Sikap dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembellian Daging Sapi Lokal dengan Daging Sapi Impor (Studi Kasus di Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta)

(1)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Subsektor peternakan memegang peranan yang strategis dalam perekonomian dan pembangunan sumberdaya manusia. Peranan strategis tersebut dapat dilihat dalam beberapa hal berikut, seperti penyedia protein hewani bagi masyarakat, peningkatan pendapatan peternak serta penyumbang pajak negara dan berkontribusi dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Karena peranan strategis itulah, produk-produk peternakan merupakan salah satu produk yang sangat penting dalam kehidupan (Ditjennak Jambi 2009).

Produk utama asal ternak yang sangat penting dalam memenuhi gizi masyarakat serta menjadi komoditas ekonomi yang strategis adalah daging, telur, dan susu. Dari ketiga produk pangan tersebut, komoditas daging khususnya daging sapi adalah salah satu dari lima komoditas strategis yang diharapkan akan mencapai swasembada pada tahun 2014 mendatang. Hal ini dikarenakan permintaan akan komoditas ini yang cenderung berfluktuasi setiap tahunnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan konsumsi rata-rata per kapita untuk daging cenderung tidak mengalami perubahan dari tahun 2009. Dari tabel juga dapat dilihat bahwa pertumbuhan konsumsi rata-rata yang paling besar ada di daging sapi. Peningkatan konsumsi daging yang cukup besar ini membuktikan bahwa daging sapi merupakan salah satu produk yang memiliki nilai perekonomian serta permintaan pasar yang tinggi.

Kebutuhan akan daging sangat erat kaitannya dengan suplai daging dari dalam negeri. Sejauh ini, tingginya permintaan daging dalam negeri masih belum diimbangi oleh suplai yang memadai. Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan produksi daging sapi nasional pada tahun 2010 mencapai 261.627 ton sementara menurut data dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) menyebutkan bahwa setiap tahun masyarakat Indonesia membutuhkan sekitar 350.000-400.000 ton daging sapi. Adanya kesenjangan antara permintaan dan pasokan inilah yang kemudian membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan impor daging sapi untuk memenuhi permintaan dalam negeri sehingga di pasaran terdapat dua pilihan daging sapi, yaitu daging sapi lokal dan daging sapi impor.


(2)

Tabel 1. Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Jenis Daging Segar, 2006-2010 (kg/kapita/tahun)

No Komoditi

Tahun Pertumbuhan 2010 dengan

2009 (%) 2006 2007 2008 2009 2010

Daging segar

1 Sapi 0,313 0,417 0,365 0,313 0,365 16,67 2 Kerbau 0,052 0,000 0,000 0,000 0,000 - 3 Kambing 0,052 0,052 0,052 0,000 0,000 - 4 Babi 0,261 0,261 0,209 0,209 0,209 0,00 5 Ayam (ras dan

kampung) 3,024 4,119 3,806 3,598 4,171 15,94 6 Unggas lainnya 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0,00 7 Daging lainnya 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0,00

Daging diawetkan

1 Abon 0,010 0,021 0,016 0,104 0,104 0,00 2 Lainnya 0,000 0,052 0,000 0,052 0,052 0,00

Lainnya

1 Hati 0,052 0,104 0,052 0,052 0,052 0,00 2 Jeroan selain hati 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0,00 3 Tetelan 0,104 0,104 0,052 0,052 0,052 0,00 4 Tulang 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0,00 5 Lainnya 0,052 0,052 0,052 0,052 0,052 0,00 Sumber : Susenas Badan Pusat Statistik dalam Kementrian Pertanian (2011)

Ada dua pola impor daging sapi yang berlaku, yaitu pola impor daging sapi berbasis zona (zonebased) dan berbasis negara (countrybased)1. Zonebased

memiliki arti pernyataan impor daging sapi bebas penyakit kuku dan mulut (PMK) ditentukan per wilayah dalam satu negara, sedangkan untuk countrybased

berarti pernyataan impor daging sapi bebas PMK ditentukan berdasarkan seluruh wilayah di negara pengimpor. Indonesia sendiri merupakan negara yang menganut pola impor sapi berbasis negara (countrybased), artinya selama ini impor daging yang dilakukan di Indonesia berasal dari negara-negara yang dinyatakan bebas sapi gila, PMK, dan penyakit-penyakit lainnya yang dapat membahayakan manusia. Oleh karena itu, negara yang selama ini menjadi negara pengimpor daging sapi di Indonesia adalah Australia dan Selandia Baru.


(3)

Tabel 2. Asal Daging Sapi Impor Negara Indonesia dan Tetangga Tahun 2007 Asal Daging

Negara Australia US NZ India

Amerika Selatan Indonesia 58% 0% 41% - -

Malaysia 5% 0% 0% 83% 7% Filipina 17% 3% 6% 52% 30% Singapura 26% 1% 12% - 61%

Thailand 67% 2% 21% - 4% Sumber: MLA (Meat and Livestock Australia) dalam food review (2011)2

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa jenis sapi lokal yang telah beradaptasi baik dengan lingkungan setempat dan telah secara turun temurun dipelihara oleh para peternak. Macam-macam sapi lokal tersebut adalah sapi Bali, Peranakan Ongole (PO), Sumba Ongole (SO), sapi Madura dan Aceh (Ditjennak 2010). Masing-masing sapi lokal ini memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan jenis sapi lain. Misalnya sapi Bali yang memiliki tulang yang terbilang kecil dibandingkan sapi jenis lain namun memiliki persentase daging yang lebih tebal atau sapi PO yang memiliki kualitas daging yang baik.

Ada beberapa perbedaan antara daging sapi lokal dengan daging sapi impor. Dari segi tekstur, daging sapi impor memiliki tekstur yang lebih lembut daripada daging sapi lokal. Perbedaan tekstur ini dikarenakan proses beternak yang lebih terjamin sehingga otot sapi impor tidak sekeras sapi lokal3. Sementara dari ketebalan dagingnya, daging sapi impor memiliki ketebalan daging yang lebih daripada daging sapi lokal4. Namun dilihat dari segi kepastian kehalalan, masyarakat jauh lebih mempercayai kehalalan daging sapi lokal dibandingkan daging sapi impor. Hal ini dikarenakan cara pemotongannya yang sudah disesuaikan dengan kaidah Islam dan terpantau oleh MUI setempat. Begitu juga dari segi kesegaran daging. Daging sapi impor biasanya dijual dalam bentuk daging beku, sementara daging sapi lokal banyak di jual dalam bentuk segar.

      

2 Syarif, H. Maret 2011. Asal Daging Sapi Impor Negara Indonesia dan Tetangga. Food Review 6 (3): hlm. 28

3 Puspitasari, A. 2012. Begini Cara Mengempukkan Daging Sapi.

http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/kuliner/11/11/14/lun7rd-begini-cara-mengempukkan-daging-sapi. [27 Februari 2012].

4 Sompotan, J. 2011. Iga Sapi versus Impor.


(4)

Semakin banyaknya pilihan jenis daging sapi serta keunggulan dari masing-masing jenis daging tersebut kemudian mengantarkan konsumen untuk dapat memilih daging mana yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka, apakah daging sapi lokal ataukah daging sapi impor. Sikap konsumen terkait kedua jenis daging ini menjadi penting untuk dipelajari lebih dalam lagi. Diharapkan dari hasil studi tentang sikap daging sapi lokal dengan daging sapi impor ini dapat memberikan pengetahuan kepada produsen akan jenis daging sapi yang lebih disukai oleh masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah

Daging sapi merupakan salah satu kebutuhan strategis masyarakat yang kebutuhannya saat ini banyak dipenuhi oleh pasokan dalam negeri dan impor. Hal ini dikarenakan produksi daging sapi lokal yang belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri sebanyak 350.000-400.000 ton daging sapi setiap tahunnya. Karena adanya kesenjangan antara permintaan dan suplai daging sapi inilah yang membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan impor daging sapi. oleh karena itu saat ini di pasaran terdapat dua pilihan daging sapi, yaitu daging sapi lokal dan daging sapi impor.

DKI Jakarta merupakan salah satu daerah dengan konsumsi daging sapi terbesar di Indonesia. Setiap tahunnya Jakarta membutuhkan daging sapi sebanyak kurang lebih 50.000 ton. Sayangnya daerah ini merupakan daerah yang ketersediaan daging sapinya tergantung dari luar Jakarta. Daerah pemasok daging sapi ke Jakarta adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali dan NTT. Hal ini disebabkan karena tidak ada peternakan sapi di daerah ini oleh sebab itu dari seratus persen daging sapi yang dijual di Jakarta, sebanyak 70 persennya merupakan daging sapi impor sementara sisanya merupakan daging sapi lokal.

Ketersediaan daging sapi lokal yang sedikit ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa masyarakat di daerah Jakarta lebih sering mengkonsumsi daging sapi impor dibandingkan daging sapi lokal. Hal ini dikarenakan jumlah daging sapi impor yang lebih banyak sehingga ada kekhawatiran masyarakat yang sudah terbiasaa mengkonsumsi daging sapi impor enggan beralih mengkonsumsi


(5)

Seiring peningkatan pendapatan masyarakat jumlah masyarakat golongan menengah pun juga semakin meningkat. Jika menggunakan indikator bank dunia maka rata-rata warga DKI Jakarta menurut data susenas yang dikeluarkan BPS merupakan masyarakat golongan menengah. Adanya peningkatan perekonomian membuat permintaan akan daging sapi berkualitas pun semakin meningkat. Kemudian jika masyarakat, khususnya warga Jakarta, dihadapkan pada dua jenis daging sapi, daging sapi lokal dengan daging sapi impor, beserta keunggulan-keunggulan dari masing-masing jenis daging sapi tersebut pilihan mana yang kemudian akan diambil oleh warga dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi mereka dalam memilih pilihan tersebut, itulah yang menjadi pembahasan utama dari penelitian ini.

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik responden daging sapi lokal dan impor di daerah penelitian?

2. Bagaimana sikap konsumen terhadap daging sapi lokal dengan daging sapi impor?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembelian konsumen terhadap daging sapi yang mereka pilih?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sikap konsumen terhadap daging sapi lokal dengan daging sapi impor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi karakteristik responden daging sapi lokal dan daging sapi impor di daerah penelitian.

2. Mengidentifikasi sikap konsumen untuk daging sapi lokal dengan daging sapi impor.

3. Mengidentifikasi pengaruh karakteristik konsumen dalam memilih daging sapi tersebut.


(6)

1.4. Manfaat Penelitian

A. Bagi pelaku usaha

Manfaat penelitian bagi pelaku usaha adalah memberikan informasi mengenai karakteristik konsumen daging sapi serta sebagai masukan kepada produsen daging sapi untuk mengembangkan produknya.

B. Bagi penulis

Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah sebagai bahan pembelajaran mengenai konsep perilaku konsumen, khususnya mengenai sikap daging sapi.


(7)

II. TINJAUAN

PUSTAKA

2.1 Pola Konsumsi Daging Sapi

Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia (Pramono 2001). Salah satu daging ternak yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah daging sapi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat sikap konsumen terhadap daging sapi yang ada di pasaran (Pahar 2008, Purba 2006, Dano 2004, Maharany 2002, Pramono 2001, Liyanah 2001, Curtis 2006, Umberger 2003 dan Tambunan 2001). Beberapa diantara penelitian tersebut menggarisbawahi pola konsumsi daging yang ada di masyarakat.

Dilihat dari pola konsumsi masyarakat, konsumen biasanya membeli daging sapi seminggu sekali bahkan kadang mereka membeli hingga sebulan sekali (Dano 2004 dan Maharany 2002). Alasan utama mereka membeli daging sapi tersebut adalah pemenuhan gizi (Pahar 2008 dan Pramono 2001) dan karena selera (Maharany 2002). Hal ini menandakan bahwa frekuensi pembelian daging sapi sangat bervariasi dan biasanya sangat dipengaruhi oleh selera konsumen.

Potongan daging yang paling banyak dibeli adalah daging has karena konsumen menilai daging ini lebih bersih, lebih padat dan tidak berlemak (Pramono 2001). Selain itu potongan daging ini juga lebih mudah untuk diolah menjadi berbagai masakan karena dagingnya yang lembut (Maharany 2002).

2.2 Atribut-atribut yang Diperhatikan Konsumen Ketika Membeli Daging Sapi

Daging sapi merupakan produk pangan yang cenderung meningkat permintaannya seiring dengan perkembangan ekonomi masyarakat. Selain perkembangan ekonomi, faktor-faktor lain yang juga mendukung peningkatan permintaan daging sapi adalah pertambahan penduduk, perbaikan tingkat pendidikan serta perubahan gaya hidup di masyarakat. Perkembangan-perkembangan di dalam masyarakat itulah yang kemudian membawa konsumen daging sapi pada suatu kebutuhan akan daging sapi ideal (Tambunan 2001).

Setiap konsumen biasanya memperhatikan beberapa atribut yang dijadikan pegangan untuk memilih produk yang akan mereka beli (Dano 2004). Hal ini pula yang terjadi ketika konsumen dihadapkan pada pilihan daging sapi segar yang


(8)

akan dibeli, baik di pasar tradisional maupun daging sapi yang dibeli di pasar modern. Setidaknya ada enam atribut yang paling diperhatikan konsumen dalam membeli daging sapi, yaitu rasa, harga, kesegaran, keamanan, keempukan, dan tidak berlemak (Curtis 2006).

Berdasarkan kualitas fisik daging sapi, biasanya konsumen tersebut akan memilih daging sapi yang berwarna merah segar, kenyal dengan lemak yang sedikit (Pahar 2008 dan Tambunan 2001). Selain itu konsumen juga cenderung memilih daging sapi yang permukaannya mengkilap dan agak basah, serta memiliki tekstur daging yang halus (Tambunan 2001). Sementara Purba (2006) menambahkan bahwa kesesuaian harga dengan kualitas daging serta ada atau tidaknya sertifikat daging merupakan atribut yang juga diperhatikan konsumen dalam melakukan pembelian daging sapi.

Alasan utama konsumen memilih sifat-sifat fisik di atas sebagai daging sapi yang ideal menurut mereka, seperti yang dijelaskan Tambunan (2001), karena mereka yakin bahwa ciri-ciri fisik tersebut menandakan bahwa daging tersebut masih segar. Hal ini dapat dilihat misalnya dari segi kekenyalan dan kilap dari daging sapi tersebut. Daging sapi yang sudah tidak kenyal lagi dan permukaannya sudah suram kemungkinan besar berasal dari daging sapi yang tidak habis terjual hari sebelumnya.

Atribut harga, meskipun termasuk atribut yang sangat penting bagi konsumen, namun memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan atribut fisik lain yang juga memiliki tingkat kepentingan atribut sangat penting (Curtis dkk 2006). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian konsumen menganggap atribut harga tidak lebih penting dibandingkan atribut fisik daging sapi (Pahar 2008, Umberger 2003 dan Maharany 2002) sedangkan sebagian konsumen akan lebih menyoroti harga dari daging sapi dibandingkan atribut fisiknya (Purba 2006 dan Dano 2004).

2.3 Alat Analisis untuk Mengukur Sikap Konsumen

Selama ini penelitian mengenai sikap cenderung melihat perilaku konsumen secara eksplisit, padahal penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sebenarnya orang memiliki dua sikap yang berbeda terhadap satu objek yang


(9)

sikap implisit sebagai respon positif atau negatif terhadap suatu objek yang muncul karena pengalaman masa lalu, dimana orang tersebut tidak menyadarinya. Adanya respon evaluatif dari konsumen terhadap suatu barang tentunya akan mempengaruhi konsumen ketika mereka akan melakukan proses pengambilan keputusan.

Untuk menilai sikap implisit konsumen, Friese (2006) menggunakan IAT (Implicit Association Test). IAT terbukti sebagai salah satu alat yang sangat berguna dalam meneliti sikap konsumen, baik secara umum maupun implisit. hal ini dapat dilihat dari banyaknya penelitian yang berhasil mengidentifikasi merek tertentu dilihat dari sikap eksplisit dan implisit konsumen. Meskipun begitu, Friese menambahkan IAT sendiri masih belum bisa menjelaskan interpretasi absolut dari skor IAT. Oleh karena itu apabila didapat sikap implisit subjek lebih positif untuk BMW daripada untuk Mercedez bukan berarti sikap implisit subjek tersebut terhadap Mercedez adalah negatif.

Selain menggunakan IAT, salah satu alat analisis yang banyak digunakan untuk mengukur sikap adalah analisis multiatribut Fishbein. Disebut model sikap multiatribut karena difokuskan pada kepercayaan konsumen tentang multiatribut suatu merek atau produk. Model multiatribut ini menerangkan proses integrasi yang mengkombinasikan pengetahuan produk (evaluasi dan kepercayaan utama) untuk membentuk sikap yang menyeluruh. Selain dapat memperkirakan sikap terhadap suatu produk, model multiatribut juga sangat berguna untuk mengidentifikasi ciri atau atribut mana yang paling penting (atau paling utama) bagi konsumen sehingga biasanya para pemasar menggunakan model ini untuk merumuskan strategi permasaran.

Calder (1975) menyatakan bahwa meskipun alasan dibaliknya seringnya model ini digunakan dalam penelitian perilaku konsumen masih belum jelas, alasan yang umum digunakan adalah karena model multiatribut ini memberikan informasi mengenai struktur sikap yang menjadi dasar dalam memprediksi perilaku. Pengetahuan tentang struktur sikap tentunya menambah pemahaman atas pengambilan keputusan konsumen terhadap suatu objek. Oleh karena itu alat analisis yang digunakan untuk menguji sikap dalam penelitian ini adalah analisis multiatribut Fishbein.


(10)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1.

Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Perilaku Konsumen

Pemahaman tentang perilaku konsumen berkaitan dengan segala cara yang dilakukan orang untuk mendapatkan barang konsumsi terkait dengan peran mereka sebagai konsumen. Solomon (1992) menjelaskan perilaku konsumen adalah ilmu yang mempelajari tentang proses pada saat seorang individu baik sendiri maupun berkelompok, melakukan pembelian, penggunaan, atau pembuangan barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Tindakan membeli ini terwujud pada pilihan-pilihan konsumen terhadap merek, atribut, jumlah produk, tempat, waktu dan frekuensi pembelian

Selain definisi yang diungkapkan di atas, beberapa ahli juga memiliki definisi sendiri mengenai perilaku konsumen. Misalnya Schiffman dan Kanuk (1994) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang memperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka. Sedangkan perilaku konsumen menurut Engel (1994) adalah tindakan-tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut.

Berdasarkan ketiga definisi perilaku konsumen di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen merupakan segala bentuk aktivitas orang-orang maupun konsumen untuk mendapatkan, menghabiskan, mengkonsumsi barang-barang ekonomi dan jasa yang diharapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen dalam prakteknya cenderung mengarah pada perilaku yang berhubungan dengan pencarian, pembelian, dan penggunaan produk atau jasa. Menurut Setiadi (2010) dalam banyak hal, sikap terhadap produk tertentu akan mempengaruhi apakah konsumen jadi membeli atau tidak. Sikap positif terhadap produk tertentu akan memungkinkan konsumen melakukan pembelian terhadap


(11)

3.1.2. Tahap-tahap Proses Keputusan Pembelian

Keputusan konsumen yang dilaksanakan dalam bentuk tindakan membeli muncul melalui tahapan-tahapan tertentu. Ada lima tahap-tahap proses proses keputusan pembelian konsumen menurut Kotler (2002), yaitu: pengenalan kebutuhan. pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian.

