177
sebesar 0.20 dan 0.25 miliar rupiah, dan Pertambangan dan Pengalian, yaitu masing-masing sebesar 0.07 dan 0.09 miliar rupiah. Hal ini mengindikasikan
bahwa linkage antara kedua susektor lainnya tersebut dengan sektor industri pengolahan lebih besar dibandingkan dengan sektor Pertanian dan Pertambangan
dan Penggalian. Besarnya dampak injeksi subsektor lainnya terhadap sektor industri pengolahan didominasi oleh dampak pengganda closed loop.
Selain itu dapat dikemukakan bahwa peningkatan 1 miliar rupiah pendapatan sektor Jasa-Jasa memberikan dampak peningkatan penerimaan total
produksi sektoral yang lebih besar, yaitu sebesar 2.93 miliar rupiah, dibandingkan dengan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, yaitu sebesar 2.43 miliar rupiah.
Hal ini mengindikasikan bahwa sektor Jasa-Jasa juga memiliki peranan yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Barat.
6.4. Structural Path Analysis SPA
Pada dasarnya SPA merupakan metode untuk mengidentifikasi seluruh jaringan yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor pada sektor
lainnya dalam suatu sistem neraca sosial ekonomi. Di dalam suatu model, umumnya pengaruh dipancarkan dari perubahan pada variabel-variabel eksogen
ke arah variabel-variabel endogen. Pengaruh influence sebagaimana dimaksudkan dalam hal ini adalah menunjukkan besaran pengeluaran yang
menghubungkan dua titik di dalam suatu struktur dengan menggunakan konsep kecenderungan pengeluaran rata-rata a
ij
average expenditure propensity. Berdasarkan
pembahasan sebelumnya
telah diketahui terdapat 5 lima sektor unggulan yang terdapat di Propinsi Jawa Barat. Sehubungan dengan itu
pada pembahasan ini analisis SPA difokuskan pada pengaruh injeksi yang
178
diberikan kelima sektor unggulan sebagai jalur awal terhadap pendapatan institusi rumahtangga sebagai tujuan dari pengaruh tersebut.
Gambar 13 menyajikan nilai-nilai yang menggambarkan pengaruh langsung yang berawal dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu. Kemudian besarnya pengaruh global dampak pengganda dengan pergerakan awal dari sektor Industri
Makanan, Minuman dan Tembakau menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu dikemukakan pada Tabel 18.
Berdasarkan Tabel 18 dapat dikemukakan bahwa pengaruh global dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau terhadap kelompok
rumahtangga buruh tani adalah sebesar 0.097. Nilai tersebut memberikan arti bahwa apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Industri Makanan,
Minuman dan Tembakau sebesar 100 rupiah akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 9.70 rupiah.
Terdapat dua jalur yang dilalui dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau menuju kelompok rumahtangga buruh tani Gambar 13.
Pertama, melalui faktor produksi tenaga kerja industri yang memberikan tambahan pendapatan 1.60 persen terhadap kelompok rumahtangga buruh tani.
Kedua, melalui faktor produksi modal yang memberikan tambahan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 2.30 persen. Berdasarkan jalur
tersebut, faktor produksi tenaga kerja industri dan modal mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-masing sebesar 11.80 dan 19.80
rupiah, sedangkan kelompok rumahtanga buruh tani mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-masing sebesar 0.10 rupiah,
179
apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 100 rupiah.
