Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
perubahan pada pola berpikir yang sering kali menolak hal-hal yang tidak masuk akal dan menimbulkan pertentangan dengan orang tua, guru, atau
orang dewasa lainnya Mappiare, 1982: 32-35. Berbagai faktor dan ciri khas yang muncul pada masa remaja awal
memunculkan berbagai masalah yang terjadi pada remaja. Masalah yang timbul pada remaja awal, antara lain: terjadinya penyimpangan nilai dan
moral, pertentangan dan pelanggaran terhadap norma sosial, serta kebingungan remaja terhadap status sosial dan tanggung jawab yang harus
dipenuhi. Masalah-masalah inilah yang kemudian menjadi pemicu semakin banyaknya fenomena sosial pada remaja yang kini semakin
berkembang, yaitu meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti: tawuran antar pelajar, bullying, dan berbagai kasus yang
memperlihatkan semakin “runtuh” dan turunnya moral karakter dalam diri remaja.
Apabila melihat gambaran di atas, runtuhnya moral karakter dalam diri remaja tersebut menjadi jawaban dan alasan mendasar ketercapaian hasil
pendidikan karakter terintegrasi siswa kelas VII dan VIII SMP di Jawa tahun ajaran 20142015 yang termasuk dalam kategori cukup, buruk, dan
sangat buruk. Ketercapaian hasil pendidikan karakter terintegrasi pada kategori tersebut tidak hanya didasarkan oleh faktor maupun masalah yang
diutarakan di atas. Hal itu dikarenakan, penyelenggaraan pendidikan karakter terintegrasi juga berperan penting dalam ketercapaian hasil
pendidikan karakter terintegrasi tersebut.
Berdasarkan pedoman pendidikan karakter Kementerian Pendidikan Nasional 2010, penyelenggaraan pendidikan karakter terintegrasi di SMP
dilakukan secara terpadu melalui 3 tiga jalur, yaitu: pembelajaran, manajemen sekolah, dan kegiatan pembinaan kesiswaan. Jika dilihat dari
belum optimalnya kategori capaian cukup ketercapaian hasil pendidikan karakter terintegrasi pada lima SMP di Jawa, maka diketahui masih adanya
ketidaksesuaian dan belum optimalnya pelaksanaan pendidikan karakter terintergrasi pada lima SMP tersebut. Gambaran ketidaksesuaian dan
belum optimalnya pelaksanaan pendidikan karakter diperoleh dari hasil wawancara pada kepala sekolah, guru mata pelajaran, dan guru BK, serta
observasi yang dilakukan di setiap sekolah. Hasil wawancara dan observasi pada masing-masing sekolah
mengungkapkan bahwa setiap sekolah telah melaksanakan program pendidikan karakter terintergrasi dari pemerintah yang telah disesuaikan
dengan situasi, kondisi, budaya, serta visi dan misi setiap sekolah. Namun, dibalik pelaksanaan pendidikan karakter terintergrasi yang sudah
disesuaikan pada tiap sekolah, faktanya masih ditemukan beberapa sekolah SMP N 13 Yogyakarta, SMP N 4 Wates, dan SMP N 6 Surakarta yang
meletakkan pendidikan karakter hanya sebatas tempelan di RPP. Gambaran situasi pada sekolah tersebut dapat dijadikan sebagai alasan
sebagian besar siswanya memahami pendidikan karakter hanya pada ranah kognitif. Pemahaman siswa tentang pendidikan karakter yang sebatas
kognitif tersebut menjadi alasan para siswa memperoleh ketercapaian hasil
pendidikan karakter terintegrasi pada kategori cukup. Belum optimalnya pelaksanaan program pendidikan karakter tidak hanya pada sekolah yang
meletakkan pendidikan karakter sebatas tempelan di RPP. Pada sekolah yang secara keseluruhan telah melaksanakan program pendidikan karakter
yang dikelola dan dirancang dengan berbagai kegiatan khas sekolah SMP Stella Maris Tangerang Selatan, SMP Santa Maria II Malang juga dinilai
masih belum optimal. Hal ini ditunjukkan dari hasil pendidikan karakter terintegrasi pada sebagian besar siswa kelas VII dan VIII disekolah
tersebut yang masuk dalam kategori cukup. Berdasarkan berbagai fakta, situasi, dan hasil yang dipaparkan dapat
diketahui bahwa hasil pendidikan karakter terintegrasi tidak hanya menjadi tanggung jawab siswa semata, melainkan perlu adanya peran serta,
dukungan, dan tanggung jawab dari berbagai pihak, yakni orang tua siswa, pihak sekolah, dan lingkungan masyarakat. Peran serta dan dukungan dari
orang tua dapat menjembatani masa transisi sekolah di masa remaja awal. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Lord dan Eccles
Santrock, 2003: 260. Lord dan Eccles mengungkapkan bahwa apabila orang tua membiasakan diri terhadap kebutuhan dan perkembangan remaja
awal, serta mendukung kemandirian mereka dalam mengambil keputusan, maka remaja akan menunjukkan penyesuaian diri yang lebih baik dan
tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi dalam menghadapi transisi dari SD menuju SMP. Selain dukungan dari orang tua siswa, keterlibatan
seluruh warga sekolah yang mengacu pada prinsip-prinsip pendidikan
karakter turut berperan penting guna membangun komunitas moral yang bertanggung jawab dalam penanaman dan pengembangan nilai-nilai
karakter dalam diri siswa. Usaha mencapai hasil pendidikan karakter terintegrasi yang baik tidak
hanya berhenti pada dukungan dan peran serta beberapa pihak saja. Berbagai pihak, khususnya sekolah sangat penting untuk menilik kembali,
memperhatikan, dan menjalankan proses penyelenggaraan pendidikan karakter dengan baik. Penyelenggaraan pendidikan karakter tersebut
dilakukan secara terpadu melalui 3 tiga jalur, yaitu: pembelajaran, manajemen sekolah, dan kegiatan pembinaan kesiswaan. Setiap
penyelenggaran pendidikan karakter tersebut perlu diperhatikan pula langkah-langkahnya, yaitu: perancangan, implementasi, evaluasi, dan
tindak lanjut. Dengan memperhatikan langkah-langkah tersebut, maka dapat diperoleh capaian hasil pendidikan karakter terintegrasi yang baik
pada diri siswa. Hal itu pula yang menjadi tujuan dari pendidikan nasional yakni meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di
sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai
standar kompetensi lulusan.