Penyelenggaraan Pendidikan Karakter di SMP

32 2 Pembentukan karakter yang terpadu dengan manajemen sekolah Berbagai hal yang terkait dengan karakter nilai-nilai, norma, iman dan lain-lain diimplementasikan dalam aktivitas manajemen sekolah, seperti pengelolaan: siswa, regulasiperaturan sekolah, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, keuangan, perpustakaan, pembelajaran, penilaian, dan informasi, serta pengelolaan lainnya. 3 Pembentukan karakter yang terpadu dengan kegiatan pembinaan kesiswaan Beberapa kegiatan pembinaan kesiswaan yang memuat pembentukan karakter antara lain: a Olah raga sepak bola, bola voli, bulu tangkis, tenis meja, dan lain-lain, b Keagamaan baca alkitab, ibadah, dan lain-lain, c Seni budaya menari, menyanyi, melukis, teater, d KIR, e Kepramukaan, f Latihan Dasar Kepemimpinan Peserta didik LDKS, g Palang Merah Remaja PMR, h Pasukan Pengibar Bendera Pusaka PASKIBRAKA, i Pameran, lokakarya, j Kesehatan, dan lain-lainnya. 33 c. Monitoring dan Evaluasi Monitoring merupakan serangkaian kegiatan untuk memantau proses pelaksanaan program pembinaan pendidikan karakter. Fokus kegiatan monitoring adalah pada kesesuaian proses pelaksanaan program pendidikan karakter berdasarkan tahapan atau prosedur yang telah ditetapkan. Evaluasi cenderung untuk mengetahui sejauh mana efektivitas program pendidikan karakter berdasarkan pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Hasil monitoring digunakan sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses pelaksanaan program pendidikan karakter. Monitoring dan evaluasi secara umum bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas program pembinaan pendidikan karakter sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Secara rinci tujuan monitoring dan evaluasi pembentukan karakter adalah sebagai berikut: 1 Melakukan pengamatan dan pembimbingan secara langsung keterlaksanaan program pendidikan karakter di sekolah. 2 Memperoleh gambaran mutu pendidikan karakter di sekolah secara umum. 3 Melihat kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program dan mengidentifikasi masalah yang ada, dan selanjutnya mencari 34 solusi yang komprehensif agar program pendidikan karakter dapat tercapai. 4 Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan di lapangan untuk menyusun rekomendasi terkait perbaikan pelaksanaan program pendidikan karakter ke depan. 5 Memberikan masukan kepada pihak yang memerlukan untuk bahan pembinaan dan peningkatan kualitas program pembentukan karakter. 6 Mengetahui tingkat keberhasilan implementasi program pembinaan pendidikan karakter di sekolah. d. Tindak lanjut Hasil monitoring dan evaluasi dari implementasi program pembinaan pendidikan karakter digunakan sebagai acuan untuk menyempurnakan program, mencakup penyempurnaan rancangan, mekanisme pelaksanaan, dukungan fasilitas, sumber daya manusia, dan manajemen sekolah yang terkait dengan implementasi program Kementerian Pendidikan Nasional, 2010. 35

8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pendidikan

Karakter Menurut Zubaedi 2012 terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan karakter, yaitu: a. Insting naluri Aneka corak refleksi sikap, tindakan, dan perbuatan manusia dimotivasi oleh potensi kehendak yang dimotori oleh naluri seseorang. b. Adat atau kebiasaan Adat atau kebiasaan adalah tindakan yang dilakukan secara berulang- ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan, seperti berpakaian, makan, tidur, berolahraga, dan lain sebagainya. c. Keturunan Secara langsung atau tidak langsung keturunan sangat mempengaruhi pembentukan karakter seseorang. d. Lingkungan Salah satu aspek yang turut memberikan pengaruh dalam terbentuknya corak sikap dan tingkah laku seseorang adalah faktor lingkungan di mana seseorang berada. 36

B. Hakikat Siswa atau Peserta Didik

1. Definisi Siswa atau Peserta Didik

Dalam perspektif pedagogis, peserta didik diartikan sebagai sejenis makhluk “homo educandum”, makhluk yang menghajatkan pendidikan. Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki potensi yang bersifat laten, sehingga dibutuhkan binaan dan bimbingan untuk mengaktualisasikannya agar ia dapat menjadi manusia susila yang cakap. Dalam perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke titik optimal. Dalam perspektif Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 4, “peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu” Desmita, 2009: 39.