0.198 0.118
0.020 0.101
0.044 0.017
018 0.001
0.001 0.007
0.009 0.198
0.118
IMMT
TKI M
BT
0.018 0.092
IMMT
M
PT
IMMT
TKI
RD
M
0.198 0.003
0.016
IMMT
M
PD
0.198 0.118
0.006 0.032
0.037 0.004
0.008 0.001
0.040 0.009
0.198 0.118
IMMT
TKI M
AD
IMMT
TKI
PK
M
0.198 0.118
0.009 0.044
0.238 0.028
0.014 0.036
0.071 0.304
0.198 0.118
IMMT
TKI M
RK
IMMT
TKI
AK
M
Gambar 13. Structural Path pada Sektor Industri Makanan, Minuman dan
Tembakau
Keterangan : BT =
RT. Buruh Tani PT = RT. Pengusaha Pertanian
RD = RT. G. Rendah di Desa PD =
RT. P. Pendapatan di Desa AD = RT. G. Atas di Desa
RK = RT. G. Rendah di Kota PK =
RT. P. Pendapatan di Kota AK = RT. G. Atas di Kota
TKI = Tenaga Kerja Industri TKP =
Tenaga Kerja Pertanian TKL = Tenaga Kerja Lainnya
M = Modal
Tabel 18. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada
Sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
Jalur Awal Jalur
Tujuan Pengaruh
Global Jalur Dasar
Pengaruh Langsung
Pengganda Jalur
Pengaruh Total Persen
Industri Makanan, BT
0.097 IMMT-TKI-BT
0.001 1.377
0.002 1.60
Minuman Tembakau IMMT-M-BT
0.001 1.608
0.002 2.30
IMMT PT 0.120
IMMT-M-PT 0.018
1.571 0.029
23.70 RD
0.155 IMMT-TKI-RD
0.017 1.429
0.024 15.70
IMMT-M-RD 0.020
1.598 0.032
20.60 PD
0.024 IMMT-M-PD
0.003 1.568
0.005 21.20
AD 0.059
IMMT-TKI-AD 0.001
1.361 0.001
2.40 IMMT-M-AD
0.008 1.568
0.013 21.20
RK 0.143
IMMT-TKI-RK 0.036
1.391 0.050
34.90 IMMT-M-RK
0.014 1.601
0.022 15.70
PK 0.054
IMMT-TKI-PK 0.004
1.345 0.006
10.90
180
IMMT-M-PK 0.006
1.565 0.010
18.20 AK
0.129 IMMT-TKI-AK
0.028 1.364
0.038 29.80
IMMT-TKI-AK 0.009
1.593 0.014
10.70
Sumber : SAM Propinsi Jawa Barat Tahun 2003 Diolah Injeksi terhadap sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau juga
berpengaruh terhadap pendapatan kelompok rumahtangga pengusaha pertanian dengan pengaruh global yang tergolong besar, yaitu sebesar 0.120. Berbeda
dengan kelompok rumahtangga buruh tani, kelompok rumahtangga pengusaha pertanian menerima pengaruhnya melalui satu jalur, yaitu hanya melalui faktor
produksi modal. Besarnya pengaruh langsung dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau menuju kelompok rumahtangga pengusaha pertanian
melalui faktor produksi modal tersebut adalah sebesar 0.018, artinya peningkatan penerimaan sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau akibat adanya
injeksi pendapatan sebesar 100 rupiah akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga pengusaha pertanian sebesar 1.80 rupiah atau
sebesar 23.70 persen. Terhadap kelompok rumahtangga non pertanian di desa, adanya injeksi
sebesar 100 rupiah pada sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok
golongan rendah di desa yang lebih besar, yaitu sebesar 15.50 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan
atas masing-masing sebesar 2.40 dan 5.90 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga tersebut terletak pada jumlah jalur yang dilalui dan
besarnya pengaruh langsung. Peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan atas sama-sama melalui dua jalur, yaitu dari sektor Industri
Makanan, Minuman dan Tembakau melalui faktor produksi tenaga kerja industri
181
dan modal, sedangkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan melalui satu jalur, yaitu dari sektor Industri Makanan, Minuman dan
Tembakau melalui faktor produksi modal. Besarnya pengaruh langsung dari sektor Makanan, Minuman dan
Tembakau akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di desa melalui faktor produksi tenaga
kerja industri adalah sebesar 1.70 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di desa, yaitu
sebesar 0.10 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 2.00 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok
rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing- masing sebesar 0.30 dan 0.80 rupiah. Selain itu terhadap kelompok rumahtangga
golongan rendah dan atas di desa, besarnya pengaruh langsung dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap
peningkatan pendapatan melalui faktor produksi modal relatif lebih besar dibandingkan dari faktor produksi tenaga kerja industri.
Pada kelompok rumahtangga non pertanian di kota, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau akan
memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan rendah di kota yang lebih besar, yaitu sebesar 14.30 rupiah,
dibandingkan dengan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas masing-masing sebesar 5.40 dan 12.90 rupiah. Peningkatan pendapatan
kelompok rumahtangga non pertanian di kota tersebut, masing-masing melalui
182
dua jalur, yaitu dari sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau melalui faktor produksi tenaga kerja industri dan modal.
Injeksi 100 rupiah pada sektor Industri Makanan, Minuman dan Tembakau memberikan pengaruh langsung terhadap peningkatan pendapatan kelompok
rumahtangga golongan rendah di kota melalui faktor produksi tenaga kerja industri, yaitu sebesar 3.60 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan
pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas melalui jalur yang sama, yaitu masing-masing sebesar 0.40 dan 2.80 rupiah.
Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 1.40 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kedua kelompok rumahtangga
lainnya di kota, yaitu masing-masing sebesar 0.60 dan 0.90 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh
langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan atas di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi tenaga kerja industri
dibandingkan dengan faktor produksi modal, sedangkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga peneriman pendapatan di kota relatif lebih besar melalui
faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja industri. Gambar 14 menyajikan nilai-nilai yang menggambarkan pengaruh
langsung yang berawal dari sektor Perkebunan menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu. Kemudian besarnya pengaruh global dampak pengganda
dengan pergerakan awal dari sektor Perkebunan menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu dikemukakan pada Tabel 19.
Berdasarkan Tabel 19 dapat dikemukakan bahwa pengaruh global dari sektor Perkebunan terhadap kelompok rumahtangga buruh tani adalah sebesar
183
0.024. Nilai tersebut memberikan arti bahwa apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Perkebunan sebesar 100 rupiah akan berdampak terhadap
peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 2.40 rupiah. Terdapat dua jalur yang dilalui dari sektor Perkebunan menuju kelompok
rumahtangga buruh tani Gambar 14. Pertama, melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian yang memberikan tambahan pendapatan 88.50 persen terhadap
kelompok rumahtangga buruh tani. Kedua, melalui faktor produksi modal yang memberikan tambahan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar
2.10 persen. Berdasarkan jalur tersebut, faktor produksi tenaga kerja pertanian dan modal mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-
masing sebesar 29.60 dan 48.00 rupiah, sedangkan kelompok rumahtanga buruh tani mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan dari faktor
produksi tenaga kerja pertanian dan modal, yaitu masing-masing sebesar 18.10 dan 0.30 rupiah, apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Perkebunan
sebesar 100 rupiah. Injeksi terhadap sektor Perkebunan juga berpengaruh terhadap pendapatan
kelompok rumahtangga pengusaha pertanian dengan pengaruh global yang tergolong besar, yaitu sebesar 0.165. Terdapat dua jalur yang dilalui dari sektor
Perkebunan menuju kelompok rumahtangga pengusaha pertanian Gambar 14. Pertama, melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian yang memberikan
tambahan pendapatan 37.50 persen terhadap kelompok rumahtangga buruh tani. Kedua, melalui faktor produksi modal yang memberikan tambahan pendapatan
kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 37.90 persen. Berdasarkan jalur
184
tersebut, apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Perkebunan sebesar 100 rupiah maka faktor produksi tenaga kerja pertanian dan modal mendapatkan
0.015 0.001
0.032 0.004
0.480 0.296
BUN TKP
M PK
0.024 0.082
0.480 0.296
0.048 0.101
BUN M
RD TKP
0.010 0.034
0.480 0.296
0.019 0.040
BUN M
AD TKP
0.002 0.006
0.480 0.296
0.008 0.016
BUN M
PD TKP
0.002 0.007
0.480 0.296
0.034 0.071
BUN M
RK TKP
0.026 0.086
0.480 0.296
0.021 0.044
BUN M
AK TKP
0.181 0.609
0.480 0.296
0.003 0.007
BUN M
BT TKP
0.051 0.171
0.480 0.296
0.044 0.092
BUN M
PT TKP
Gambar 14.
