Membaca Cerpen dan Menanggapinya

71 Pelaksanaan Program-program Sekolah tiang-tiang bendera yang berjajar di samping tempatku berdiri. Pakaiannya kumuh, compang-camping, dengan lubang dan tambalan kain di sana-sini. Celana kolornya terlalu besar ukurannya untuk bocah seusia dia, kaus oblong putih atasannya telah berubah warna, ada warna hitam bekas goresan arang, ada warna merah bercampur hijau bekas tumpahan es cao, juga warna cokelat tua pekat bekas cipratan lumpur dari kubangan air di pinggir jalan. “Mbak, boleh ya kupetik kain bendera itu untuk buat celana kolor yang baru?” Aku hanya menggeleng, mendengar permintaannya. “Kenapa tidak boleh, Mbak?” desaknya sambil menarik-narik kain lengan bajuku. “Itu kan bukan milikku” jawab- ku agak kesal karena aku merasa sedikit risih dan jijik oleh tangannya y a n g l u s u h t e l a h m e n y e n t u h pakaianku yang bersih dan harum ini. Dia tampak sangat kecewa den- gan jawaban-ku. Ada nada penye- salan di rona wajahnya, mungkin dia merasa bersalah telah mengotori pa- kaianku. “Sudah, coba minta izin ke embak-embak atau mas-mas yang berdiri di sana” Sambil tersenyum- senyum tak begitu bermakna, bocah lusuh itu segera menuju ke arah yang kutunjukkan dengan telunjuk. Akhirnya, di bocah lusuh itu pun menghampiri dua gadis remaja berpenampilan necis yang berdiri di depan halte itu. Belum sempat bocah itu menyampaikan maksud hatinya, kedua gadis yang tampak berasal dari keluarga kaya itu segera menyingkir karena merasa jijik dengan kehadiran sosok makhluk yang sangat mengganggu pemandangan itu. Merasa kesal karena tidak dianggap manusia, bocah lusuh itu mengurungkan niatnya. Segera ia menuju tiang bendera yang berjajar rapi dengan warnanya yang seragam melambai-lambai menghiasi hiruk pikuk lalu lintas pagi. “Hai Bocah, apa yang kau lakukan?” Bocah itu buru-buru menghenti- kan aktivitasnya ketika di sampingnya telah berdiri sosok pemuda gagah, berperawakan tinggi besar, berkulit kuning bersih, tampan berwibawa, menegurnya dengan suara sangat lantang membuatnya terperanjat. “Om, saya... saya hanya menginginkan bendera ini untuk dibuat celana.” Dengan gugup dan takut yang amat sangat, bocah itu segera menundukkan wajahnya yang suram.