A. Pengenalan Kebutuhan

Awal mula proses pembelian adalah saat pembeli mengenal suatu kebutuhan yang dipicu oleh suatu rangsangan, baik rangsangan internal maupun rangsangan eksternal. Penganalisaan kebutuhan ini ditujukan untuk mengetahui adanya keinginan dan kebutuhan yang belum terpenuhi atau terpuaskan. Sehingga pada hakikatnya tahapan ini bergantung pada berapa banyak ketidaksesuaian antara keadaan yang dihadapi konsumen sekarang dan keadaan yang dinginkan konsumen.

B. Pencarian Informasi

Tahapan ini merupakan tahapan lanjutan setelah konsumen mengenali kebutuhannya. Pada tahapan ini konsumen akan meninjau lingkungannya untuk mendapatkan data yang sesuai untuk membuat keputusan pembelian. Solomon (2006) menyatakan bahwa pencarian informasi dapat dilakukan konsumen dengan dua cara, yaitu :

1. Pencarian internal dan pencarian eksternal

Pencarian internal didapat dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan para konsumen atas berbagai produk. Sedangkan pencarian eksternal didapat dari pengumpulan informasi dimana konsumen mendapatkan informasi yang mereka butuhkan melalui iklan, teman, atau orang-orang disekitarnya.

2. Pencarian sengaja dan tidak sengaja (kebetulan)

Pencarian sengaja disebut sebagai pencarian aktif, sedangkan pencarian tidak sengaja merupakan cara yang lebih pasif dalam mendapatkan informasi. Pencarian sengaja merupakan hasil dari pembelajaran konsumen yang didapat pada waktu sebelumnya dimana konsumen, pada saat itu, telah melakukan pencarian informasi yang relevan atas suatu produk atau telah merasakan


(12)

beberapa alternatif produk secara langsung. Sementara pencarian tidak sengaja merupakan hasil dari stimuli iklan dan kegiatan promosi penjualan dari suatu produk yang dilakukan secara terus menerus sehingga orang akan terus mengingat produk tersebut. Dengan orang mengingat suatu produk tertentu, diharapkan, mereka akan membeli produk tersebut jika suatu hari nanti mereka membutuhkannya.

C. Evaluasi Alternatif

Setelah melalui tahap pencarian informasi, maka tahapan selanjutnya adalah evaluasi alternatif dimana konsumen mengevaluasi berbagai alternatif serta membuat pertimbangan nilai terbaik untuk memenuhi kebutuhan. Kriteria alternatif yang sering digunakan konsumen antara lain harga, kepercayaan akan merek, negara asal, dan kriteria yang bersifat hedonik (Kotler 1997).

Menurut Kotler konsumen melihat setiap produk sebagai satu set atribut dengan kemampuan yang beragam untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pada tahap evaluasi alternatif, konsumen membangun suatu brand beliefs untuk setiap atribut yang ada pada masing-masing merek. Dari brand belief ini konsumen kemudian membentuk brand image atas suatu produk berdasarkan pengalaman konsumen yang telah menggunakan produk tersebut. Umumnya dari brandimage

itulah konsumen akan mengumpulkan beberapa alternatif produk untuk dipertimbangkan dalam proses keputusan pembelian.

D. Keputusan Pembelian

Menurut Solomon (2006) konsumen mempertimbangkan beberapa atribut produk dengan menggunakan aturan yang berbeda, bergantung pada kompleksitas dan kepentingan dari keputusan tersebut bagi mereka. Salah satu cara untuk membedakan aturan tersebut adalah dengan mengelompokkannya ke dalam :

1. Non-compensatory decision rules

Konsumen akan mengeliminasi produk-produk yang tidak sesuai dengan beberapa standar yang ditentukan. Semakin terkenal suatu merek maka akan semakin besar kemungkinan konsumen ini memilih merek tersebut untuk memenuhi kebutuhannya atas suatu kelompok barang.


(13)

2. Compensatory decision rules

Konsumen akan lebih melihat suatu produk secara utuh. Ketika kemampuan konsumen dalam mengolah informasi terbatas, biasanya konsumen ini akan lebih memilih produk yang memiliki atribut yang bernilai positif lebih banyak. Namun jika konsumen menghadapi situasi yang lebih rumit, konsumen juga akan mempertimbangkan kepentingan relatif dari atribut bernilai positif serta bobot kepentingan dari merek produk.

E. Perilaku Setelah Pembelian

Tahapan ini merupakan tahapan yang akan membentuk sikap dan keyakinan konsumen akan produk yang dibeli karena konsumen akan mengevaluasi hasil pembeliannya. Apabila konsumen puas, maka akan terbentuk sikap dan kepercayaan yang positif atas pembelian selanjutnya, dan sebaliknya.

Solomon (2006) menyatakan bahwa kepuasan dari konsumen ini sangat dipengaruhi oleh harapan mereka atas kualitas dari produk yang mereka gunakan. Jika produk dapat memenuhi harapan konsumen, maka pengaruh positif akan diberikan konsumen terhadap produk tersebut, sebaliknya jika produk gagal memenuhi harapan konsumen maka pengaruh negatif akan diberikan konsumen terhadap produk.

Ketika konsumen memberikan pengaruh negatif terhadap produk atau jasa yang mereka konsumsi, itu artinya mereka tidak puas dengan apa yang mereka dapatkan. Ketika hal ini terjadi ada kemungkinan tindakan yang akan diambil konsumen, yaitu:

1. Voice response: Konsumen dapat meminta ganti rugi keoada penjual. 2. Private response: Menyatakan ketidakpuasan terhadap produk atau toko

kepada teman dan/atau keluarga.

3. Third-party response: Konsumen dapat menuliskan keluhan mereka di Koran atau bahkan mengambil tindakan hukum terhadap penjual.

3.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian

Keputusan konsumen untuk membeli biasanya berbeda antara yang satu dengan yang lain. Hal ini bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian tersebut. Setiadi (2010) mengemukakan ada empat faktor utama yang mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen, yaitu


(14)

kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi dari pembeli. Sebagian besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar tetapi harus benar-benar diperhitungkan. oleh karena itu penting untuk membanhas pengaruh tiap faktor terhadap perilaku pembelian.

Setiadi (2010) menjelaskan dengan lebih rinci keempat faktor yang mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian tersebut di bawah ini.

1. Faktor-faktor Kebudayaan

Kebudayaan

Kebudaayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Bila makhluk–makhluk lainnya bertindak berdasarkan naluri, maka perilaku manusia umumnya dipelajari.

Subbudaya

Setiap kebudayaan terdiri dari subbudaya-subbudaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Subbudaya dapat dibedakan menjadi empat jenis : kelompok nasionalisme, kelomok ras, dan area geografis.

Kelas sosial

Kelas-kelas sosial adalah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan yang keanggotaannya mempunyai nilai, minat, dan perilaku yang serupa.

2. Faktor-faktor Sosial

Kelompok referensi

Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok referensi dibagi menjadi empat, yaitu : (1) kelompok primer, (2) kelompok sekunder, (3) kelompok aspirasi, (4) kelompok diasosiatif.

Keluarga


(15)

mendapatkan pandangan tentang agama, politik, ekonomi dan merasakan ambisi pribadi nilai atau harga diri dan cinta. Sedangkan keluarga prokreasi merupakan pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga yang merupakan organisasi pembeli yang paling penting.

Peran dan status

Seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasi dalam peran dan status.

3. Faktor Pribadi

Umur dan tahapan dalam siklus hidup

Konsumsi seseorang juga dibentuk oleh tahapan siklus hidup keluarga. Beberapa penelitian terakhir telah mengidentifikasi tahapan-tahapan dalam siklus hidup psikologis.

Pekerjaan

Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok pekerja yan gmemiliki minat di atas rata-rata terhadap produk dan jasa tertentu.

Keadaan ekonomi

Keadaaan ekonomi terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan hartanya, kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap membelanjakan uang.

Gaya hidup

Adalah pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat, dan pendapat seseorang. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu di balik kelas social seseorang.

Kepribadian dan konsep diri

Adalah karakteristik psikologis yang brbeda dari setiap orang yang memandang responsnya terhadap lingkungan yang relative konsisten. Kepribadian merupakan suatu variabel yang sangat berguna dalam menganalisis perilaku konsumen. bila jenis-jenis kepribadian dapat diklasifikasikan dan memiliki korelasi yang kuat antara jenis-jenis kepribadian tersebut dan berbagai pilihan produk atau merek.


(16)

4. Faktor-faktor psikologis

Motivasi

Beberapa kebutuhan bersifat biogenik, kebutuhan ini timbul dari suatu keadaan fisiologis tertentu, seperti rasa lapar, haus, resah tidak nyaman. Adapun kebutuhan lain bersifat psikogenik, yaitu kebutuhan yang timbul dari keadaan fisiologis tertentu seperti kebutuhan untuk diakui, kebutuhan harga diri dan kebutuhan untuk diterima.

Persepsi

Adalah proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda dari objek yang sama oleh karena itu pemasar harus bekerja keras menyatukan persepsi produk yang ditawarkan kepada konsumen.

Proses belajar

Menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman.

Kepercayaan dan sikap

Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Sedangkan sikap adalah evaluasi keseluruhan terhadap objek.

3.1.4. Sikap dan Fungsi Sikap

Sikap disebut juga sebagai konsep yang paling khusus dan sangat dibutuhkan dalam psikologis social kontemporer. Sikap juga merupakan salah satu konsep yang paling penting yang digunakan pemasar untuk memahami konsumen.

Peter (1999) mendefinisikan sikap (attitude) sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan seseorang. Sementara evaluasi adalah tanggapan pengaruh pada tingkat intensitas dan gerakan yang relatif rendah. Evaluasi dapat diciptakan oleh sistem afektif maupun kognitif. Sistem pengaruh secara otomatis memproduksi suatu tanggapan segera dan langsung pada


(17)

informasi produk tertentu. Kemudian, melalui proses pengkondisian klasik, evaluasi tersebut dapat dikaitkan dengan produk atau merek tertentu, sehingga menciptakan suatu sikap.

Hal ini memiliki arti bahwa sikap mewakili perasaan senang atau tidak senang konsumen terhadap objek yang dipertanyakan. Kepercayaan (kognisi) dan keinginan untuk bertindak (conation) dipandang memiliki hubungan dengan sikap tetapi merupakan konsep kognitif yang terpisah bukan bagian dari sikap itu sendiri (Setiadi 2010).

Dilihat dari fungsinya, Daniel Kazt dalam Setiadi (2010) mengklasifikasikan empat sikap, yaitu :

1. Fungsi Utilitarian

Adalah fungsi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan dan hukuman. Disini konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk atas dasar apakah suatu produk memberikan kepuasan atau kekecewaan.

2. Fungsi Ekspresi Nilai

Konsumen mengembangkan sikap terhadap suatu merek produk bukan didasarkan atas mafaat produk itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuan merek produk itu mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya. 3. Fungsi Mempertahankan Ego

Sikap yang dikembangkan oleh konsumen cenderung untuk melindunginya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego.

4. Fungsi Pengetahuan

Sikap membantu konsumen mengorganisasikan informasi yang begitu banyak yang setiap hari dipaparkan pada dirinya. Fungsi pengetahuan dapat membantu konsumen mengurangi ketidakpastian dan kebingungan dalam memilah-milah informasi yang relevandan tidak relevan dengan kebutuhannya.

4.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Daging sapi merupakan salah satu kebutuhan strategis masyarakat yang kebutuhannya saat ini banyak dipenuhi oleh pasokan dalam negeri dan impor. Hal


(18)

ini dikarenakan setiap tahun permintaan akan daging sapi ini terus meningkat, yaitu sebesar 5 persen per tahun, sementara kebutuhan daging dalam negeri masih belum bisa terpenuhi secara mandiri sehingga untuk memenuhi pemintaan tersebut pemerintah harus mengimpor5.

Fokus dari penelitian ini adalah konsumen daging sapi yang berada di DKI Jakarta, tepatnya di Kecamatan Setiabudi. Daging sapi sendiri dipilih karena selama ini 70 persen daging sapi yang dijual di Jakarta merupakan daging sapi impor6. Sementara itu pemerintah mencanangkan program swasembada daging 2014 dengan harapan 90 persen kebutuhan daging sapi dalam negeri dipenuhi oleh daging sapi lokal. Namun, jika melihat kondisi yang terjadi di Jakarta, secara tidak langsung menyatakan bahwa masyarakat di daerah ini lebih terbiasa mengkonsumsi daging sapi impor dibandingkan daging sapi, karena jumlahnya yang lebih banyak tadi sehingga ada kekhawatiran masyarakat yang sudah terbiasa memakan daging sapi impor enggan beralih ke daging sapi lokal. Oleh karena itu penelitian ini berusaha melihat bagaimana sikap masyarakat di daerah ini terhadap daging sapi lokal dengan daging sapi impor.

