Structural Path Analysis SPA

177 sebesar 0.20 dan 0.25 miliar rupiah, dan Pertambangan dan Pengalian, yaitu masing-masing sebesar 0.07 dan 0.09 miliar rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa linkage antara kedua susektor lainnya tersebut dengan sektor industri pengolahan lebih besar dibandingkan dengan sektor Pertanian dan Pertambangan dan Penggalian. Besarnya dampak injeksi subsektor lainnya terhadap sektor industri pengolahan didominasi oleh dampak pengganda closed loop. Selain itu dapat dikemukakan bahwa peningkatan 1 miliar rupiah pendapatan sektor Jasa-Jasa memberikan dampak peningkatan penerimaan total produksi sektoral yang lebih besar, yaitu sebesar 2.93 miliar rupiah, dibandingkan dengan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, yaitu sebesar 2.43 miliar rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor Jasa-Jasa juga memiliki peranan yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat.

6.4. Structural Path Analysis SPA

Pada dasarnya SPA merupakan metode untuk mengidentifikasi seluruh jaringan yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor pada sektor lainnya dalam suatu sistem neraca sosial ekonomi. Di dalam suatu model, umumnya pengaruh dipancarkan dari perubahan pada variabel-variabel eksogen ke arah variabel-variabel endogen. Pengaruh influence sebagaimana dimaksudkan dalam hal ini adalah menunjukkan besaran pengeluaran yang menghubungkan dua titik di dalam suatu struktur dengan menggunakan konsep kecenderungan pengeluaran rata-rata a ij average expenditure propensity. Berdasarkan pembahasan sebelumnya telah diketahui terdapat 5 lima sektor unggulan yang terdapat di Propinsi Jawa Barat. Sehubungan dengan itu pada pembahasan ini analisis SPA difokuskan pada pengaruh injeksi yang 178 diberikan kelima sektor unggulan sebagai jalur awal terhadap pendapatan institusi rumahtangga sebagai tujuan dari pengaruh tersebut. Gambar 13 menyajikan nilai-nilai yang menggambarkan pengaruh langsung yang berawal dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu. Kemudian besarnya pengaruh global dampak pengganda dengan pergerakan awal dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu dikemukakan pada Tabel 18. Berdasarkan Tabel 18 dapat dikemukakan bahwa pengaruh global dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau terhadap kelompok rumahtangga buruh tani adalah sebesar 0.097. Nilai tersebut memberikan arti bahwa apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 100 rupiah akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 9.70 rupiah. Terdapat dua jalur yang dilalui dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau menuju kelompok rumahtangga buruh tani Gambar 13. Pertama, melalui faktor produksi tenaga kerja industri yang memberikan tambahan pendapatan 1.60 persen terhadap kelompok rumahtangga buruh tani. Kedua, melalui faktor produksi modal yang memberikan tambahan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 2.30 persen. Berdasarkan jalur tersebut, faktor produksi tenaga kerja industri dan modal mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-masing sebesar 11.80 dan 19.80 rupiah, sedangkan kelompok rumahtanga buruh tani mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-masing sebesar 0.10 rupiah, 179 apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 100 rupiah. 0.198 0.118 0.020 0.101 0.044 0.017 018 0.001 0.001 0.007 0.009 0.198 0.118 IMMT TKI M BT 0.018 0.092 IMMT M PT IMMT TKI RD M 0.198 0.003 0.016 IMMT M PD 0.198 0.118 0.006 0.032 0.037 0.004 0.008 0.001 0.040 0.009 0.198 0.118 IMMT TKI M AD IMMT TKI PK M 0.198 0.118 0.009 0.044 0.238 0.028 0.014 0.036 0.071 0.304 0.198 0.118 IMMT TKI M RK IMMT TKI AK M Gambar 13. Structural Path pada Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Keterangan : BT = RT. Buruh Tani PT = RT. Pengusaha Pertanian RD = RT. G. Rendah di Desa PD = RT. P. Pendapatan di Desa AD = RT. G. Atas di Desa RK = RT. G. Rendah di Kota PK = RT. P. Pendapatan di Kota AK = RT. G. Atas di Kota TKI = Tenaga Kerja Industri TKP = Tenaga Kerja Pertanian TKL = Tenaga Kerja Lainnya M = Modal Tabel 18. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Jalur Awal Jalur Tujuan Pengaruh Global Jalur Dasar Pengaruh Langsung Pengganda Jalur Pengaruh Total Persen Industri Makanan, BT 0.097 IMMT-TKI-BT 0.001 1.377 0.002 1.60 Minuman Tembakau IMMT-M-BT 0.001 1.608 0.002 2.30 IMMT PT 0.120 IMMT-M-PT 0.018 1.571 0.029 23.70 RD 0.155 IMMT-TKI-RD 0.017 1.429 0.024 15.70 IMMT-M-RD 0.020 1.598 0.032 20.60 PD 0.024 IMMT-M-PD 0.003 1.568 0.005 21.20 AD 0.059 IMMT-TKI-AD 0.001 1.361 0.001 2.40 IMMT-M-AD 0.008 1.568 0.013 21.20 RK 0.143 IMMT-TKI-RK 0.036 1.391 0.050 34.90 IMMT-M-RK 0.014 1.601 0.022 15.70 PK 0.054 IMMT-TKI-PK 0.004 1.345 0.006 10.90 180 IMMT-M-PK 0.006 1.565 0.010 18.20 AK 0.129 IMMT-TKI-AK 0.028 1.364 0.038 29.80 IMMT-TKI-AK 0.009 1.593 0.014 10.70 Sumber : SAM Propinsi Jawa Barat Tahun 2003 Diolah Injeksi terhadap sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau juga berpengaruh terhadap pendapatan kelompok rumahtangga pengusaha pertanian dengan pengaruh global yang tergolong besar, yaitu sebesar 0.120. Berbeda dengan kelompok rumahtangga buruh tani, kelompok rumahtangga pengusaha pertanian menerima pengaruhnya melalui satu jalur, yaitu hanya melalui faktor produksi modal. Besarnya pengaruh langsung dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau menuju kelompok rumahtangga pengusaha pertanian melalui faktor produksi modal tersebut adalah sebesar 0.018, artinya peningkatan penerimaan sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau akibat adanya injeksi pendapatan sebesar 100 rupiah akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga pengusaha pertanian sebesar 1.80 rupiah atau sebesar 23.70 persen. Terhadap kelompok rumahtangga non pertanian di desa, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan rendah di desa yang lebih besar, yaitu sebesar 15.50 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas masing-masing sebesar 2.40 dan 5.90 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga tersebut terletak pada jumlah jalur yang dilalui dan besarnya pengaruh langsung. Peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan atas sama-sama melalui dua jalur, yaitu dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau melalui faktor produksi tenaga kerja industri 181 dan modal, sedangkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan melalui satu jalur, yaitu dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau melalui faktor produksi modal. Besarnya pengaruh langsung dari sektor Makanan, Minuman dan Tembakau akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di desa melalui faktor produksi tenaga kerja industri adalah sebesar 1.70 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di desa, yaitu sebesar 0.10 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 2.00 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing- masing sebesar 0.30 dan 0.80 rupiah. Selain itu terhadap kelompok rumahtangga golongan rendah dan atas di desa, besarnya pengaruh langsung dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan melalui faktor produksi modal relatif lebih besar dibandingkan dari faktor produksi tenaga kerja industri. Pada kelompok rumahtangga non pertanian di kota, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan rendah di kota yang lebih besar, yaitu sebesar 14.30 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas masing-masing sebesar 5.40 dan 12.90 rupiah. Peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga non pertanian di kota tersebut, masing-masing melalui 182 dua jalur, yaitu dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau melalui faktor produksi tenaga kerja industri dan modal. Injeksi 100 rupiah pada sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau memberikan pengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di kota melalui faktor produksi tenaga kerja industri, yaitu sebesar 3.60 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas melalui jalur yang sama, yaitu masing-masing sebesar 0.40 dan 2.80 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 1.40 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kedua kelompok rumahtangga lainnya di kota, yaitu masing-masing sebesar 0.60 dan 0.90 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan atas di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi tenaga kerja industri dibandingkan dengan faktor produksi modal, sedangkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga peneriman pendapatan di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja industri. Gambar 14 menyajikan nilai-nilai yang menggambarkan pengaruh langsung yang berawal dari sektor Perkebunan menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu. Kemudian besarnya pengaruh global dampak pengganda dengan pergerakan awal dari sektor Perkebunan menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu dikemukakan pada Tabel 19. Berdasarkan Tabel 19 dapat dikemukakan bahwa pengaruh global dari sektor Perkebunan terhadap kelompok rumahtangga buruh tani adalah sebesar 183 0.024. Nilai tersebut memberikan arti bahwa apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Perkebunan sebesar 100 rupiah akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 2.40 rupiah. Terdapat dua jalur yang dilalui dari sektor Perkebunan menuju kelompok rumahtangga buruh tani Gambar 14. Pertama, melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian yang memberikan tambahan pendapatan 88.50 persen terhadap kelompok rumahtangga buruh tani. Kedua, melalui faktor produksi modal yang memberikan tambahan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 2.10 persen. Berdasarkan jalur tersebut, faktor produksi tenaga kerja pertanian dan modal mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing- masing sebesar 29.60 dan 48.00 rupiah, sedangkan kelompok rumahtanga buruh tani mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan dari faktor produksi tenaga kerja pertanian dan modal, yaitu masing-masing sebesar 18.10 dan 0.30 rupiah, apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Perkebunan sebesar 100 rupiah. Injeksi terhadap sektor Perkebunan juga berpengaruh terhadap pendapatan kelompok rumahtangga pengusaha pertanian dengan pengaruh global yang tergolong besar, yaitu sebesar 0.165. Terdapat dua jalur yang dilalui dari sektor Perkebunan menuju kelompok rumahtangga pengusaha pertanian Gambar 14. Pertama, melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian yang memberikan tambahan pendapatan 37.50 persen terhadap kelompok rumahtangga buruh tani. Kedua, melalui faktor produksi modal yang memberikan tambahan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 37.90 persen. Berdasarkan jalur 184 tersebut, apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Perkebunan sebesar 100 rupiah maka faktor produksi tenaga kerja pertanian dan modal mendapatkan 0.015 0.001 0.032 0.004 0.480 0.296 BUN TKP M PK 0.024 0.082 0.480 0.296 0.048 0.101 BUN M RD TKP 0.010 0.034 0.480 0.296 0.019 0.040 BUN M AD TKP 0.002 0.006 0.480 0.296 0.008 0.016 BUN M PD TKP 0.002 0.007 0.480 0.296 0.034 0.071 BUN M RK TKP 0.026 0.086 0.480 0.296 0.021 0.044 BUN M AK TKP 0.181 0.609 0.480 0.296 0.003 0.007 BUN M BT TKP 0.051 0.171 0.480 0.296 0.044 0.092 BUN M PT TKP Gambar 14. Structural Path pada Sektor Perkebunan Tabel 19. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada Sektor Perkebunan Jalur Awal Jalur Tujuan Pengaruh Global Jalur Dasar Pengaruh Langsung Pengganda Jalur Pengaruh Total Persen Perkebunan BUN BT 0.235 BUN-TKP-BT 0.181 1.154 0.208 88.50 BUN-M-BT 0.003 1.473 0.005 2.10 PT 0.165 BUN-TKP-PT 0.051 1.224 0.062 37.50 BUN-M-PT 0.044 1.424 0.063 37.90 RD 0.167 BUN-TKP-RD 0.024 1.282 0.031 18.80 BUN-M-RD 0.048 1.456 0.070 42.20 PD 0.028 BUN-TKP-PD 0.002 1.165 0.002 7.50 BUN-M-PD 0.008 1.417 0.011 40.10 AD 0.070 BUN-TKP-AD 0.010 1.188 0.012 17.00 BUN-M-AD 0.019 1.419 0.027 39.20 RK 0.118 BUN-TKP-RK 0.002 1.267 0.003 2.20 BUN-M-RK 0.034 1.464 0.050 42.00 PK 0.055 BUN-TKP-PK 0.001 1.175 0.002 2.80 BUN-M-PK 0.015 1.416 0.022 39.00 185 AK 0.128 BUN-TKP-AK 0.026 1.206 0.031 24.00 BUN-M-AK 0.021 1.449 0.030 23.70 Sumber : SAM Propinsi Jawa Barat Tahun 2003 Diolah pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-masing sebesar 29.60 dan 48.00 rupiah, dan kelompok rumahtanga pengusaha pertanian mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan dari kedua faktor produksi tersebut, yaitu masing-masing sebesar 5.10 dan 4.40 rupiah, Terhadap kelompok rumahtangga non pertanian di desa, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Perkebunan akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan rendah di desa relatif lebih besar, yaitu sebesar 16.70 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa masing-masing sebesar 2.80 dan 7.00 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga tersebut terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Perkebunan akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di desa melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian adalah sebesar 2.40 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar 0.20 dan 0.10 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 4.80 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar 0.80 dan 1.90 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan ketiga 186 kelompok rumahtangga non pertanian di desa relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja pertanian. Berdasarkan kelompok rumahtangga non pertanian di kota, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Perkebunan akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan atas di kota relatif lebih besar, yaitu sebesar 12.80 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan masing-masing sebesar 11.80 dan 5.50 rupiah. Perbedaa lain dari ketiga kelompok rumahtangga non pertanian di kota tersebut adalah terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Perkebunan akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di kota melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian adalah sebesar 2.60 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di kota, yaitu masing-masing sebesar 0.20 dan 0.10 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 2.10 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan di kota, yaitu sebesar 1.50 rupiah, namun relatif lebih rendah dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di kota, yaitu sebesar 3.40 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja pertanian, sedangkan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di kota relatif lebih besar 187 melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian dibandingkan dengan faktor produksi modal. Gambar 15 menyajikan nilai-nilai yang menggambarkan pengaruh langsung yang berawal dari sektor Peternakan menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu. Kemudian besarnya pengaruh global dampak pengganda dengan pergerakan awal dari sektor Peternakan menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu dikemukakan pada Tabel 20. Berdasarkan Tabel 20 dapat dikemukakan bahwa pengaruh global dari sektor Peternakan terhadap kelompok rumahtangga buruh tani adalah sebesar 0.228. Nilai tersebut memberikan arti bahwa apabila terjadi peningkatan penerimaan Peternakan sebesar 100 rupiah akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 22.80 rupiah. Terdapat dua jalur yang dilalui dari Peternakan menuju kelompok rumahtangga buruh tani Gambar 15, Pertama, melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian yang memberikan tambahan pendapatan 81.50 persen terhadap kelompok rumahtangga buruh tani. Kedua, melalui faktor produksi modal yang memberikan tambahan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 1.30 persen. Berdasarkan jalur tersebut, apabila terjadi peningkatan penerimaan Peternakan sebesar 100 rupiah maka faktor produksi tenaga kerjapertanian dan modal mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-masing sebesar 15.20 dan 70.50 rupiah, dan kelompok rumahtanga buruh tani mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan dari kedua faktor produksi tersebut masing-masing sebesar 15.90 dan 0.20 rupiah. 188 Injeksi terhadap sektor Peternakan juga berpengaruh terhadap pendapatan kelompok rumahtangga pengusaha pertanian dengan pengaruh global yang 0.021 0.001 0.009 PK 0.159 0.027 0.045 0.082 0.705 0.004 0.152 0.152 0.705 0.171 0.092 0.705 0.152 0.152 0.0609 0.705 0.002 0.007 TNK M BT 0.030 0.101 TNK M RD 0.032 TNK M TNK M PT TKP TKP TKP TKP 0.009 0.152 0.034 0.705 0.012 0.040 TNK M AD TKP 0.002 0.152 0.006 0.705 0.005 0.016 TNK M PD TKP 0.002 0.152 0.007 0.705 0.021 0.071 TNK M RK TKP 0.023 0.152 0.086 0.705 0.013 0.044 TNK M AK TKP Gambar 15. Structural Path pada Sektor Peternakan Tabel 20. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada Sektor Peternakan Jalur Awal Jalur Tujuan Pengaruh Global Jalur Dasar Pengaruh Langsung Pengganda Jalur Pengaruh Total Persen Peternakan TNK BT 0.228 TNK-TKP-BT 0.159 1.168 0.186 81.50 TNK-M-PT 0.002 1.478 0.003 1.30 PT 0.162 TNK-TKP-PT 0.045 1.235 0.055 34.10 TNK-M-PT 0.027 1.444 0.039 24.20 RD 0.169 TNK-TKP-RD 0.021 1.290 0.028 16.40 TNK-M-RD 0.030 1.477 0.044 26.00 PD 0.028 TNK-TKP-PD 0.002 1.179 0.002 6.70 TNK-M-PD 0.005 1.441 0.007 25.40 AD 0.070 TNK-TKP-AD 0.009 1.201 0.011 15.20 TNK-M-AD 0.012 1.443 0.017 24.60 RK 0.127 TNK-TKP-RK 0.002 1.277 0.002 1.80 TNK-M-RK 0.021 1.487 0.031 24.40 PK 0.056 TNK-TKP-PK 0.001 1.188 0.001 2.40 189 TNK-M-PK 0.009 1.441 0.013 23.90 AK 0.136 TNK-TKP-AK 0.023 1.219 0.027 20.20 TNK-M-AK 0.013 1.473 0.019 14.00 Sumber : SAM Propinsi Jawa Barat Tahun 2003 Diolah tergolong besar, yaitu sebesar 0.162. Seperti halnya kelompok rumahtangga buruh tani, kelompok rumahtangga pengusaha pertanian menerima pengaruhnya juga melalui dua jalur. Apabila terdapat injeksi pendapatan sektor Peternakan sebesar 100 maka besar pengaruh langsung dari sektor Peternakan menuju kelompok rumahtangga pengusaha pertanian melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian relatif lebih besar, yaitu sebesar 4.50 rupiah, dibandingkan melalui faktor produksi