Structural Path pada Sektor Perkebunan Tabel 19. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada
Sektor Perkebunan
Jalur Awal Jalur
Tujuan Pengaruh
Global Jalur Dasar
Pengaruh Langsung
Pengganda Jalur
Pengaruh Total Persen
Perkebunan BUN BT
0.235 BUN-TKP-BT
0.181 1.154
0.208 88.50
BUN-M-BT 0.003
1.473 0.005
2.10 PT
0.165 BUN-TKP-PT
0.051 1.224
0.062 37.50
BUN-M-PT 0.044
1.424 0.063
37.90 RD
0.167 BUN-TKP-RD
0.024 1.282
0.031 18.80
BUN-M-RD 0.048
1.456 0.070
42.20 PD
0.028 BUN-TKP-PD
0.002 1.165
0.002 7.50
BUN-M-PD 0.008
1.417 0.011
40.10 AD
0.070 BUN-TKP-AD
0.010 1.188
0.012 17.00
BUN-M-AD 0.019
1.419 0.027
39.20 RK
0.118 BUN-TKP-RK
0.002 1.267
0.003 2.20
BUN-M-RK 0.034
1.464 0.050
42.00 PK
0.055 BUN-TKP-PK
0.001 1.175
0.002 2.80
BUN-M-PK 0.015
1.416 0.022
39.00
185
AK 0.128
BUN-TKP-AK 0.026
1.206 0.031
24.00 BUN-M-AK
0.021 1.449
0.030 23.70
Sumber : SAM Propinsi Jawa Barat Tahun 2003 Diolah pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-masing sebesar 29.60
dan 48.00 rupiah, dan kelompok rumahtanga pengusaha pertanian mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan dari kedua faktor produksi
tersebut, yaitu masing-masing sebesar 5.10 dan 4.40 rupiah, Terhadap kelompok rumahtangga non pertanian di desa, adanya injeksi
sebesar 100 rupiah pada sektor Perkebunan akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan rendah di desa relatif lebih
besar, yaitu sebesar 16.70 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa masing-masing sebesar 2.80 dan
7.00 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga tersebut terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor
Perkebunan akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di desa melalui faktor
produksi tenaga kerja pertanian adalah sebesar 2.40 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima
pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar 0.20 dan 0.10 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 4.80 rupiah, juga
relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar
0.80 dan 1.90 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan ketiga
186
kelompok rumahtangga non pertanian di desa relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja pertanian.
Berdasarkan kelompok rumahtangga non pertanian di kota, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Perkebunan akan memberikan pengaruh global
terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan atas di kota relatif lebih besar, yaitu sebesar 12.80 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga
golongan rendah dan penerima pendapatan masing-masing sebesar 11.80 dan 5.50 rupiah. Perbedaa lain dari ketiga kelompok rumahtangga non pertanian di
kota tersebut adalah terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Perkebunan akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap
peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di kota melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian adalah sebesar 2.60 rupiah, relatif lebih
besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di kota, yaitu masing-masing sebesar 0.20 dan
0.10 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 2.10 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok
rumahtangga penerima pendapatan di kota, yaitu sebesar 1.50 rupiah, namun relatif lebih rendah dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga
golongan rendah di kota, yaitu sebesar 3.40 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan
pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor
produksi tenaga kerja pertanian, sedangkan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di kota relatif lebih besar
187
melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian dibandingkan dengan faktor produksi modal.
Gambar 15 menyajikan nilai-nilai yang menggambarkan pengaruh langsung yang berawal dari sektor Peternakan menuju masing-masing kelompok
rumahtangga tertentu. Kemudian besarnya pengaruh global dampak pengganda dengan pergerakan awal dari sektor Peternakan menuju masing-masing kelompok
rumahtangga tertentu dikemukakan pada Tabel 20. Berdasarkan Tabel 20 dapat dikemukakan bahwa pengaruh global dari
sektor Peternakan terhadap kelompok rumahtangga buruh tani adalah sebesar 0.228. Nilai tersebut memberikan arti bahwa apabila terjadi peningkatan
penerimaan Peternakan sebesar 100 rupiah akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 22.80 rupiah.
Terdapat dua jalur yang dilalui dari Peternakan menuju kelompok rumahtangga buruh tani Gambar 15, Pertama, melalui faktor produksi
tenaga kerja pertanian yang memberikan tambahan pendapatan 81.50 persen terhadap kelompok rumahtangga buruh tani. Kedua, melalui faktor produksi
modal yang memberikan tambahan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 1.30 persen. Berdasarkan jalur tersebut, apabila terjadi peningkatan
penerimaan Peternakan sebesar 100 rupiah maka faktor produksi tenaga kerjapertanian dan modal mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan
pendapatan masing-masing sebesar 15.20 dan 70.50 rupiah, dan kelompok rumahtanga buruh tani mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan
pendapatan dari kedua faktor produksi tersebut masing-masing sebesar 15.90 dan 0.20 rupiah.
