33 penawaran output untuk sektor-sektor lain industri pertanian, di samping ada
yang digunakan sendiri oleh sektor pertanian ini, disebut keterkaitan ke depan forward linkage. Dengan demikian kedua aspek inilah dikenal sebagai efek
keterkaitan antar industri interindustry linkage effect yang mengarah ke belakang dan ke depan.
Selain itu, pembangunan sektor pertanian akan meningkatkan penyediaan kesempatan kerja dan pendapatan di sektor pertanian, yang selanjutnya
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang konsumsi yang dihasilkan sektor lain. Keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang tersebut merupakan
dorongan untuk meningkatkan produktivitas dan akhirnya meningkatkan tabungan disektor pertanian. Hubungan inilah dikenal sebagai efek keterkaitan
ketenagakerjaan employment linkage effect dan efek keterkaitan penciptaan pendapatan income generation linkage effect.
2.4. Distribusi Pendapatan
Suatu studi untuk melihat berhasil tidaknya pembangunan ekonomi saat ini, tidaklah cukup hanya diukur berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi dan
kenaikan pendapatan per kapita saja. Apalah artinya jika pertumbuhan ekonomi tinggi dan pendapatan per kapita meningkat, namun distribusi pendapatan yang
terjadi tidak merata, dimana penduduk kaya yang berjumlah sedikit lebih banyak menikmati kenaikan pendapatan tersebut, sedangkan penduduk miskin yang
jumlahnya lebih banyak hanya sedikit menerima pendapatan. Dengan kata lain, dalam kondisi ketimpangan semacam itu penduduk yang merasakan kenaikan
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita tersebut hanyalah penduduk kaya yang jumlahnya sedikit, sementara penduduk miskin yang jumlah lebih
34 banyak tidak mengalami perbaikan pendapatan. Sehubungan dengan itu
pemahaman mengenai distribusi pendapatan ini sangat penting, terutama sekali bila ingin mengkaji keberhasilan suatu pembangunan ekonomi.
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan distribusi pendapatan sampai sekarang masih menjadi kontroversi. Di satu pihak, ada yang
berpendapat bahwa keduanya saling bertentangan trade off, tetapi di pihak lain ada yang berpendapat sebaliknya. Menurut Wie 1983 banyak ekonom
beranggapan bahwa antara pertumbuhan ekonomi yang pesat dan pembagian pendapatan terdapat suatu kondisi trade off yang membawa implikasi kepada
pemerataan dalam pembagian pendapatan hanya dapat dicapai jika laju pertumbuhan ekonomi diturunkan. Gejala lain yang mencemaskan adalah bahwa
pembangunan ekonomi yang mengutamakan proses industrialisasi yang pesat, khususnya industrialisasi yang padat modal menyebabkan peningkatan dalam
pengangguran terutama di daerah perkotaan di mana terpusat sebagian terbesar industri-industri yang baru didirikan. Pada gilirannya kondisi ini akan
menunjukkan adanya tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan. Adelman dan Morris 1973 dalam Arsyad 1999 mengemukakan delapan
penyebab ketidakmerataan distribusi pendapatan sebagai berikut : 1. Pertambahan penduduk yang tinggi sehingga mengakibatkan menurunnya
pendapatan per kapita. 2. Inflasi
3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah 4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek padat modal capital
intensive. 5. Rendahnya mobilitas sosial
35 6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan
harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.
7. Memburuknya nilai tukar term of trade bagi negara-negara berkembang dengan negara-negara maju sebagai akibat ketidakelastisitasan permintaan
negara-negara terhadap barang-barang ekspor negara berkembang. 8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat.
Pembicaraan mengenai distribusi pendapatan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua, yakni distribusi pendapatan fungsional dan distribusi
pendapatan antar rumahtangga. Konsep distribusi pendapatan fungsional berusaha menjelaskan pembagian pendapatan yang diterima oleh masing-masing faktor
produksi, misalnya antara pendapatan yang diterima pekerja, pemilik modal dan kekayaan. Konsep ini mengacu pada teori keseimbangan Neo-klasik, yang
diturunkan dari solusi pasar persaingan sempurna Yotopoulus and Nuggent, 1976.