2. Transisi Peserta Didik Menuju Sekolah Menengah Pertama

Santrock 2003 mengungkapkan bahwa transisi menuju Sekolah Menengah Pertama SMP dari Sekolah Dasar SD merupakan suatu pengalaman normatif bagi anak-anak. Meskipun demikian, proses transisi 37 tersebut menimbulkan stres karena terjadi secara bersamaan dengan transisi-transisi lainnya dalam diri individu, dalam keluarga, dan di sekolah. Pada masa transisi ini, siswa menjadi merasa lebih dewasa, memperoleh banyak mata pelajaran yang dapat dipilihnya, memiliki banyak kesempatan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman sebaya yang sesuai dengan dirinya, menikmati rasa bebas dari pengawasan langsung orang tua, serta mungkin juga menjadi lebih tertantang secara intelektual dengan adanya tugas-tugas akademis. Saat siswa mengalami masa transisi dari Sekolah Dasar SD menuju Sekolah Menengah Pertama SMP , siswa menghadapi “fenomena yang teratas ke bawah” top-dog phenomena, yaitu keadaan-keadaan di mana siswa bergerak dari posisi yang paling atas di Sekolah Dasar menjadi yang tertua, terbesar, dan paling berkuasa menuju posisi yang paling rendah di Sekolah Menengah Pertama menjadi yang paling muda, paling kecil, dan paling tidak berkuasa di sekolah. Para peneliti memperhatikan bahwa proses transisi dari SD menuju SMP dapat menjadi tahun yang sangat sulit bagi banyak siswa. Salah satu penelitian mengenai perpindahan dari kelas VI SD menuju kelas VII SMP mengungkapkan bahwa remaja memiliki persepsi kualitas kehidupan sekolahnya menjadi menurun ketika di kelas VII SMP. Duduk di kelas VII SMP membuat siswa menjadi kurang puas dengan sekolah, kurang melibatkan diri dengan sekolah, dan kurang menyukai gurunya. Jatuhnya tingkat 38 kepuasan terhadap sekolah muncul tanpa menghiraukan keberhasilan siswa secara akademis Santrock, 2003: 259. Melihat berbagai fenomena dan gejala yang terjadi pada diri siswa, penting adanya pendampingan dan bimbingan dari berbagai pihak, khususnya orang tua dan sekolah. Sekolah dengan lebih banyak dukungan, lebih sedikit anonimitas, lebih stabil, dan yang tingkat kompleksitasnya lebih rendah tentu dapat membantu mengembangkan proses penyesuaian diri siswa selama transisi dari SD menuju SMP. Selain dukungan dari sekolah, terdapat pula penelitian yang menyoroti faktor-faktor dari orang tua yang dapat menjembatani transisi sekolah di masa remaja awal. Penelitian pertama, yaitu dilakukan oleh Lord dan Eccles Santrock, 2003: 260 mengungkapkan bahwa apabila orang tua membiasakan diri terhadap kebutuhan dan perkembangan remaja awal dan mendukung kemandirian mereka dalam mengambil keputusan, maka remaja akan menunjukkan penyesuaian diri yang lebih baik dan tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi dalam menghadapi transisi dari SD menuju SMP. Penelitian kedua, yaitu dilakukan oleh Costin dan Jones Santrock, 2003: 260 mengungkapkan bahwa dukungan dari orang tua dan teman berhubungan erat dengan penyesuaian diri remaja awal guna mengatasi proses transisi sekolah. 39

3. Karakteristik Umum Perkembangan Peserta Didik SMP

Menurut Desmita 2009, anak usia Sekolah Menengah Pertama SMP berada pada tahap perkembangan pubertas 10-14 tahun. Sejumlah karakteristik yang menonjol pada anak usia SMP, yaitu: a. Terjadi ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan; b. Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder; c. Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua;. d. Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa; e. Mulai mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan; f. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil; g. Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai dengan dunia sosial; h. Kecenderungan minat dan pilihan karier relatif sudah lebih jelas.

4. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun