BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi adalah keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan,
budaya populer, dan bentuk interaksi yang lain, sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit Ringgar Maharani, dkk, 2012: 1. Era
globalisasi merupakan era perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan manusia. Perubahan yang sangat cepat di era globalisasi
tidak lain disebabkan oleh faktor teknologi. Manusia pun dapat melakukan segala hal dengan cara yang lebih praktis dan cepat. Hal tersebut tentunnya
membawa dampak yang vital bagi pola hidup manusia. Era globalisasi tersebut telah memunculkan suatu gaya hidup yang di
kenal sebagai gaya hidup modern. Naisbitt dan Abdurdene Poernomo Setiadi, 2004: 201 mengatakan era globalisasi memungkinkan tumbuhnya
gaya hidup global. Hal ini terlihat dengan banyaknya rumah makan yang menyediakan beragam masakan, gaya berpakaian, kosmetik, aksesoris dan
pernak-pernik. Kondisi ini dapat mengubah kebiasaan dan gaya hidup masyarakat
munuju ke arah yang cenderung terlalu berlebihan yang pada akhirnya akan menyebabkan pola hidup cenderung menjadi perilaku konsumtif. Menurut
Lina dan Rosyid 1997: 7 perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai kehidupan mewah yang cenderung berlebihan, penggunaan pada segala
sesuatu yang dianggap mahal yang memberikan kepuasan dan kenyamanan
1
fisik semata. Lubis Sumartono, 2002: 117 mendefinisikan perilaku konsumtif sebagai suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada
pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang tidak rasional lagi. Sedangkan Awaliyah, dkk, 2008: 72
mengartikan perilaku konsumtif sebagai gaya hidup yang suka membelanjakan uang dalam jumlah besar. Berdasarkan hasil penelitian AC
Nielsen Heppy Trenggono, 2011 diketahui bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara terkonsumtif di dunia, sedangkan peringkat
pertama adalah dimana 60 konsumen yang banyak berbelanja di Negara ini adalah warga Indonesia gatra.com, 09112011.
David Chaney Novita, 2008: 16 menjelaskan masyarakat konsumen tumbuh beriringan dengan sejarah globalisasi ekonomi dan transformasi
kapitalisme konsumsi yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan. Hal tersebut bisa dilihat dari marak atau menjamurnya restoran-restoran siap
saji seperti Kentucky Fried Chicken, Olive Chicken, Popye Chicken Mister Burger, munculnya kafe-kafe, serta maraknya pembangunan swalayan dan
Departement Store. Semakin banyaknya fasilitas tersebut mempermudah masyarakat mencari dan membeli barang-barang yang mereka inginkan.
Imam Hoyri Shohibullana 2014: 47 mengatakan setiap orang memiliki hal atau keinginan yang berbeda-beda, dan dari keinginan tersebutlah orang akan
melakukan hal yang berbeda-beda pula untuk mendapatkan apa yang ia inginkan tersebut. Perilaku-perilaku yang selalu mengikuti trend fashion, dan
tuntutan sosial cenderung menimbulkan pola konsumsi yang berlebihan. Hemphill Suk dalam Rezi Suci Agustia, 2012 mengatakan bahwa fashion
2
selalu berubah, perkembangan fashionakan selalu berjalan. Hal tersebut akan terus menuntut rasa tidak puas dengan apa yang dimilikinya, dan mendorong
untuk selalu mengkonsumsinya karena takut ketinggalan. Perilaku yang berlebihan inilah yang disebut dengan perilaku konsumtif.
Masa remaja merupakan fase perkembangan yang sangat mencolok baik secara fisik, psikologis, sosial dan moral. Awal masa remaja berlangsung
dari usia 13-16 tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia 17-18 tahun, yaitu usia matang secara hukum. Menurut Hurlock 1994:208 salah satu ciri
dari masa remaja adalah masa mencari identitas, dimana seorang remaja mencari jati dirinya. Masa ini seorang remaja mulai mendambakan identitas
diri dan tidak puas lagi ketika dirinya menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, sehingga akibatnya remaja berusaha menampilkan diri
mereka agar menarik perhatian masyarakat. Dyne Herlina 2013: 36 mengatakan bahwa kelompok remaja
memiliki karakter yang unik karena mereka sedang berada dalam usia perkembangan fisik dan emosional yang pesat. Menurut Wee Dyna Herlina,
2013: 36 ada beberapa karakter remaja yang dapat diringkas sebagai berikut : 1. Mereka sedang beradaptasi dengan kedewasaan secara fisik
termasuk diantaranya hasrat seksual dan kekuatan fisik. 2. Mereka mengalami perasaan transisi antara masa kanak-kanak
yang masih tergantung pada orang dewasa dengan perasaan ingin mandiri dari orang dewasa.
