11
mampu mengoptimalisasikan kebutuhan anak dengan menyesuaikan pada kemampuan yang masih dimiliki.
G. Definisi Operasional
1. Keterampilan menyusun kalimat merupakan suatu kecakapan pada kegiatan menyusun kata-kata tertentu menjadi suatu kalimat utuh dengan struktur
yang sesuai sehingga mampu dimaknai dengan baik dan benar. Adapun kalimat utuh tersusun dari seluruh dan atau sebagian unsur-unsur kalimat
meliputi subjek, predikat, objek dan keterangan. Penyusunan kalimat yang dimaksudkan pada penelitian ini yaitu kegiatan merubah kalimat dengan
susunan kata acak menjadi kalimat dengan struktur yang benar dengan pola kalimat secara bertahap yaitu mulai dari pola kalimat SP, SPO hingga
SPOK. Oleh karena itu siswa harus memiliki pemahaman mengenai unsur- unsur kalimat beserta fungsinya, kedudukan kosakata pada suatu kalimat
serta mengetahui bentuk pola-pola kalimat. Siswa dikategorikan terampil apabila setidaknya mampu menyelesaikan 70 dari total soal yang
diberikan. Indikator keberhasilan sebesar 70 merupakan hasil kesepakatan antara pihak sekolah guru dengan peneliti.
2. Metode Mind Map merupakan sebuah metode yang dimaksudkan untuk memaksimalkan kemampuan kerja otak sebelah kanan maupun kiri dengan
memetakan suatu konsep ke dalam suatu bagian-bagian. Metode mind map ditampilkan dengan mengikutsertakan komponen tulisan, gambar, warna
dan garis lengkung. Perpaduan tersebut diharapkan memberikan kemudahan pada siswa tunarungu dalam menerima dan memahami suatu konsep yang
12
disajikan dalam bentuk visual. Pengamatan secara visual dapat dikatakan menjadi modalitas belajar utama yang dimiliki oleh siswa tunaungu.
3. Anak tunarungu yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu siswa yang mengalami gangguan dan atau hambatan pendengaran sebagian yang
berusia antara 10 hingga 13 tahun sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus untuk mengoptimalkan kemampuannya dengan
mengupayakan pemberian layanan sesuai dengan kebutuhannya.
13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Mengenai Anak Tunarungu
1. Pengertian Anak Tunarungu
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila
ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara Murni Winarsih, 2007: 21. Masyarakat awam mengenal anak tunarungu sebagai
anak yang memiliki kelainan pendengaran, mereka seringkali masih menyebut dengan istilah anak tuli maupun anak bisu. Sementara menurut
Hallahan Kauffman 2009:342, tunarungu merupakan istilah umum yang digunakan untuk menunjukkan keadaan individu yang mengalami
ketidakmampuan atau gangguan pendengaran, meliputi keseluruhan gangguan pendengaran mulai dari yang ringan sampai pada tingkatan yang
berat, digolongkan ke dalam kategori tuli dan kurang dengar. Edja Sadjaah 2005: 69 juga berpendapat tunarungu adalah anak yang karena berbagai
hal menjadikan pendengaranya mendapatkan gangguan atau mengalami kerusakan sehingga sangat mengganggu aktivitas kehidupannya. Selain itu,
Mufti Salim dalam Sutjihati Somantri 2006: 93 menyatakan bahwa anak tunarungu merupakan anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami
14
hambatan dalam perkembangan bahasanya dan memerlukan bimbingan serta pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan individu yang memiliki
gangguan atau ketidakmampuan mendengar sehingga membutuhkan suatu bentuk layanan pendidikan khusus guna mengoptimalkan kemampuan yang
dimiliki dan masih dapat dikembangkan.
2. Klasifikasi Anak Tunarungu
Tidak semua individu memiliki tingkat kemampuan mendengar yang sama, terlebih lagi pada anak tunarungu yang tentunya mengalami gangguan
pendengaran. Slamet Riadi, dkk 1984: 24 mengmukakan satuan yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan dengar disebut dengan
dicible dB. Pada anak tunarungu, klasifikasi tingkat kemampuan dengar sangat penting. Hal tersebut dimaksudkan untuk menentukan alat bantu
dengar yang dapat diberikan kepada anak, sehingga mampu mengoptimalkan kemampuan mendengar anak apabila terdapat sisa
kemampuan mendengar. Klasifikasi ketunarunguan sifatnya sangat bervariasi, banyak
pendapat-pendapat berkaitan dengan pengklasifikasian anak tunarungu. Menurut Boothroyd dalam Murni Winarsih 2007: 23-24, klasifikasi
ketunarunguan diantaranya sebagai berikut: