Perkembangan Sosioemosi Remaja Remaja

30 perlu memahami gejolak emosi remaja serta menerima kondisi bahwa remaja bukanlah anak-anak lagi melainkan individu yang telah bertambah dewasa dan lebih senang untuk menghabiskan waktu bersama teman sebayanya daripada bersama keluarga. Dalam hal ini, ayah sebagai laki-laki dewasa dalam keluarga sangat diperlukan perannya dalam membimbing remaja laki-laki Price, 2007. Ayah dapat menghabiskan waktu bersama remaja laki- laki untuk berakitivitas bersama, berbagi pengalaman hidup, memberikan arahan yang positif dan membangun, atau pun berdiskusi mengenai hal tertentu, seperti cara-cara mengambil keputusan. Apabila keluarga dapat berfungsi dengan baik, maka remaja akan merasakan kebebasan sekaligus lekat dengan orang tua Steinberg dalam Berk, 2012. Dengan demikian tugas perkembangan remaja untuk mencapai kedewasaan yang mandiri, percaya diri, dan mampu menghadapi kehidupan dapat tercapai. e. Relasi dengan Teman Sebaya Dalam relasi sosial, para remaja awal lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman sebaya mereka Berk, 2012. Remaja ingin memiliki keintiman, rasa saling mempercayai, dan sikap saling memahami dalam persahabatan yang terjalin antara dirinya dengan teman sebaya. Selain itu, remaja juga ingin temannya bersikap setia kepadanya. Oleh karena itu, seiring waktu, remaja semakin terbuka 31 dan memiliki kesamaan dengan teman-temannya. Meskipun demikian, mereka tetap menghargai kebebasan dan otonomi temannya. Menurut Berk 2012, relasi pertemanan yang terjadi antara remaja laki-laki berbeda dengan remaja perempuan. Remaja laki-laki cenderung berkumpul karena aktivitas tertentu, seperti olahraga atau pertandingan sedangkan remaja perempuan berkumpul untuk berbicara dan membuka diri. Oleh karena itu, pertemanan remaja laki- laki lebih menekankan pada pencapaian dan status sedangkan remaja perempuan menekankan kedekatan emosional satu sama lain. Kedekatan remaja dengan beberapa teman berakibat pada terbentuknya sebuah kelompok kecil yang disebut clique. Kelompok kecil tersebut dapat mempengaruhi nilai, keyakinan, dan perilaku remaja baik secara positif maupun negatif. Dampak positif yang dapat ditimbulkan clique adalah meningkatnya kemampuan akademis remaja sedangkan dampak negatif yang mungkin terjadi adalah penggunaan obat-obat terlarang pada remaja. Teman sebaya memiliki pengaruh yang besar terhadap diri remaja. Ketika teman sebaya memiliki suatu gagasan, remaja cenderung memihak temannya. Hal tersebut terjadi karena adanya konformitas pada relasi pertemanan remaja. Menurut Sim 2000 dalam Berk 2012, pengasuhan autoritatif menyebabkan resistensi remaja terhadap konformitas sehingga remaja lebih memilih untuk mematuhi orang tua mereka. Sedangkan pengasuhan yang permisif 32 dan otoriter memicu konformitas remaja pada teman sebaya mereka. Oleh karena itu, remaja dengan pengasuhan permisif dan otoriter lebih sering membantah orang tua, mengabaikan tugas sekolah, dan memiliki masalah perilaku. f. Relasi Romantis Santrock 2014, menjelaskan bahwa pada masa remaja awal, remaja mulai tertarik untuk menjalin relasi romantis karena pengaruh pubertas sedangkan pada masa remaja madya, remaja mulai mencoba untuk menjalin relasi romantis meskipun hanya berlangsung sementara. Lain halnya dengan masa remaja akhir dimana remaja membangun relasi romantis yang melibatkan ikatan emosional, lebih serius, dan berlangsung lebih lama. Menurut Cheng, dkk. 2012 dan Holloway, dkk. 2012 dalam Santrock 2014, budaya mempengaruhi pola relasi romantis remaja. Dalam hal ini, nilai sosial, agama, dan tradisi cukup menentukan kapan remaja menjalin relasi romantis, kebebasan dalam relasi romantis, dan peran laki-laki serta perempuan dalam relasi romantis. g. Masalah Perkembangan Selama masa perkembangannya, remaja dapat mengalami masalah, seperti menjadi orang tua dini dan penyalahgunaan obat- obatan. Selain itu, masalah-masalah perkembangan seperti depresi, 33 bunuh diri, dan kenakalan remaja juga dapat terjadi pada remaja. Menurut Berk 2012, masalah tersebut dapat terjadi karena faktor perceraian orang tua, perpisahan orang tua, putusnya pertemanan atau hubungan asmara, kekerasan, pengabaian, dan kesulitan ekonomi.

C. Teori Perkembangan

1. Perkembangan

Perkembangan merupakan pola perubahan yang berlangsung sepanjang masa hidup manusia Santrock, 2011. Baltes dalam Santrock 2011, mengungkapkan bahwa perkembangan memiliki beberapa karakteristik, seperti berikut ini: a. Berlangsung seumur hidup. b. Bersifat multidimensi dimana perkembangan melibatkan interaksi biologis, kognitif, dan sosioemosi. c. Bersifat multiarah dimana satu dimensi dapat berkembang sedangkan dimensi yang lain menurun. d. Bersifat plastis dimana kapasitas seseorang masih dapat berubah. e. Bersifat multidisiplin yang melibatkan berbagai disiplin ilmu. f. Bersifat kontekstual yang melibatkan berbagai konteks seperti keluarga, sekolah, teman sebaya, lingkungan sekitar, dan lain-lain. g. Perkembangan manusia melibatkan pertumbuhan, pemeliharaan, dan regulasi terhadap kehilangan. h. Perkembangan adalah konstruksi biologi, budaya, dan individu. 34

2. Teori Ekologi

Dalam teori ekologinya, Bronfenbrenner menyatakan bahwa perkembangan seseorang dipengaruhi oleh sistem lingkungannya. Berikut merupakan macam-macam sistem lingkungan menurut Bronfenbrenner dalam Santrock 2008 : a. Microsystem Microsystem merupakan tempat dimana individu hidup, misalnya keluarga, sekolah, dan teman-teman sebaya.. Dalam lingkup microsystem, seorang remaja dapat berinteraksi secara langsung dengan orang tua, teman-teman sebaya, maupun gurunya. Dalam lingkup ini pula, seorang remaja mendapatkan banyak pengalaman serta berpartisipasi untuk membangun microsystem yang dimilikinya. b. Mesosystem Mesosystem merupakan hubungan antar microsystem, misalnya hubungan antara pengalaman remaja dalam keluarga dengan pengalaman remaja saat di sekolah. c. Exosystem Exosystem merupakan hubungan antara lingkup sosial yang tidak diperankan individu dengan lingkup sosial yang dekat dengan individu. Misalnya, pengalaman remaja di rumah dapat dipengaruhi oleh pengalaman ayah di tempat kerja. Dalam hal ini, keperluan pekerjaan yang menuntut ayah bepergian dapat memicu konflik 35 antara ayah dengan ibu serta mempengaruhi interaksi dengan remaja. d. Macrosystem Macrosystem meliputi kebudayaan dimana individu tinggal. Dalam hal ini, budaya merupakan pola perilaku, keyakinan, serta hal lain yang dihasilkan oleh sekelompok orang dan diwariskan turun- temurun. e. Chronosystem Chronosystem merupakan peristiwa lingkungan yang terpola dan transisi antar masa kehidupan. Misalnya, peristiwa perceraian yang memberikan efek negatif pada anak di tahun pertama setelah perceraian namun pada tahun kedua keluarga mulai menjadi stabil.

D. Dinamika Perkembangan Remaja Laki-Laki yang Dibesarkan Tanpa

Kehadiran Ayah Ayah memiliki peran penting dalam keluarga. Menurut Gunarsa 2004 serta Riley dan Shalala 2000, ayah berperan sebagai financial support yang mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarga sekaligus memberikan teladan kepada anak untuk melakukan tanggung jawab secara rutin dan tanpa paksaan. Selain itu, ayah juga berperan memberikan emotional support bagi ibu, yakni partner ayah dalam mengasuh anak dan mengurus rumah tangga. Peran lain yang juga dimiliki ayah dalam keluarga adalah menjadi role model bagi anak-anaknya dalam perilaku keseharian, proses pengambilan keputusan, 36 cara menyelesaikan masalah, serta memberikan model peran gender laki-laki bagi anak laki-laki. Tugas lain yang melekat pada ayah adalah terlibat dalam pendidikan anak serta melindungi dan mengasihi keluarganya. Akan tetapi, tidak semua ayah dapat berperan dengan baik dalam keluarga. Meninggalnya ayah, perceraian atau perpisahan orang tua, kepergian ayah karena urusan pekerjaan di wilayah yang berjauhan, terpenjaranya ayah, atau ketidakberfungsian ayah dalam keluarga menyebabkan ayah tidak dapat hadir dan menjalankan perannya dalam keluarga. Ketidakhadiran ayah dalam keluarga dapat berarti peran pencari nafkah dalam keluarga hilang sehingga keluarga mengalami kesulitan ekonomi Santrock, 2003. Ketidakhadiran ayah sebagai pencari nafkah juga membuat remaja laki-laki kehilangan teladan yang menunjukkan pentingnya bertanggung jawab. Padahal remaja laki-laki perlu belajar bertanggung jawab serta mengeksplorasi peran-peran, khususnya peran terkait karir dan pekerjaan. Dengan demikian, ketidakhadiran ayah pada remaja laki-laki dapat menyebabkan remaja kesulitan dalam dunia pekerjaan Kruk, 2012. Ketidakhadiran ayah dalam keluarga juga berdampak pada hilangnya pendamping ibu dalam melakukan tugas kerumahtanggan, perawatan, pengasuhan, dan pendidikan anak. Hal ini membuat ibu kelelahan karena harus bekerja sekaligus mengurus tugas rumah tangga seorang diri. Hal tersebut juga membuat ibu kekurangan waktu dan tenaga untuk memperhatikan anak remajanya Gunarsa, 2004. Apabila hal ini terjadi, 37 kesempatan remaja laki-laki untuk mendapatkan kasih sayang, bimbingan, dan pengawasan dari orang tua juga turut berkurang sehingga mereka dapat terjebak pada kenakalan-kenakalan remaja dan merasakan ketidakbahagiaan. Selain itu, ketidakhadiran ayah mengakibatkan hilangnya role model bagi remaja laki-laki dalam keluarga, baik dalam perilaku keseharian, proses pengambilan keputusan, cara menyelesaikan masalah, dan peran gender laki- laki. Akibatnya remaja laki-laki akan kesulitan memahami peran laki-laki yang mandiri dalam menyelesaikan masalah, peran laki-laki dalam hubungannya dengan teman sesama jenis maupun lawan jenis, dan sebagainya. Dampak lain yang diakibatkan oleh ketidakhadiran ayah adalah tidak adanya figur otorita yang mendidik, melindungi, sekaligus mengasihi keluarga. Oleh karena hal tersebut, remaja laki-laki dapat kehilangan edukasi mengenai hal-hal terkait pubertas, seperti perubahan seksual primer dan sekunder yang cukup mengejutkan remaja laki-laki. selain itu, remaja laki- laki juga kehilangan peran ayah yang mengedukasi hal-hal terkait seksualitas laki-laki serta sistem nilai dan norma. Akibatnya, remaja laki-laki mungkin melakukan hubungan seks lebih awal, terlibat kenakalan-kenakalan remaja Kruk, 2012. 38 Skema 2.1 Kerangka Berpikir Ayah Tidak hadir Hadir Penyebab ketidakhadiran ayah : Kematian, perpisahan, perceraian orang tua, keperluan pekerjaan di wilayah berjauhan, terpenjaranya ayah, ketidakberfungsian ayah Remaja Laki-Laki Berperan sebagai : financial support, emotional support, role model, figur otorita, pelindung, mengasihi Dampak ketidakhadiran ayah : Performa akademik rendah, gangguan perilaku, gangguan psikologis, gangguan kesehatan fisik, kenakalan remaja, tindakan kriminalitas, penyalahgunaan obat- obatan, pernikahan dini, kesejahteraan psikolgis yang rendah, kesulitan dalam pekerjaan Keterangan : : Hilang : Perkembangan terganggu : Ada : Perkembangan baik