan Hernawati 1996: 35 menyatakan bahwa pada umumnya anak tunarungu memiliki kecerdasan seperti anak normal tidak mengalami gangguan pendengaran, yaitu mulai dari intelegensi yang tinggi, sedang hingga rendah. Namun, anak tunarungu cenderung menampakkan intelegensi yang rendah dengan alasan bahwa perkembangan intelegensi dipengaruhi oleh perkembangan bahasa sedangkan anak tunarungu mengalami kesulitan dalam memahami bahasa. Sutjihati Somantri 2006 : 97 menyatakan bahwa sebenarnya tidak semua aspek intelegensi pada anak tunarungu terhambat karena aspek intelegensi yang cenderung terhambat yaitu berkaitan dengan aspek yang bersifat verbal seperti merumuskan pengertian, 19 menghubungkan, menarik kesimpulan dan meramalkan kejadian. Tin Suharmini 2009: 40 menegaskan bahwa anak tunarungu secara potensial tidak mengalami masalah, yang menjadi masalah yaitu menetapkan cara mengembangkan potensi intelegensi tersebut. b. Karakteristik pada Aspek Bahasa dan Bicara Permanarian Somad dan Tati Hernawati 1996: 35-36 menyatakan perkembangan bahasa dan bicara pada anak tunarungu tidak mengalami permasalahan sampai pada tingkat meraban. Namun, setelah itu perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu terhenti. Ketika memasuki masa meniru, peniruan anak tunarungu terbatas pada hal yang bersifat visual atau berupa gerakan. Oleh karena itu perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu membutuhkan adanya pembinaan secara khusus dan intensif sesuai dengan tingkat ketunarunguan dan potensi pendukung lain. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suparno dan Tin Suharmini dalam Tin Suharmini 2009: 40, diperoleh informasi bahwa kesulitan yang dihadapi anak tunarungu, khususnya anak tunarungu remaja dalam penggunaan bahasa ketika melakukan komunikasi antara lain yaitu: 1 kesulitan dalam menyampaikan pendapat, 2 kesulitan menangkap atau menerima pesan, 3 sering terjadi kesalahan persepsi, 4 kesulitan dalam menyusun kata- kata dengan struktur kalimat atau tata bahasa yang benar serta, 5 kurang mempertimbangkan penggunaan bahasa dengan menyesuaikan lawan bicaranya.

Dokumen yang terkait

Penerapan Metode Mind Map Untuk Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ips (Penelitian Tindakan pada Siswa Kelas V MI Misbahul Falah Depok)

0 17 177

Penerapan Metode Mind MAP untuk peningkatan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPS (penelitian tindakan pada siswa kelas V MI Misbahul Falah Depok)

0 4 177

PENERAPAN METODE QUANTUM LEARNINGDENGAN TEKNIK MIND MAPUNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KALIMAT YANG SESUAI DENGAN EYD BAGI ANAK TUNARUNGU KELAS IV DI SLB N KOTAGAJAH TAHUN AJARAN 2010 2011

0 7 121

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN EKSTRAKURIKULER KESEHATAN REPRODUKSI BAGI ANAK TUNARUNGU DI SLB NEGERI 2 BANTUL.

0 2 179

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL BILANGAN 1-20 MENGGUNAKAN METODE PROJECT BASED LEARNING PADA SISWA TUNARUNGU KELAS I DASAR SLB NEGERI 2 BANTUL.

0 0 190

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBUAT CLAY MENGGUNAKAN BAHAN TEPUNG BAGI SISWA TUNARUNGU KELAS II B SLB NEGERI 2 BANTUL.

3 7 138

PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN KOLABORATIF BAGI ANAK TUNARUNGU KELAS 4 SEKOLAH DASAR DI SLB NEGERI 2 BANTUL.

0 1 162

PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MENGGUNAKAN MEDIA DOMINO CARD WOPIC PADA ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR I DI SLB NEGERI 2 BANTUL.

0 1 290

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI METODE MIND MAP SISWA KELAS V SD NEGERI GULON 2 KECAMATAN SALAM KABUPATEN MAGELANG.

0 0 294

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN MENGGUNAKAN METODE ANALISIS GLASS PADA SISWA TUNARUNGU KELAS DASAR IV DI SLB MARSUDI PUTRA I BANTUL.

8 39 226