Pada prinsipnya distribusi pendapatan dengan pendekatan fungsional dapat dijabarkan dengan menggunakan fungsi produksi, seperti :
Y = f K , L dimana Y adalah output fisik, K adalah kapital, dan L adalah tenaga kerja.
Melalui derivasi persamaan [1] akan diperoleh produk marginal faktor produksi tenaga kerja MP
L
dan produk marginal faktor produksi kapital MP
K
. Dengan mengetahui besamya MP
L
dan MP
K
akan dapat ditentukan pembagian pendapatan atau output fisik yang dihasilkan oleh masing-masing faktor produksi menurut
Tingkat Upah S
L
R
36 harga pasar. Gambar 4 memberikan suatu ilustrasi yang sederhana mengenai
distribusi pendapatan dengan pendekatan fungsional. Anggaplah sekarang hanya ada dua faktor produksi, yaitu modal dan
tenaga kerja. Dengan kurve penawaran tenaga kerja Neo-klasik, S
L
, dan kurve permintaan tenaga kerja, D
L
, maka tingkat upah pada keseimbangan pasar tenaga kerja adalah sebesar 0W, dan tingkat pekerjaan sebesar 0L. Jumlah output
nasional digambarkan dengan daerah 0REL. Pendapatan nasional ini kemudian dibagi dalam dua bagian, yaitu : 0WEL untuk tenaga kerja dalam bentuk upah
dan WRE
Gambar 4. Distribusi Pendapatan Dengan Pendekatan Fungsional Sumber : Todaro 2000
merupakan keuntungan pemiliki modal. Disini kelihatan bagaimana pendapatan nasional itu dibagi-bagi menurut fungsi upah dan modal.
Kelemahan yang sering dijumpai dengan pendekatan ini terletak pada asumsi yang menyertainya. Misalnya, asumsi adanya pasar persaingan sempuma,
Tingkat Pekerjaan
37 motif mendapatkan keuntungan maksimum, penalaran dan informasi sempuma.
Asumsi-asumsi tersebut sangat mudah diungkapkan dalam teori, namun dalam kenyataannya sangat sulit dijumpai Insukrindo, 1990.
Distribusi pendapatan
antar rumahtangga dapat dikelompokkan menjadi
dua yaitu distribusi pendapatan absolut atau mutlak dan distribusi pendapatan relatif. Konsep yang disebut pertama berkaitan dengan proporsi jumlah rumah
tangga yang pendapatannya dapat mencapai suatu tingkat tertentu atau lebih kecil dari itu, dan biasanya dikaitkan dengan jumlah penduduk yang berada dibawah
garis kemiskinan relatif atau absolut. Sedangkan distribusi pendapatan relatif menunjukkan perbandingan pendapatan yang diterima oleh berbagai kelas
penerima pendapatan. Pada umumnya pembicaraan mengenai distribusi pendapatan lebih ditekankan pada pengertian atau konsep distribusi pendapatan
relatif. Misalkan, 40 penduduk berpendapatan rendah menerima 17 dari jumlah pendapatan. Baik jumlah pendapatan yang diterima maupun jumlah
penduduk, kedua-duanya dinyatakan dalam bentuk persentase Esmara, 1996. Selain distribusi pendapatan antar rumah tangga, distribusi pendapatan
relatif bisa juga dikaji dengan tolok ukur lain, misalnya distribusi menurut sumber pendapatan, menurut kelompok, menurut klasifikasi pekerjaan atau menurut jenis
pekerjaan. Meskipun distribusi antar perorangan atau rumah tangga adalah salah satu yang terpenting ditinjau dari segi kesejanteraan, klasifikasi lain mungkin
lebih penting ditinjau dari segi kebijakan Gemmell, 1994.
2.5. Strategi Pembangunan Ekonomi