Untuk melihat sikap konsumen terhadap daging sapi dengan daging sapi impor, dilakukan penilaian terhadap tiga kategori, yaitu karakteristik konsumen daging sapi, atribut daging sapi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian konsumen terhadap daging sapi lokal dengan daging sapi impor. Untuk mendapatkan hasil tersebut, maka masing-masing kategori tersebut dinilai dengan alat analisis yang sesuai.

Penilaian terhadap karakteristik konsumen daging sapi dilakukan dengan analisis deskriptif yang dapat menduga seperti apa karakteristik konsumen daging sapi di lokasi penelitian. Sementara untuk melihat atribut-atribut produk yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli daging sapi digunakan alat analisis multiatribut Fishbein. Adapun atribut-atribut daging sapi yang diteliti dalam penelitian ini adalah harga, kesegaran, sertifikasi, rasa, keempukan, lemak, kekenyalan, warna, dan tekstur daging. Sedangkan untuk melihat faktor-faktor

      

5  


(19)

yang mempengaruhi pembelian konsumen terhadap daging sapi yang dibelinya digunakan analisis regresi. Adapun variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini umur, pendapatan, pengeluaran untuk kelompok daging, harga daging sapi, tingkat pendidikan, frekuensi konsumsi daging sapi dan jumlah anggota keluarga. Alur kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 1.


(20)

Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Sikap dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelian Daging Sapi Lokal dengan Daging Sapi Impor

Analisis deskriptif

Karakteristik konsumen daging sapi lokal dan impor

• Kebutuhan daging sapi nasional belum bisa terpenuhi secara mandiri.

• Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan kebijakan impor daging sapi.

• Sehingga ada dua jenis daging sapi di pasaran, yaitu daging sapi lokal dan impor

Konsumen Sosial ekonomi

konsumen daging sapi lokal dan impor

Atribut daging sapi lokal dan

impor

Proses pengambilan keputusan

Multiatribut Fishbein

Sikap konsumen terhadap daging sapi

lokal dan impor

Analisis regresi

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi tersebut


(21)

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai sikap konsumen terhadap daging sapi lokal dan impor ini dilakukan di DKI Jakarta, tepatnya di Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta Selatan. DKI Jakarta dipilih secara purposive karena selama ini 70 persen daging sapi yang ada di Jakarta merupakan daging impor7 dan Kecamatan Setiabudi sendiri dipilih dengan pertimbangan bahwa kecamatan ini merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat karena merupakan kawasan bisnis dan penduduk di wilayah ini merupakan orang-orang dengan tingkat ekonomi menengah hingga menengah ke bawah. Pengambilan data dilakukan dari bulan Maret sampai dengan April 2012

4.2. Metode Penentuan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah menentukan secara acak sederhana dua kelurahan yang akan dijadikan tempat pengambilan sampel. Kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu memilih responden dari masing-masing kelurahan tersebut. Setiap kelurahan terpilih akan diwakili oleh 25 responden sehingga total responden dalam penelitian ini adalah 50 orang.

Tabel 3. Jumlah Kelurahan, Kelurahan Terpilih dan Responden Terpilih Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta.

Kecamatan Kelurahan Kelurahan Terpilih Responden Terpilih Setiabudi 8 Menteng Atas 25 orang

Pasar Manggis 25 orang

Jumlah 50 orang

Responden dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling dimana responden dipilih secara sengaja berdasarkan tempat tinggal mereka, apakah di Kelurahan Pasar Manggis atau di Kelurahan Menteng Atas serta kesediaan mereka untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner yang telah disediakan. Syarat-syarat pemilihan responden dalam penelitian ini diantaranya, dapat berkomunikasi dengan baik, dewasa dengan batasan umur minimal 17 tahun dan umur maksimal


(22)

65 tahun serta memiliki wewenang sendiri dalam menentukan pengeluarannya untuk berbelanja misalnya ayah/suami, ibu/istri, pelajar/mahasiswa.

4.3. Data dan Instrumentasi

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner dan wawancara dengan responden rumah tangga sebagai konsumen daging sapi. Sementara data sekunder yang digunakan merupakan data penunjang dan pelengkap penelitian yang diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Perpustakaan IPB dan sumber-sumber lain yang terkait dengan topik penelitian.

4.4. Metode Pengolahan Data 4.4.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisa karakteristik responden, yaitu umur, jenis kelamin, status pernikahan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan, pendapatan serta pendidikan. Analisis ini disajikan dalam bentuk tabulasi sederhana dengan mengelompokkan responden berdasarkan jawaban yang sama dan kemudian dipersentasekan berdasarkan jumlah responden.

4.4.2. Model Sikap Multiatribut Fishbein

Model sikap Multiatribut Fishbein digunakan untuk memperoleh konsistensi antara sikap dan perilaku konsumen. Berdasarkan model ini, sikap terhadap objek tertentu didasarkan pada peringkat kepercayaan yang diringkas mengenai atribut objek yang bersangkutan yang diberi bobot oleh evaluasi terhadap atribut produk.

Tujuan dilakukannya analisis atribut untuk daging sapi lokal dan daging sapi impor adalah untuk membandingkan sikap dari kedua jenis daging sapi tersebut. Dalam hal ini yang digunakan sebagai pembanding antara kedua jenis daging sapi adalah atribut produk. Secara simbolis, formulasi model Fishbein dapat dirumuskan sebagai berikut :


(23)

Keterangan :

Ao : Sikap terhadap objek

bi : Tingkat kepercayaan bahwa objek memiliki atribut i ei : Evaluasi kepentingan terhadap atribut i

n : Jumlah atribut yang dimiliki oleh objek

Langkah pertama yang dilakukan dalam menghitung sikap adalah menentukan atribut objek. Atribut yang digunakan dalam analisis ini berjumlah sembilan atribut yang terdiri dari harga, kesegaran, sertifikasi, rasa, keempukan, lemak, kekenyalan, warna, dan tekstur daging. Penentuan kesembilan atribut ini didasarkan pada hasil pengamatan yang dilakukan di wilayah penelitian serta berdasarkan artikel-artikel dan buku-buku yang terkait dengan penelitian.