3. Kelompok teman sebaya menjadi sangat penting, mereka berusaha menyesuaikan pendapat dan nilai-nilai agar diterima.
Seorang remaja yang berada dalam suatu kelompok pertemanan akan memiliki suatu bentuk komitmen yang sama-sama dimengerti dalam
kelompok tersebut. Mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk meniru
3
agar terlihat sama dengan teman-temannya yang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Panut Panuju dan Ida Umami 2005: 153 remaja akan
meniru tingkah laku, pakaian, sikap dan tindakan teman-temannya dalam satu kelompok.
Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri namun
perilaku konsumtif remaja menjadi permasalahan psikologis yang berbahaya ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja pada umumnya
dilakukan secara berlebihan. Sebagaimana pepatah mengatakan ‘lebih besar pasak daripada tiang’ berlaku di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh remaja
di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana yang menyebabkan banyak orang tua mengeluh saat anaknya mulai memasuki usia sekolah
terutama menengah pertama. Keadaaan tersebut menunjukkan perilaku membeli yang ditunjukkan
remaja tidak lagi dilakukan karena suatu kebutuhan, melainkan karena alasan- alasan lain seperti sekedar mengikuti arus mode, mencoba produk baru, ingin
memperoleh pengakuan sosial, bahkan demi harga diri remaja. Hal ini sejalan dengan pendapat Sarwono Farida, 2006: 40 yang menjelaskan perilaku
konsumtif biasanya dipengaruhi oleh faktor emosi daripada rasio, karena pertimbangan-pertimbangan dalam membuat keputusan untuk membeli suatu
produk lebih menitikberatkan pada status sosial, mode, dan kemudahan daripada pertimbangan ekonomis. Hal tersebut kurang baik bagi remaja
karena dengan itu mereka akan membeli barang yang menurut mereka bagus
4
tetapi tidak melihat apakah keuangan mereka mencukupi dan apakah keuntungan dari barang itu.
Kaum remaja mempunyai kepekaan terhadap apa yang sedang “in”. Remaja cenderung mengikuti mode yang sedang beredar, sedang mode itu
sendiri terus menuntut rasa tidak puas pada konsumen yang memakainya sehingga mendorong konsumen untuk terus mengkonsumsinya karena takut
dibilang ketinggalan jaman. Akibatnya, para remaja tidak memperhatikan kebutuhannya ketika membeli barang. Hal tersebut senada dengan pendapat
Sumartono 2002: 110 secara kasat mata beberapa remaja yang larut dalam pembiusan keadaan hanya sekedar ingin memperoleh legitimasi modern atau
setidaknya mereka senang apabila stempel kuno atau ketinggalan jalan tidak diberikan kepada mereka.
Sekarang ini berbagai macam produk ditawarkan pada konsumen remaja. Produk-produk ini bukan hanya barang yang dapat memuaskan
kebutuhan seseorang, tetapi terutama produk yang dapat memuaskan kesenangan konsumen. Informasi mengenai produk, baik melalui iklan,
promosi langsung berkembang semakin bervariasi, gencar dan menggunakan teknologi mutakhir yang sangat canggih, hal inilah yang merupakan salah
satu faktor timbulnya perilaku konsumtif remaja. Tambunan 2001: 1 mengatakan remaja bagi produsen adalah salah
satu pasar yang sangat potensial alasannya karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Di samping itu, remaja biasanya mudah terbujuk
rayuan iklan, ikut-ikutan teman, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen
5
untuk memasuki pasar remaja. Manajer pemasaran selalu tertarik pada remaja karena remaja membeli begitu banyak produk. Minat remaja semakin hebat
pada tahun-tahun belakangan ini karena jumlah usia remaja semakin besar. Perilaku konsumif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup
sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi orang- orang dengan gaya hidup konsumtif. Dalam teori Maslow apabila kebutuhan
tidak dapat terpenuhi maka akan menjadi masalah besar. Tetapi ketika kebutuhan tersebut menjadi sebuah keinginan menjadi perilaku konsumtif.
Teori Maslow berpesan bahwa, jika kita belum mampu memenuhi kebutuhan fisik, lupakanlah keinginan untuk memuaskan kebutuhan harga diri. Masalah
terbesar terjadi apabila pencapaian tingkat keuangan itu dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat misalnya mencuri ataupun melakukan
tindakan yang dilarang hanya untuk mendapatkan uang untuk memenuhi keinginannya. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak
ekonomi, tetapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika. Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat perilaku konsumtif di
kalangan remaja merupakan salah satu fenomena yang sedang marak terjadi terutama peserta didik yang bersekolah dan tinggal di kota-kota besar yang
sebenarnya belum memiliki kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu dampak negatif yang ditimbulkan cukup
memprihatinkan banyak kalangan. SMP Negeri 3 Muntilan merupakan Sekolah Standar Nasional
SSN.Letak SMP Negeri 3 berada di pinggir Kabupaten Magelang yaitu berada di Kecamatan Muntilan, yang merupakan Kecamatan yang tergolong
6
besar dan maju.Hal ini ditandai dengan adanya pusat perbelanjaan yang ramai, restoran, salon, butik aneka jasa dan aneka warung makanan.Karena
letak SMP Negeri 3 yang berada di keramaian membuat para siswa terbiasa dengan aneka toko-toko dan pusat perbelanjaan yang kemudian menarik
perhatian dan mendorong siswa-siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Muntilan khususnya untuk berperilaku konsumtif.
Kenyataan di lapangan menunjukkan terdapatnya perilaku konsumtif siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Muntilan berdasarkan hasil wawancara
dengan koordinator guru pembimbing di SMP Negeri 3 Muntilan.Guru pembimbing mengemukakan bahwa gejala perilaku konsumtif siswa
diantaranya yaitu selalu berganti-ganti aksesoris, terlalu sering jajan di sekolah, kurang bisa mengendalikan diri untuk menekan keinginannya untuk
membeli sesuatu dan, sering mengikuti gaya trend saat ini wawancara, 12 Januari 2015. Hal ini diperkuat data hasil wawancara dan penyebaran angket
MLM Media Lacak Masalah pada kelas VIII A yang direkomendasikan oleh guru pembimbing bahwa kelas tersebut sebagian besar boros dan yang
menampilkan sering berganti-ganti aksesoris. Selain itu didasari hasil analisis angket kelas VIII A yang mengalami masalah borosada 71 dari jumlah
siswapembagian angket MLM, 30 Januari 2015. Dari hasil wawancara siswa diambil beberapa sebagai sampel. Ada seorang siswa yang
seringberganti-ganti jam tangan dansebagai koleksinya. Jam tangan tersebut juga dipinjamkan pada teman lainnya. Sebagian siswa juga boros dalam
pemakaian pulsa dan sering jajan makanan di kantin. Beberapa siswa laki-laki
7
mengatakan sering bermain game online di warnet dan playstation wawancara, 30 Januari 2015.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti di SMP Negeri 3 Muntilan di kelas VIII A gejala yang muncul berkaitan dengan perilaku
konsumtif siswa antara lain: memakai aksesoris yang berlebihan dan berganti- ganti setiap kali datang ke sekolah, mempunyai kebiasaan jajan di kantin
sekolah yang terlalu sering setiap kali jam istirahat maupun pergantian jam ataupun jam pulang sekolah, berganti-ganti perlengkapan sekolah seperti tas,
sepatu, jam tangan, dan berpenampilan sesuai dengan apa yang sedang menjadi trend saat ini. Siswa mempunyai handphone seri terbaru dan
pemakaian pulsa yang relatif boros yang peneliti ketahui dari hasil wawancara beberapa siswa.
Berdasarkan hasil wawancara siswa mengatakan bahwa pemborosan pembelian pulsa dikarenakan mereka sering menggunakan untuk internetan
yang tidak dapat terkontrol seperti untuk bermain game online, chattingan, maupun youtube untuk menonton drama Korea Selain itu jam tangan
merupakan barang koleksi bagi mereka, ketika ada jam yang sedang trend pada saat ini maka siswa akan membelinya. Berdasarkan pengamatan peneliti
di kelas siswa bahkan menunjukkan jam koleksinya. Berdasarkan observasi bahwasannya siswa ketika pergantian jam sering ke kantin bahkan pada
isitirahat pertama siswa sudah menghabiskan uang saku 7000 rupiah. Melihat fenomena dan permasalahan mengenai perilaku konsumtif
siswa tersebut, sekolah selama ini belum melakukan upaya yang serius dalam menangani masalah perilaku konsumtif. Faktor penyebab belum teratasinya
8
masalah perilaku konsumtif yaitu keterbatasan guru pembimbing dalam melayani masalah siswa. Guru BK mengatakan bahwa kelas VIII hanya
diampu oleh 1 guru pembimbing. Guru BK mengatakan bahwa dahulu pernah mengadakan tabungan kelas dan tiap minggunya disetorkan ke guru BK.
