Strategi Industri Strategi Pembangunan Ekonomi

44 Selanjutnya Gillis et. al. 1992 menyatakan bahwa berbagai intervensi yang dilakukan pemerintah dalam mensukseskan strategi IPE. Intervensi tersebut cenderung menyuburkan perilaku rent–seeking dan menimbulkan distorsi seperti yang ditimbulkan oleh strategi ISI. Disamping itu, intervensi pemerintah cenderung menyebabkan high cost economic perekonomian biaya tinggi dan hanya sedikit prospek industri kompetitif secara internasional yang terbentuk.

2.5.4. Strategi Industri

Berbasis Pertanian ADLI Agricultural demand-led industrialization strategy ADLI, strategi industri berbasis pertanian berperan penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian melalui inovasi teknologi dan peningkatan investasi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat di pedesaan. Strategi ini dianjurkan karena produktif dan secara kelembagaan terkait dengan perekonomian secara keseluruhan, stimulasi pertanian pangan menghasilkan insentif pangan yang kuat meningkatkan permintaan konsumen rumahtangga perdesaan dan insentif penawaran meningkatkan suplai pangan tanpa meningkatkan harga. Insentif-insentif ini mampu mengendalikan perluasan industri. Strategi ini berawal dari kebijakan- kebijakan pertumbuhan ekonomi terdahulu, yaitu strategi ISI dan IPE Adelman, 1984 dalam Adelman, 1995 dan Kasryno dan Stepanek, 1985. Dalam strategi ADLI, perbaikan produktivitas lahan pertanian berdampak pada sejumlah pasar. Pertama, perbaikan ini menstimulus permintaan input-input antara seperti pupuk, bibit unggul dan pestisida dan barang-barang kapital baru seperti peralatan irigasi baru dan infrastuktur serta meningkatkan permintaan tenaga kerja. Investasi di sektor pertanian mampu menciptakan kesempatan kerja di sektor non pertanian tergantung pada kekuatan keterkaitan ke belakang sektor 45 pertanian dan pembagian suplai antara produksi domestik dan impor. Peningkatan produktivitas meningkatkan kesempatan kerja bagi penggarap tanah, apabila inovasi dalam meningkatkan produktivitas lahan menggunakan metode pertanian yang padat tenaga kerja Adelman, 1984 dalam Adelman, 1995 dan Kasryno dan Stepanek, 1985. Kedua, apabila tren pengeluaran rata-rata dari rumahtangga pertanian kecil dan menengah lebih besar dari pemilik lahan, maka tambahan pendapatan kelompok rumahtangga tersebut terutama lebih banyak dibelanjakan pada komoditas-komoditas non pertanian dan jasa. Barang dan jasa ini meliputi tekstil, pangan olahan, jasa persorangan, pendidikan dan lainnya. Karena strategi ini memberi efek terhadap pertumbuhan dan kesempatan kerja, keterkaitan konsumsi rumahtangga perdesaan merupakan kunci dari sisi permintaan yang mengendalikan industrialisasi di negara-negara sedang berkembang yang berpendapatan rendah Kasryno dan Stepanek, 1985. Haggblade, Hazell dan Brown 1989 dalam Djaimi 2006 menyatakan bahwa untuk negara-negara berpendapatan rendah seperti Asia Selatan dan sub-Saharan Afrika, imbas perluasan sektor pertanian memberikan efek positip terbesar terhadap kesempatan kerja melalui pengeluaran rumahtangga perdesaan pada barang-barang dan upah non pertanian. Mereka juga melaporkan bahwa keterkaitan konsumsi memberikan efek multiplier sebesar 60-80 persen dari total multiplier pertumbuhan pertanian di negara-negara tersebut. Ketiga, peningkatan penawaran pertanian memastikan upah nominal tidak meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa perluasan industri domestik tidak menyebabkan terjadinya inflasi Medani, 1985. Dengan demikian keuntungan industri terjamin, upah nominal yang rendah memberikan imbas terhadap kesempatan kerja dalam menghasilkan barang-barang nontradable dan 46 jasa yang padat tenaga kerja. Besaran dari efek kesempatan kerja tidak langsung mendorong industri dari sisi penawaran. Ada tiga implikasi kebijakan dalam penerapan strategi ADLI. Pertama, dalam rangka membangun tingkat pertumbuhan produksi pertanian yang kuat, sangat penting memperluas investasi dalam bentuk fisik dan infrastruktur kelembagaan. Ini termasuk investai dalam riset budidaya dan diseminasinya, investasi sosial perdesaan dan jasa pendidikan, serta investasi pemasaran dan jaringan transportasi. Kedua, para perencana harus menghilangkan unsur-unsur perdagangan yang menyebabkan kerusakan pertanian berupa penghisapan peningkatan surplus perdesaan potensial. Ketiga, para perencana seharusnya membangun suatu kebijakan perdagangan terbuka. De Janvry dan Sadaulet 1986 mendemonstrasikan manfaat efek peningkatan suplai pangan dalam mengurangi pengeluaran impor pangan pada negara-negara sedang berkembang berpendapatan rendah. Pengurangan impor pangan akan mengendurkan pertukaran luar negeri untuk membeli barang-barang kapital impor. Hal ini akan menyebabkan harga barang-barang konsumsi non pertanian yang inelastis meningkat. Peningkatan harga barang-barang konsumsi non pertanian menyebabkan permintaan pangan menurun, selanjutnya mengurangi keuntungan petani. Dalam jangka panjang, pengurangan keuntungan pertanian pangan akan membatasi permintaan agregat, menyebabkan strategi ADLI menjadi kolap. Selanjutnya strategi ADLI tergantung pada asumsi bahwa elastisitas pendapatan rumahtangga perdesaan dan elastisitas harga dari penawarannya terhadap barang-barang non-tradables padat tenaga kerja tinggi. Jika elastisitas- elastisitas ini rendah, maka keberhasilan strategi ADLI dalam jangka panjang 47 tidak terjamin. Oleh karenanya, pengembangan ekonomi terbuka menjadi kekuatan untuk mendukung industrialisasi melalui ekspor produk primer dan pertanian De Janvry dan Sadoulet, 1986 dan Adelman dan Vogel, 1991. Berdasarkan uraian tentang strategi ADLI di atas dapat dinyatakan bahwa strategi tersebut menyajikan strategi pembangunan perdesaan yang memanfaatkan kekuatan permintaan rumahtangga perdesaan dalam rangka meningkatkan produksi barang dan jasa non pertanian secara domestik yang padat tenaga kerja. Peningkatan produksi barang dan jasa tersebut secara simultan meningkatkan penawaran pertanian melalui inovasi teknologi. Ekonomi di Propinsi Jawa Barat sebagaimana telah dikemukakan pada bab terdahulu menunjukkan bahwa sektor Industri Pengolahan adalah sektor yang masih memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB dan output yang dipasarkan lebih berorientasi ekspor menurut data BPS Jabar tahun 2004 disebutkan bahwa sampai tahun 2002 produk unggulan yang menjadi andalan untuk memperoleh devisa adalah subsektor industri pengolahan, yaitu mesin dan alat pengangkutan, hasil industri menurut bahan dan hasil industri lainnya. Oleh karenanya, pilihan strategi IPE bagi pengembangan ekonomi privinsi Jawa Barat ke depan nampaknya masih dianggap relevan. Namun demikian perlu dikaji lebih lanjut apakah kebijakan tersebut menjadi tepat.

2.6. Model Ekonomi Keseimbangan Umum