188
Injeksi terhadap sektor Peternakan juga berpengaruh terhadap pendapatan kelompok rumahtangga pengusaha pertanian dengan pengaruh global yang
0.021
0.001 0.009
PK
0.159 0.027
0.045
0.082
0.705 0.004
0.152 0.152
0.705 0.171
0.092 0.705
0.152 0.152
0.0609
0.705 0.002
0.007
TNK M
BT
0.030 0.101
TNK M
RD
0.032
TNK M
TNK M
PT TKP
TKP
TKP
TKP
0.009 0.152
0.034
0.705 0.012
0.040
TNK M
AD TKP
0.002 0.152
0.006
0.705 0.005
0.016
TNK M
PD TKP
0.002 0.152
0.007
0.705 0.021
0.071
TNK M
RK TKP
0.023 0.152
0.086
0.705 0.013
0.044
TNK M
AK TKP
Gambar 15. Structural Path pada Sektor Peternakan
Tabel 20. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada Sektor Peternakan
Jalur Awal Jalur
Tujuan Pengaruh
Global Jalur Dasar
Pengaruh Langsung
Pengganda Jalur
Pengaruh Total Persen
Peternakan TNK BT
0.228 TNK-TKP-BT
0.159 1.168
0.186 81.50
TNK-M-PT 0.002
1.478 0.003
1.30 PT
0.162 TNK-TKP-PT
0.045 1.235
0.055 34.10
TNK-M-PT 0.027
1.444 0.039
24.20 RD
0.169 TNK-TKP-RD
0.021 1.290
0.028 16.40
TNK-M-RD 0.030
1.477 0.044
26.00 PD
0.028 TNK-TKP-PD
0.002 1.179
0.002 6.70
TNK-M-PD 0.005
1.441 0.007
25.40 AD
0.070 TNK-TKP-AD
0.009 1.201
0.011 15.20
TNK-M-AD 0.012
1.443 0.017
24.60 RK
0.127 TNK-TKP-RK
0.002 1.277
0.002 1.80
TNK-M-RK 0.021
1.487 0.031
24.40 PK
0.056 TNK-TKP-PK
0.001 1.188
0.001 2.40
189
TNK-M-PK 0.009
1.441 0.013
23.90 AK
0.136 TNK-TKP-AK
0.023 1.219
0.027 20.20
TNK-M-AK 0.013
1.473 0.019
14.00
Sumber : SAM Propinsi Jawa Barat Tahun 2003 Diolah tergolong besar, yaitu sebesar 0.162. Seperti halnya kelompok rumahtangga buruh
tani, kelompok rumahtangga pengusaha pertanian menerima pengaruhnya juga melalui dua jalur. Apabila terdapat injeksi pendapatan sektor Peternakan sebesar
100 maka besar pengaruh langsung dari sektor Peternakan menuju kelompok rumahtangga pengusaha pertanian melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian
relatif lebih besar, yaitu sebesar 4.50 rupiah, dibandingkan melalui faktor produksi modal, yaitu sebesar 2.70 rupiah.
Terhadap kelompok rumahtangga non pertanian di desa, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Peternakan akan memberikan pengaruh global
terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan rendah di desa yang lebih besar, yaitu sebesar 16.90 rupiah, dibandingkan dengan kelompok
rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas masing-masing sebesar 2.80 dan 7.00 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga tersebut
terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Peternakan akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan
pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di desa melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian adalah sebesar 2.10 rupiah, relatif lebih besar
dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar 0.20 dan 0.10
rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 3.00 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga
penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar
190
0.50 dan 1.20 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan ketiga
kelompok rumahtangga non pertanian di desa relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja pertanian.
Berdasarkan kelompok rumahtangga non pertanian di kota, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Peternakan akan memberikan pengaruh global
terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan atas di kota relatif lebih besar, yaitu sebesar 13.60 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga
golongan rendah dan penerima pendapatan masing-masing sebesar 12.70 dan 5.60 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga non pertanian di
kota tersebut adalah terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Peternakan akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap
peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di kota melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian adalah sebesar 2.30 rupiah, relatif lebih
besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di kota, yaitu masing-masing sebesar 0.20 dan
0.10 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 1.30 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok
rumahtangga penerima pendapatan di kota, yaitu sebesar 0.90 rupiah, namun relatif lebih rendah dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga
golongan rendah di kota, yaitu sebesar 2.10 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan
pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor
191
produksi tenaga kerja pertanian, sedangkan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di kota relatif lebih besar
melalui faktor produksi tenaga kerja pertanian dibandingkan dengan faktor produksi modal.
Gambar 16 menyajikan nilai-nilai yang menggambarkan pengaruh langsung yang berawal dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menuju
masing-masing kelompok rumahtangga tertentu. Kemudian besarnya pengaruh global dampak pengganda dengan pergerakan awal dari sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu dikemukakan pada Tabel 21.
