Deskripsi Ayah Bagi Responden

92 teladan mengenai tanggung jawab dan pengenalan akan peran dan profesi pekerjaan. Selanjutnya, Gunarsa 2004 juga menyatakan bahwa peran ayah adalah melindungi keluarga. Ketika ayah melindungi keluarga, ayah juga sedang memberikan model pada anak laki-laki bahwa peran seorang laki- laki adalah melindungi keluarganya Riley dan Shalala, 2000. Hal ini pun bertolak belakang dengan realita pada responden ketiga. Meskipun responden tidak pernah melihat ayahnya melindungi keluarga, responden berusaha melindungi keluarganya dari ancaman dan hinaan yang diberikan lingkungan. Hal ini mungkin terjadi karena ibu responden menunjukkan peran ayah sebagai pelindung bagi responden. Peran lain yang dijalankan ibu dalam keluarga tanpa ayah adalah peran sebagai figur otorita dimana ibu mendidik serta memperkenalkan anak mengenai nilai dan norma. Menurut Gunarsa 2004, pendidikan mengenai nilai dan norma dilakukan ayah agar anak belajar bersikap patuh dan disiplin. Berdasarkan hasil penelitian, ketiga ibu responden menggantikan peran ayah sebagai figur otorita dengan cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh sikap patuh dan disiplin ketiga responden kepada nasihat dan saran dari ibu mereka. Misalnya, responden berusaha mematuhi nasihat ibu untuk rajin belajar dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Menurut Sim 2000 dalam Berk 2012, pengasuhan autoritatif membuat anak mematuhi orang tuanya. Berdasarkan hal 93 tersebut, kepatuhan dan kedisiplinan yang ditunjukkan responden dapat mengindikasikan bahwa ibu menggunakan pola pengasuhan autoritatif dalam mengasuh responden.

3. Deskripsi Laki-Laki dan Perempuan bagi Responden

Menurut Sarwono 2011, peran gender seseorang dipengaruhi oleh jenis kelamin dan lingkungan yang mempengaruhinya. Santrock 2003 dan Berk 2012 mengungkapkan bahwa stereotip gender feminin ditunjukkan oleh sikap mengasihi, bersahabat, rendah diri, dan suka menolong Santrock, 2003 dan Berk, 2012, sedangkan stereotip gender maskulin ditunjukkan dengan sikap dominan, percaya diri, mandiri, agresif, ambisisus, kompetitif, dan fokus pada kemampuan untuk bertahan Santrock, 2003 dan Berk, 2012. Berdasarkan hal tersebut, responden pertama yang memandang laki-laki sebagai pendamping hidup perempuan yang bersedia menolong dan perlu bersikap lembut pada perempaun cenderung mengidentifikasi laki-laki sebagai figur feminin. Hal ini dapat dikarenakan pengaruh lingkungan dan pemodelan responden terhadap anggota keluarganya yang mayoritas adalah perempuan. Meskipun responden mengidentifikasi laki-laki sebagai figur yang feminin, responden mengaku tetap tertarik untuk menjalin relasi dengan perempuan. Selain itu, identifikasi responden terhadap laki-laki yang feminin juga cukup memampukan 94 responden untuk menjalin relasi dengan perempuan dimana responden mampu bersikap empatik pada perempuan. Lain halnya dengan responden kedua dan ketiga yang memandang laki-laki sebagai sosok yang berani dan suka melakukan pekerjaan yang keras atau membutuhkan kekuatan fisik. Berdasarkan stereotip gender menurut Santrock dan Berk yang telah disebutkan sebelumnya, kedua responden memandang laki-laki sebagai figur yang memiliki sisi maskulin. Pada responden kedua hal ini terjadi karena responden mengaku lebih nyaman dan sering berinteraksi dengan laki-laki daripada perempuan sehinga responden lebih mudah mengidentifikasi peran gender maskulin. Kecenderungan responden ketiga mengidentifikasi peran gender maskulin dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan keluarga yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Selain itu, responden ketiga juga mengungkapkan bahwa ia juga sering bergaul dengan laki- laki yang lebih dewasa daripada dirinya. Hal ini juga memberi kesempatan responden ketiga untuk mengidentifikasi sisi maskulin laki- laki. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa ketiga responden memandang perempuan sebagai sosok yang feminin. Hal ini ditunjukkan oleh pandangan responden bahwa perempuan adalah sosok yang perlu dilindungi, penuh kasih sayang, lembut, suka menolong, dan suka menjalin relasi. 95 Dalam hal menjalin relasi dengan perempuan, responden ketiga tampak memiliki beberapa kecemasan, antara lain kecemasan apabila gagal menjalin relasi dengan perempuan dan kecemasan apabila menyakiti perempuan seperti yang dilakukan ayah responden terhadap ibunya. Akibatnya, responden cenderung membatasi keinginannya untuk menjalin relasi dengan perempuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kruk 2012 bahwa pengalaman ibu yang ditinggalkan oleh ayahnya serta pengalaman keluarga besar yang mayoritas memiliki riwayat poligami atau perpisahan membuat responden cemas terhadap pernikahan Kruk, 2012.

4. Peran Lingkungan

Ketiga responden responden ditemui memiliki lingkungan yang mendukung. Salah satu dukungan lingkungan yang didapatkan responden adalah edukasi mengenai nilai dan norma sosial dari keluarga besar dan teman. Dukungan tersebut direspon cukup baik oleh responden. Hal ini ditunjukkan oleh sikap responden yang terbuka pada hal-hal yang membuat mereka berkembang menjadi lebih baik. Selain itu, responden memiliki dukungan sosial berupa perhatian dan penghargaan dari teman. Selain lingkungan yang mendukung, juga ditemui lingkungan yang tidak mendukung pada responden ketiga. Lingkungan tersebut berupa hinaan dari tetangga dan teman serta pengabaian teman akibat