modal, yaitu sebesar 2.70 rupiah. Terhadap kelompok rumahtangga non pertanian di desa, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Peternakan akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan rendah di desa yang lebih besar, yaitu sebesar 16.90 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas masing-masing sebesar 2.80 dan 7.00 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga tersebut terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Peternakan akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di desa melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian adalah sebesar 2.10 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar 0.20 dan 0.10 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 3.00 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar 190 0.50 dan 1.20 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan ketiga kelompok rumahtangga non pertanian di desa relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja pertanian. Berdasarkan kelompok rumahtangga non pertanian di kota, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Peternakan akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan atas di kota relatif lebih besar, yaitu sebesar 13.60 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan masing-masing sebesar 12.70 dan 5.60 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga non pertanian di kota tersebut adalah terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Peternakan akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di kota melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian adalah sebesar 2.30 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di kota, yaitu masing-masing sebesar 0.20 dan 0.10 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 1.30 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan di kota, yaitu sebesar 0.90 rupiah, namun relatif lebih rendah dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di kota, yaitu sebesar 2.10 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor 191 produksi tenaga kerja pertanian, sedangkan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian dibandingkan dengan faktor produksi modal. Gambar 16 menyajikan nilai-nilai yang menggambarkan pengaruh langsung yang berawal dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu. Kemudian besarnya pengaruh global dampak pengganda dengan pergerakan awal dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu dikemukakan pada Tabel 21. Berdasarkan Tabel 21 dapat dikemukakan bahwa pengaruh global dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran terhadap kelompok rumahtangga buruh tani adalah sebesar 0.049. Nilai tersebut memberikan arti bahwa apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 100 rupiah akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 4.90 rupiah. Terdapat dua jalur yang dilalui dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menuju kelompok rumahtangga buruh tani Gambar 16. Pertama, melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya yang memberikan tambahan pendapatan 15.00 persen terhadap kelompok rumahtangga buruh tani. Kedua, melalui faktor produksi modal yang memberikan tambahan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 11.10 persen. Berdasarkan jalur tersebut, apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 100 rupiah maka faktor produksi tenaga kerja lainnya dan modal mendapatkan 192 pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-masing sebesar 17.40 dan 51.00 rupiah, sedangkan kelompok rumahtanga buruh tani mendapatkan 0.016 0.020 0.032 0.118 0.510 0.174 PHR TKL M PK 0.032 0.182 0.510 0.174 0.051 0.101 PHR M RD TKL 0.023 0.134 0.510 0.174 0.021 0.040 PHR M AD TKL 0.002 0.014 0.510 0.174 0.008 0.016 PHR M PD TKL 0.028 0.160 0.510 0.174 0.036 0.071 PHR M RK TKL 0.053 0.306 0.510 0.174 0.022 0.044 PHR M AK TKL 0.005 0.031 0.510 0.174 0.004 0.007 PHR M BT TKL 0.010 0.056 0.510 0.174 0.047 0.092 PHR M PT TKL Gambar 16. Structural Path pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Tabel 21. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Jalur Awal Jalur Tujuan Pengaruh Global Jalur Dasar Pengaruh Langsung Pengganda Jalur Pengaruh Total Persen Perdangan, Hotel BT 0.049 PHR-TKL-BT 0.005 1.375 0.007 15.00 Restoran PHR-M-BT 0.004 1.549 0.005 11.10 PHR PT 0.122 PHR-TKL-PT 0.010 1.374 0.013 10.80 PHR-M-PT 0.047 1.497 0.070 57.20 RD 0.173 PHR-TKL-RD 0.032 1.394 0.044 25.60 PHR-M-RD 0.051 1.518 0.078 45.10 PD 0.028 PHR-TKL-PD 0.002 1.323 0.003 11.70 PHR-M-PD 0.008 1.493 0.013 45.50 AD 0.084 PHR-TKL-AD 0.023 1.321 0.031 36.70 PHR-M-AD 0.021 1.487 0.031 36.40 RK 0.142 PHR-TKL-RK 0.028 1.382 0.038 27.10 PHR-M-RK 0.036 1.528 0.055 38.80 PK 0.074 PHR-TKL-PK 0.020 1.315 0.027 36.20 193 PHR-M-PK 0.016 1.486 0.024 32.30 AK 0.155 PHR-TKL-AK 0.053 1.330 0.071 45.80 PHR-M-AK 0.022 1.513 0.034 21.80 Sumber : SAM Propinsi Jawa Barat Tahun 2003 Diolah pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-masing sebesar 0.50 dan 0.40 rupiah. Injeksi terhadap sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran juga berpengaruh terhadap pendapatan kelompok rumahtangga pengusaha pertanian dengan pengaruh global yang tergolong besar, yaitu sebesar 0.122. Seperti halnya kelompok rumahtangga buruh tani, kelompok rumahtangga pengusaha pertanian menerima pengaruhnya juga melalui dua jalur. Apabila terdapat injeksi pendapatan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 100 maka besar pengaruh langsung dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menuju kelompok rumahtangga pengusaha pertanian melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya relatif lebih besar, yaitu sebesar 0.50 rupiah, dibandingkan melalui faktor produksi modal, yaitu sebesar 0.40 rupiah. Terhadap kelompok rumahtangga non pertanian di desa, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan rendah di desa yang lebih besar, yaitu sebesar 17.30 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas masing-masing sebesar 2.80 dan 8.40 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga tersebut terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di desa melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya adalah 194 sebesar 3.20 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar 0.20 dan 2.30 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 5.10 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar 0.80 dan 2.10 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di desa relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja lainnya, sedangkan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di desa relatif lebih besar melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya dibandingkan dengan faktor produksi modal. Berdasarkan kelompok rumahtangga non pertanian di kota, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan atas di kota relatif lebih besar, yaitu sebesar 15.50 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan masing-masing sebesar 14.20 dan 7.40 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga non pertanian di kota tersebut adalah terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di kota melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya adalah sebesar 5.30 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan 195 peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di kota, yaitu masing-masing sebesar 2.80 dan 2.00 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 2.20 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan di kota, yaitu sebesar 1.60 rupiah, namun relatif lebih rendah dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di kota, yaitu sebesar 3.60 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja lainnya, sedangkan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya dibandingkan dengan faktor produksi modal. Gambar 17 menyajikan nilai-nilai yang menggambarkan pengaruh langsung yang berawal dari sektor Jasa-Jasa menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu. Kemudian besarnya pengaruh global dampak pengganda dengan pergerakan awal dari sektor Jasa-Jasa menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu dikemukakan pada Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22 dapat dikemukakan bahwa pengaruh global dari sektor Jasa-Jasa terhadap kelompok rumahtangga buruh tani adalah sebesar 0.065. Nilai tersebut memberikan arti bahwa apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Jasa-Jasa sebesar 100 rupiah akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 6.50 rupiah. 196 Terdapat dua jalur yang dilalui dari sektor Jasa-Jasa menuju kelompok rumahtangga buruh tani Gambar 17. Pertama, melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya yang memberikan tambahan pendapatan 27.80 persen terhadap 0.005 0.052 0.032 0.118 0.154 0.444 JJ TKL M PK 0.081 0.182 0.154 0.444 0.016 0.101 JJ M RD TKL 0.059 0.134 0.154 0.444 0.006 0.040 JJ M AD TKL 0.006 0.014 0.154 0.444 0.003 0.016 JJ M PD TKL 0.071 0.160 0.154 0.444 0.011 0.071 JJ M RK TKL 0.136 0.306 0.154 0.444 0.007 0.044 JJ M AK TKL 0.014 0.031 0.154 0.444 0.001 0.007 JJ M BT TKL 0.025 0.056 0.154 0.444 0.014 0.092 JJ M PT TKL Gambar 17. Structural Path pada Sektor Jasa-Jasa Tabel 22. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada Sektor Jasa-Jasa Jalur Awal Jalur Tujuan Pengaruh Global Jalur Dasar Pengaruh Langsung Pengganda Jalur Pengaruh Total Persen Jasa-Jasa JJ BT 0.065 JJ-TKL-BT 0.014 1.314 0.018 27.80 JJ-M-BT 0.001 1.554 0.002 2.60 PT 0.123 JJ-TKL-PT 0.025 1.327 0.033 26.50 JJ-M-PT 0.014 1.499 0.021 17.20 RD 0.215 JJ-TKL-RD 0.081 1.352 0.109 50.90 JJ-M-RD 0.016 1.522 0.024 11.00 PD 0.030 JJ-TKL-PD 0.006 1.262 0.008 26.10 JJ-M-PD 0.003 1.494 0.004 12.70 AD 0.118 JJ-TKL-AD 0.059 1.265 0.075 63.80 JJ-M-AD 0.006 1.488 0.009 7.90 RK 0.188 JJ-TKL-RK 0.071 1.332 0.094 50.20 197 JJ-M-RK 0.011 1.529 0.017 8.90 PK 0.106 JJ-TKL-PK 0.052 1.256 0.065 61.70 JJ-M-PK 0.005 1.487 0.007 6.80 AK 0.249 JJ-TKL-AK 0.136 1.270 0.172 69.20 JJ-M-AK 0.007 1.511 0.010 4.10 Sumber : SAM Propinsi Jawa Barat Tahun 2003 Diolah kelompok rumahtangga buruh tani. Kedua, melalui faktor produksi modal yang memberikan tambahan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 2.60 persen. Berdasarkan jalur tersebut, apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Jasa-Jasa sebesar 100 rupiah maka faktor produksi tenaga kerja lainnya dan modal mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing- masing sebesar 44.40 dan 15.40 rupiah, sedangkan kelompok rumahtanga buruh tani mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan dari faktor produksi tenaga kerja lainnya dan modal, yaitu masing-masing sebesar 1.40 dan 0.1 rupiah. Injeksi terhadap sektor Jasa-Jasa juga berpengaruh terhadap pendapatan kelompok rumahtangga pengusaha pertanian dengan pengaruh global yang tergolong besar, yaitu sebesar 0.123. Seperti halnya kelompok rumahtangga buruh tani, kelompok rumahtangga pengusaha pertanian menerima pengaruhnya juga melalui dua jalur. Apabila terdapat injeksi pendapatan sektor Jasa-Jasa sebesar 100 maka besar pengaruh langsung dari sektor Jasa-Jasa menuju kelompok rumahtangga pengusaha pertanian melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya relatif lebih besar, yaitu sebesar 2.50 rupiah, dibandingkan melalui faktor produksi modal, yaitu sebesar 1.40 rupiah. Terhadap kelompok rumahtangga non pertanian di desa, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Jasa-Jasa akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan rendah di desa yang lebih 198 besar, yaitu sebesar 21.50 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas masing-masing sebesar 3.00 dan 11.80 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga tersebut terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Jasa-Jasa akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di desa melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya adalah sebesar 8.10 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar 0.60 dan 5.90 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 1.60 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar 0.30 dan 0.60 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan ketiga kelompok rumahtangga non pertanian di desa relatif lebih besar melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya dibandingkan dengan faktor produksi modal. Berdasarkan kelompok rumahtangga non pertanian di kota, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Jasa-Jasa akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan atas di kota relatif lebih besar, yaitu sebesar 24.90 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan masing-masing sebesar 18.80 dan 10.60 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga non pertanian di kota tersebut adalah terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Jasa-Jasa akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap 199 peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di kota melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya adalah sebesar 13.60 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di kota, yaitu masing-masing sebesar 7.10 dan 5.20 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 0.70 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan di kota, yaitu sebesar 0.50 rupiah, namun relatif lebih rendah dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di kota, yaitu sebesar 1.10 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan ketiga kelompok rumahtangga non pertanian di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya dibandingkan dengan faktor produksi modal.

6.5. Ringkasan