Berdasarkan Tabel 21 dapat dikemukakan bahwa pengaruh global dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran terhadap kelompok rumahtangga buruh
tani adalah sebesar 0.049. Nilai tersebut memberikan arti bahwa apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 100
rupiah akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 4.90 rupiah.
Terdapat dua jalur yang dilalui dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menuju kelompok rumahtangga buruh tani Gambar 16. Pertama,
melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya yang memberikan tambahan pendapatan 15.00 persen terhadap kelompok rumahtangga buruh tani. Kedua,
melalui faktor produksi modal yang memberikan tambahan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 11.10 persen. Berdasarkan jalur tersebut, apabila
terjadi peningkatan penerimaan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 100 rupiah maka faktor produksi tenaga kerja lainnya dan modal mendapatkan
192
pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-masing sebesar 17.40 dan 51.00 rupiah, sedangkan kelompok rumahtanga buruh tani mendapatkan
0.016 0.020
0.032 0.118
0.510 0.174
PHR TKL
M PK
0.032 0.182
0.510 0.174
0.051 0.101
PHR M
RD TKL
0.023 0.134
0.510 0.174
0.021 0.040
PHR M
AD TKL
0.002 0.014
0.510 0.174
0.008 0.016
PHR M
PD TKL
0.028 0.160
0.510 0.174
0.036 0.071
PHR M
RK TKL
0.053 0.306
0.510 0.174
0.022 0.044
PHR M
AK TKL
0.005 0.031
0.510 0.174
0.004 0.007
PHR M
BT TKL
0.010 0.056
0.510 0.174
0.047 0.092
PHR M
PT TKL
Gambar 16.
Structural Path pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Tabel 21. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Jalur Awal Jalur
Tujuan Pengaruh
Global Jalur Dasar
Pengaruh Langsung
Pengganda Jalur
Pengaruh Total Persen
Perdangan, Hotel BT
0.049 PHR-TKL-BT
0.005 1.375
0.007 15.00
Restoran PHR-M-BT
0.004 1.549
0.005 11.10
PHR PT
0.122 PHR-TKL-PT
0.010 1.374
0.013 10.80
PHR-M-PT 0.047
1.497 0.070
57.20 RD
0.173 PHR-TKL-RD
0.032 1.394
0.044 25.60
PHR-M-RD 0.051
1.518 0.078
45.10 PD
0.028 PHR-TKL-PD
0.002 1.323
0.003 11.70
PHR-M-PD 0.008
1.493 0.013
45.50 AD
0.084 PHR-TKL-AD
0.023 1.321
0.031 36.70
PHR-M-AD 0.021
1.487 0.031
36.40 RK
0.142 PHR-TKL-RK
0.028 1.382
0.038 27.10
PHR-M-RK 0.036
1.528 0.055
38.80 PK
0.074 PHR-TKL-PK
0.020 1.315
0.027 36.20
193
PHR-M-PK 0.016
1.486 0.024
32.30 AK
0.155 PHR-TKL-AK
0.053 1.330
0.071 45.80
PHR-M-AK 0.022
1.513 0.034
21.80
Sumber : SAM Propinsi Jawa Barat Tahun 2003 Diolah pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-masing sebesar 0.50 dan
0.40 rupiah. Injeksi terhadap sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran juga berpengaruh
terhadap pendapatan kelompok rumahtangga pengusaha pertanian dengan pengaruh global yang tergolong besar, yaitu sebesar 0.122. Seperti halnya
kelompok rumahtangga buruh tani, kelompok rumahtangga pengusaha pertanian menerima pengaruhnya juga melalui dua jalur. Apabila terdapat injeksi
pendapatan sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 100 maka besar pengaruh langsung dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menuju
kelompok rumahtangga pengusaha pertanian melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya relatif lebih besar, yaitu sebesar 0.50 rupiah, dibandingkan melalui faktor
produksi modal, yaitu sebesar 0.40 rupiah. Terhadap kelompok rumahtangga non pertanian di desa, adanya injeksi
sebesar 100 rupiah pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok
golongan rendah di desa yang lebih besar, yaitu sebesar 17.30 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan
atas masing-masing sebesar 2.80 dan 8.40 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga tersebut terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar
pengaruh langsung dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga
golongan rendah di desa melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya adalah
194
sebesar 3.20 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu
masing-masing sebesar 0.20 dan 2.30 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 5.10 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan
peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar 0.80 dan 2.10 rupiah. Selain
itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan
rendah dan penerima pendapatan di desa relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja lainnya,