Langkah kedua adalah menentukan pengukuran terhadap komponen kepercayaan (bi) dan komponen evaluasi (ei). Komponen bi menggambarkan seberapa kuat konsumen percaya bahwa objek memiliki atribut yang diberikan. Kekuatan kepercayaan biasanya diukur pada skala dengan 5 (lima) angka dari kemungkinan yang disadari yang berjajar dari sangat setuju (5), setuju (4), biasa (3), tidak setuju (2), sampai sangat tidak setuju (1). Sebagai contoh :

Harga daging sapi lokal murah

Sangat setuju 5 4 3 2 1 Sangat tidak setuju

Konsumen akan menganggap atribut produk memiliki tingkat kepentingan yang berbeda. Evaluasi atribut mengukur seberapa senang konsumen terhadap atribut dari suatu produk. Adapun komponen ei yaitu menggambarkan evaluasi (tingkat kepentingan) konsumen terhadap atribut daging sapi secara menyeluruh.

Evaluasi (tingkat kepentingan) ini dilakukan pada skala evaluasi 5 (lima) angka, dimana hal tersebut menunjukkan nilai sangat penting (5), penting (4), biasa (3), tidak penting (2) dan sangat tidak penting (1). Atribut yang digunakan untuk komponen bi harus sama dengan atribut yang digunakan untuk komponen ei. Sebagai contoh :

Apakah harga daging sapi penting bagi Anda


(24)

Langkah selanjutnya adalah menjumlahkan keseluruhan respon untuk bi dan ei. Setiap skor kepercayaan (bi) harus terlebih dahulu dikalikan dengan skor evaluasi (ei) yang sesuai. Kemudian seluruh hasil perkalian harus dijumlahkan sehingga dari hasil tabulasi dapat diketahui sikap konsumen (Ao) terhadap produk dengan membandingkannya dengan skala interval dengan rumus sebagai berikut.

Skala Interval = Keterangan :

m : Skor tertinggi yang mungkin terjadi n : Skor terendah yang mungkin terjadi b : Jumlah skala penilaian yangterbentuk

Maka besarnya range untuk tingkat kepercayaan dan tingkat evaluasi (kepentingan) adalah :

,8

Sehingga pembagian kelas berdasarkan tingkat kepercayaan dan tingkat kepentingan adalah :

Skor Interpretasi Tingkat

Kepercayaan

Interpretasi Tingkat Kepentingan

1-1,8 Sangat tidak baik Sangat tidak penting 1,8-2,6 Tidak baik Tidak penting

2,6-3,4 Biasa Biasa 3,4-4,2 Baik Penting

4,2-5 Sangat baik Sangat penting Sementara besarnya range untuk kategori sikap adalah :

x x

,8

Sehingga pembagian kelas berdasarkan nilai sikap (Ao) adalah :

Skor Interpretasi Sikap (Ao)

1-5,8 Sangat negatif 5,8-10,6 Negatif 10,6-15,4 Netral


(25)

4.4.3. Analisis Regresi

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan analisis regresi dengan menggunakan program komputer Minitab 14 untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian konsumen daging sapi lokal dan impor. Variabel untuk faktor-faktor tersebut bersumber dari penelitian terdahulu serta hasil pendugaan di lapangan.

Analisis regresi adalah suatu teknik statistika yang berguna untuk memeriksa dan memodelkan hubungan berbagai variabel yaitu bagaimana pengaruh variabel tidak bebas terhadap variabel bebas. Bentuk umum rumusan model regresi adalah :

β X ε

Dimana : Yi = peubah tidak bebas, dengan i = 1,2,…,n (sampel) = intersesp (konstantan)

β = parameter penduga bagi X (koefisien regresi dari variabel bebas) X = variabel bebas ke-n dengan n= 1,2,…., n

ε = error (galat)

Pendugaan model tersebut dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square) yang didasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut (Nasution 2009) :

1. Nilai rata-rata untuk kesalahan pengganggu sama dengan nol, yaitu Eε= 0, untuk i = 1,2,3,…,k.

2. Ragam ε σ2 sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi

homoscedasticity).

3. Tidak ada autikorelsi antara kesalahan pengganggu, berarti kovarian (ε,

ε) = 0, untuk i ≠ j. dengan demikian antara ε dan ε tidak saling bergantung.

4. Peubah bebas X saling bebas atau tidak ada kolinearitas ganda diantara peubah bebas X.

5. Peubah bebas X1,X2,X3,….,Xk konstan dalam pengambilan sampel terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu.


(26)

6. Kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varian σ2.

Apabila asumsi-asumsi di atas dapat terpenuhi, maka koefisien regresi (parameter) yang diperoleh merupakan penduga linear terbaik yang tidak bias (BLUE = Best Linear Unbiased Estimator).

Beberapa asumsi yang mendasari model tersebut adalah terjadinya multikolinearitas, memiliki ragam homogen atau disebut juga adanya masalah heteroskedastisitas, tidak adanya hubungan antar peubah atau autokorelasi (Nasution 2009). Oleh karena itu dilakukan uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji homoskedastisitas untuk melihat apakah asumsi-asumsi tersebut terpenuhi. Uji autokorelasi sendiri tidak dilakukan dalam penelitian ini karena menggunakan data cross section, yaitu data yang diambil pada satu satuan waktu. Asumsi tersebut jarang dilanggar untuk jenis data cross section.

1. Uji Normalitas

Asumsi normalitas mengharuskan nilai residual dalam model menyebar atau terdistribusi secara normal. Untuk mengetahuinya dilakukan uji

Kolmogrov-Smirnov dengan memplotkan nilai standar residual dengan probabilitasnya pada tes normal. Jika pada grafik Kolmogrov-Smirnov

titik-titik residual yang ada tergambar segaris dan nilai P value lebih besar atau sama dengan 0,05 (α = 5 persen), maka dapat disimpulkan bahwa model terdistribusi secara normal.

2. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan situasi adanya korelasi variabel-variabel bebas diantara satu dengan yang lainnya. Multikolinearitas dalam model dapat dilihat dari nilai Variance Factor (VIF) pada masing-masing variabel bebasnnya. Jika nilai VIF kurang dari sepuluh (10), maka menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak mengalami masalah multikolinieritas yang serius. Sebaliknya jika nilai VIF peubah bebasnya lebih besar dari sepuluh (10), maka menunjukkan persamaan tersebut mengalami masalah multikolinieritas yang serius.


(27)

3. Uji Homoskedastisitas

Uji homoskedastisitas ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai-nilai Y bervariasi dalam satuan yang sama. Untuk menguji asumsi ini dibuat plot antara standardized residual dengan faktor X. jika tidak terdapat suatu pola dalam plot tersebut maka dikatakan bahwa data tersebut homogeny (Nasution 2009). Untuk menguji ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam model dilakukan dengan metode Bartlett. Apabila Bhitung < X2tabel maka terima H0, artinya data homogen. Sebaliknya apabila Bhitung > X2tabel maka tolak H0, artinya data tidak homogen.