Kegiatan tersebut hanya berjalan 3 bulan sebelum studytour, setelah studytour siswa tidak melanjutkan kegiatan tersebut. Kegiatan tersebut dilakukan ketika
bimbingan klasikal. Namun hal tersebut dirasa kurang mampu menurunkan perilaku konsumtif siswa. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik bimbingan
yang mampu menarik perhatian siswa dan tidak membosankan namun dapat membuat siswa nyaman pada saat pemberian bimbingan.
Guru BK dan Peneliti memandang masalah perilaku konsumtif ini harus segera ditangani. Hal ini mengingat perilaku konsumtif sudah dalam
taraf mengkhawatirkan dan mengingat perilaku konsumtif dapat sebagai dasar perkembangan selanjutnya. Salah satu layanan bimbingan dan konseling yang
dapat dimanfaatkan untuk menangani permasalahan ini adalah layanan konseling kelompok.
Guru BK dan Peneliti memandang konseling kelompok dapat memberikan dorongan, motivasi, kemudahan dalam pertumbuhan dan
perkembangan individu, sehingga individu dapat membuat perubahan- perubahan dengan memanfaatkan potensi secara maksimal. Konseling
kelompok juga menitikberatkan pada interaksi antar anggota, anggota dengan pemimpin kelompok dan sebaliknya. Pengaruh anggota kelompok masih
sangat kuat dan lebih percaya dalam kelompoknya daripada dengan orang yang lebih tua.
9
Wibowo 2005: 33 menjelaskan bahwa konseling kelompok merupakan hubungan antar pribadi yang menekankan pada proses berpikir
secara sadar, perasaan-perasaan, dan perilaku anggota untuk meningkatkan kesadaran akan pertumbuhan dan perkembangan individu yang sehat.
Konseling kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah individu dengan memanfaatkan dinamika kelompok guna mengubah
perilaku konsumtif siswa dengan mendiskusikan permasalahan anggotanya dengan berbagai pendekatan.
Dinamika kelompok adalah suasana kelompok yang hidup, yang ditandai oleh semangat bekerjasama antar anggota kelompok untuk mencapai
tujuan kelompok. Dinamika interaksi sosial yang secara intensif terjadi dalam suasana kelompok akan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan
ketrampilan sosial pada umumnya, meningkatkan pengendalian diri, serta tenggang rasa. Melalui konseling kelompok, siswa yang berperilaku
konsumtif diharapakan menjadi sadar akan dampak dari perilaku konsumtifnya dan mampu membuat keputusan yang baik, mencapai jati diri
dan dapat mengaktualisasi diri kearah positif. Adapun kelebihan dari konseling kelompok menurut Budi Astuti
2012: 8-9 yaitu: 1 bersifat praktis, 2 anggota belajar berlatih perilaku yang baru, 3 kelompok dapat digunakan untuk belajar mengekspresikan
perasaan, perhatian dan pengalaman, 4 anggota belajar ketrampilan sosial dan belajar berhubungan antar pribadi secara lebih mendalam, dan 5
mendapat kesempatan diterima dan menerima di dalam kelompok.
10
Efektivitas konseling kelompok untuk mengatasi perilaku konsumtif pernah diuji di SMP Negeri 12 Semarang. Hasil penelitian Febrian 2011
menunjukkan tingkat perilaku konsumtif siswa di SMP Negeri 12 Semarang sebelum diberikan layanan konseling kelompok sebesar 66, 04 termasuk
dalam kriteria tinggi, tetapi setelah diberikan layanan konseling kelompok turun menjadi 48, 49. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka perilaku
konsumtif dapat diminimalkan melalui layanan konseling kelompok. Hasil penelitian lain konseling kelompok juga dapat menangani kecanduan game
online di SMP N 2 Krian. Hasil penelitian Radhesti Vitnalia 2013 menemukan bahwa penerapan konseling kelompok realita dapat digunakan
untuk membantu siswa dalam mengurangi kecanduan game online. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti mengajukan
sebuah judul penelitian yang selanjutnya diteliti di lapangan yaitu, “Mengurangi Perilaku Konsumtif Melalui Layanan Konseling Kelompok
Pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 3 Muntilan Tahun Ajaran 2014 2015.”
B. Identifikasi Masalah