sedangkan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di desa relatif lebih besar melalui faktor produksi tenaga kerja
lainnya dibandingkan dengan faktor produksi modal. Berdasarkan kelompok rumahtangga non pertanian di kota, adanya injeksi
sebesar 100 rupiah pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok
golongan atas di kota relatif lebih besar, yaitu sebesar 15.50 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan
masing-masing sebesar 14.20 dan 7.40 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga non pertanian di kota tersebut adalah terletak pada
besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan
pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di kota melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya adalah sebesar 5.30 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan
195
peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di kota, yaitu masing-masing sebesar 2.80 dan 2.00 rupiah. Kemudian
melalui faktor produksi modal adalah sebesar 2.20 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima
pendapatan di kota, yaitu sebesar 1.60 rupiah, namun relatif lebih rendah dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah
di kota, yaitu sebesar 3.60 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan
kelompok rumahtangga golongan rendah di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi modal dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja lainnya,
sedangkan pengaruh langsung peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di kota relatif lebih besar melalui faktor
produksi tenaga kerja lainnya dibandingkan dengan faktor produksi modal. Gambar 17 menyajikan nilai-nilai yang menggambarkan pengaruh
langsung yang berawal dari sektor Jasa-Jasa menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu. Kemudian besarnya pengaruh global dampak pengganda
dengan pergerakan awal dari sektor Jasa-Jasa menuju masing-masing kelompok rumahtangga tertentu dikemukakan pada Tabel 22.
Berdasarkan Tabel 22 dapat dikemukakan bahwa pengaruh global dari sektor Jasa-Jasa terhadap kelompok rumahtangga buruh tani adalah sebesar 0.065.
Nilai tersebut memberikan arti bahwa apabila terjadi peningkatan penerimaan sektor Jasa-Jasa sebesar 100 rupiah akan berdampak terhadap peningkatan
pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 6.50 rupiah.
196
Terdapat dua jalur yang dilalui dari sektor Jasa-Jasa menuju kelompok rumahtangga buruh tani Gambar 17. Pertama, melalui faktor produksi tenaga
kerja lainnya yang memberikan tambahan pendapatan 27.80 persen terhadap
0.005 0.052
0.032 0.118
0.154 0.444
JJ TKL
M PK
0.081 0.182
0.154 0.444
0.016 0.101
JJ M
RD TKL
0.059 0.134
0.154 0.444
0.006 0.040
JJ M
AD TKL
0.006 0.014
0.154 0.444
0.003 0.016
JJ M
PD TKL
0.071 0.160
0.154 0.444
0.011 0.071
JJ M
RK TKL
0.136 0.306
0.154 0.444
0.007 0.044
JJ M
AK TKL
0.014 0.031
0.154 0.444
0.001 0.007
JJ M
BT TKL
0.025 0.056
0.154 0.444
0.014 0.092
JJ M
PT TKL
Gambar 17.
Structural Path pada Sektor Jasa-Jasa Tabel 22. Pengaruh Global, Pengaruh Langsung dan Pengaruh Total pada
Sektor Jasa-Jasa
Jalur Awal Jalur
Tujuan Pengaruh
Global Jalur Dasar
Pengaruh Langsung
Pengganda Jalur
Pengaruh Total Persen
Jasa-Jasa JJ BT
0.065 JJ-TKL-BT
0.014 1.314
0.018 27.80
JJ-M-BT 0.001
1.554 0.002
2.60 PT
0.123 JJ-TKL-PT
0.025 1.327
0.033 26.50
JJ-M-PT 0.014
1.499 0.021
17.20 RD
0.215 JJ-TKL-RD
0.081 1.352
0.109 50.90
JJ-M-RD 0.016
1.522 0.024
11.00 PD
0.030 JJ-TKL-PD
0.006 1.262
0.008 26.10
JJ-M-PD 0.003
1.494 0.004
12.70 AD
0.118 JJ-TKL-AD
0.059 1.265
0.075 63.80
JJ-M-AD 0.006
1.488 0.009
7.90 RK
0.188 JJ-TKL-RK
0.071 1.332
0.094 50.20
197
JJ-M-RK 0.011
1.529 0.017
8.90 PK
0.106 JJ-TKL-PK
0.052 1.256
0.065 61.70
JJ-M-PK 0.005
1.487 0.007
6.80 AK
0.249 JJ-TKL-AK
0.136 1.270
0.172 69.20
JJ-M-AK 0.007
1.511 0.010
4.10
Sumber : SAM Propinsi Jawa Barat Tahun 2003 Diolah kelompok rumahtangga buruh tani. Kedua, melalui faktor produksi modal yang
memberikan tambahan pendapatan kelompok rumahtangga buruh tani sebesar 2.60 persen. Berdasarkan jalur tersebut, apabila terjadi peningkatan penerimaan
sektor Jasa-Jasa sebesar 100 rupiah maka faktor produksi tenaga kerja lainnya dan modal mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan masing-
masing sebesar 44.40 dan 15.40 rupiah, sedangkan kelompok rumahtanga buruh tani mendapatkan pengaruh langsung berupa tambahan pendapatan dari faktor
produksi tenaga kerja lainnya dan modal, yaitu masing-masing sebesar 1.40 dan 0.1 rupiah.
Injeksi terhadap sektor Jasa-Jasa juga berpengaruh terhadap pendapatan kelompok rumahtangga pengusaha pertanian dengan pengaruh global yang
tergolong besar, yaitu sebesar 0.123. Seperti halnya kelompok rumahtangga buruh tani, kelompok rumahtangga pengusaha pertanian menerima pengaruhnya
juga melalui dua jalur. Apabila terdapat injeksi pendapatan sektor Jasa-Jasa sebesar 100 maka besar pengaruh langsung dari sektor Jasa-Jasa menuju
kelompok rumahtangga pengusaha pertanian melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya relatif lebih besar, yaitu sebesar 2.50 rupiah, dibandingkan melalui faktor
produksi modal, yaitu sebesar 1.40 rupiah. Terhadap kelompok rumahtangga non pertanian di desa, adanya injeksi
sebesar 100 rupiah pada sektor Jasa-Jasa akan memberikan pengaruh global terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan rendah di desa yang lebih
198
besar, yaitu sebesar 21.50 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas masing-masing sebesar 3.00 dan 11.80
rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga tersebut terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Jasa-Jasa
akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah di desa melalui faktor produksi tenaga kerja
lainnya adalah sebesar 8.10 rupiah, relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di
desa, yaitu masing-masing sebesar 0.60 dan 5.90 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 1.60 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan
peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga penerima pendapatan dan golongan atas di desa, yaitu masing-masing sebesar 0.30 dan 0.60 rupiah. Selain
itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan pendapatan ketiga kelompok rumahtangga non
pertanian di desa relatif lebih besar melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya dibandingkan dengan faktor produksi modal.
Berdasarkan kelompok rumahtangga non pertanian di kota, adanya injeksi sebesar 100 rupiah pada sektor Jasa-Jasa akan memberikan pengaruh global
terhadap peningkatan pendapatan kelompok golongan atas di kota relatif lebih besar, yaitu sebesar 24.90 rupiah, dibandingkan dengan kelompok rumahtangga
golongan rendah dan penerima pendapatan masing-masing sebesar 18.80 dan 10.60 rupiah. Perbedaan lain dari ketiga kelompok rumahtangga non pertanian di
kota tersebut adalah terletak pada besarnya pengaruh langsung. Besar pengaruh langsung dari sektor Jasa-Jasa akibat injeksi pendapatan 100 rupiah terhadap
199
peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan atas di kota melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya adalah sebesar 13.60 rupiah, relatif lebih
besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga golongan rendah dan penerima pendapatan di kota, yaitu masing-masing sebesar 7.10 dan
5.20 rupiah. Kemudian melalui faktor produksi modal adalah sebesar 0.70 rupiah, juga relatif lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok
rumahtangga penerima pendapatan di kota, yaitu sebesar 0.50 rupiah, namun relatif lebih rendah dibandingkan peningkatan pendapatan kelompok rumahtangga
golongan rendah di kota, yaitu sebesar 1.10 rupiah. Selain itu dapat dikemukakan bahwa dampak injeksi tersebut akan memberikan pengaruh langsung peningkatan
pendapatan ketiga kelompok rumahtangga non pertanian di kota relatif lebih besar melalui faktor produksi tenaga kerja lainnya dibandingkan dengan faktor produksi
modal.
6.5. Ringkasan