Setelah data diuji dan terbukti memenuhi asumsi-asumsi tersebut, maka dilanjutkan dengan melakukan analisis regresi untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi lokal dan impor. Berikut ini adalah model pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi lokal dan impor :

Dimana : Yi = Permintaan daging sapi lokal dan impor X1 = Umur (tahun)

D2 = Dummy Pendapatan

D2 = 1, untuk pendapatan lebih besar atau sama dengan Rp 2.500.000 per bulan

D2 = 0, untuk pendapatan kurang dari Rp 2.500.000 per bulan X3 = Pengeluaran (rupiah/bulan)

X4 = Harga (rupiah/kg) D5 = Dummy Pendidikan

D5 = 1, untuk responden yang telah atau sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

D5 = 0, untuk responden yang tidak atau belum menempuh pendidikan di perguruan tinggi.

D6 = Dummy frekuensi konsumsi

D6 = 1, untuk responden yang mengkonsumsi daging sapi lebih dari atau sama dengan 3 kali sebulan.


(28)

D6 = 0, untuk responden yang mengkonsumsi daging sapi kurang dari 3 kali sebulan.

X7 = Jumlah anggota keluarga (orang). = Intersep

= Koefisien regresi yang diduga (i=1,2,…,7) = unsur galat/error

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai jawaban sementara terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi lokal dan impor adalah :

1. Umur

Umur mempunyai pengaruh negatif terhadap jumlah pembelian daging sapi, dimana semakin lanjut usia orang akan mengurangi pembelian daging sapi karena alasan kesehatan.

2. Pendapatan

Pendapatan rumah tangga berpengaruh positif terhadap pembelian daging sapi, dimana semakin besar pendapatan rumah tangga, maka akan meningkatkan jumlah pembelian daging sapi pada setiap tingkat harga yang berlaku.

3. Pengeluaran untuk kelompok daging

Pengeluaran atau anggaran belanja untuk kelompok daging memiliki pengaruh positif terhadap pembelian daging sapi, dimana semakin tinggi pengeluaran untuk kelompok daging, maka jumlah pembelian daging sapi akan meningkat.

4. Harga daging sapi

Semakin rendah harga daging sapi, maka akan semakin tinggi jumlah pembelian daging sapi.

5. Pendidikan

Konsumen dengan tingkat pendidikan yang tinggi mengetahui manfaat dari daging sapi untuk pemenuhan gizi seimbang sehingga jumlah pembelian daging sapi juga akan semakin meningkat.


(29)

6. Frekuensi konsumsi daging sapi

Frekuensi konsumsi daging sapi berpengaruh positif dengan jumlah pembelian daging sapi, dimana semakin sering konsumen mengkonsumsi daging sapi maka jumlah pembelian daging sapi pun meningkat.

7. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap pembelian daging sapi, dimana semakin banyak jumlah anggota keluarga maka jumlah pembelian daging sapi juga akan semakin meningkat.

Model yang dianalisis membutuhkan pengujian terhadap hipotesis-hipotesis yang dilakukan. Pengujian hipotesis-hipotesis secara statistic bertujjuan untuk melihat nyata atau tidaknya oengaruh peubah-peubah bebas yang dipilih terhadap peubah tidak bebas yang diteliti.

1. Koefisien Determinasi (Goodness of Fit)

Untuk menguji kemampuan (kebaikan) model untuk dugaan dilakukan dengan menghitung nilai R2 dan F-hitung. Nilai koefisien determinasi (nilai R2) digunakan untuk mengukur keragaman dari variabel tidak bebas yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Nilai R2 berkisar antara nol sampai satu, semakin besar nilai R2 berarti model semakin baik.

2. Uji t statistik

Uji t statistik bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing peubah bebas yang terdapat dalam model berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas yang diteliti. Nilai kritis dalam pengujiaan terhadap koefisien regresi ditentukan dengan menggunakan tabel distribusi normal serta memperhatikan tingkat signifikansi (taraf nyata).

4.5. Definisi Operasional

1. Rumah tangga adalah keluarga inti (suami, istri, dan anak-anak) ditambah kerabat atau lainnya yang tinggal dalam satu rumah dan makan dari satu dapur. Yang dimaksud dengan satu dapur adalah pembiayaan keperluan jika pengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola secara bersama-sama.

2. Konsumen rumah tangga adalah satu keluarga yang mengkonsumsi daging sapi, baik lokal maupun impor untuk kebutuhan anggota keluarga.


(30)

3. Pendapatan rumah tangga meliputi pendapatan ayah, ibu dan anak (bila sudah bekerja) yang tinggal dalam satu keluarga/rumah tangga dan dinyatakan dalam satuan rupiah.

4. Jumlah anggota keluarga adalah semua orang yang menjadi tanggungan dalam keluarga yang tinggal salam satu rumah tangga.

5. Harga daging sapi adalah harga yang harus dibayar oleh konsumen terhadap daging sapi lokal maupun impor yang dibeli.

6. Sertifikasi daging sapi adalah penetapan dari pihak ketiga bahwa daging sapi telah memenuhi standar.

7. Kesegaran daging adalah daging yang belum diolah dan diberi bumbu.

8. Keempukan daging adalah tingkat kehalusan tekstur potongan daging sapi sehingga daging mudah dikunyah, contohnya : daging has dalam.

9. Kekenyalan daging adalah daging yang apabila ditekan dengan jari tangan bentuknya kembali seperti semula.

10.Tekstur daging adalah kandungan jaringan ikat serta ukuran berkas otot. Tekstur daging sapi dibagi menjadi tiga, yaitu halus, sedang, dan kasar.


(31)

IX.

KESIMPULAN DAN SARAN

9.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Secara umum karakteristik responden yang sering mengkonsumsi daging sapi lokal dengan responden yang sering mengkonsumsi daging sapi impor tidak banyak perbedaan. Masing-masing memiliki karakteristik berusia antara 17 hingga 26 tahun, wanita, memiliki latar belakang pendidikan terakhir adalah SMA, berpenghasilan antara Rp 1.000.000-Rp 2.500.000, memiliki jumlah anggota keluarga antara 4 hingga 6 orang serta memiliki anggaran belanja (pengeluaran) untuk kelompok daging sebesar Rp 100.000-Rp 500.000 per bulan. Perbedaan karakteristik responden daging sapi lokal dengan daging sapi impor terletak pada karakteristik pekerjaan. Responden daging sapi lokal kebanyakan memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sementara responden daging sapi impor kebanyakan adalah pegawai swasta.

2. Dilihat dari pola konsumsi daging sapi mereka, responden daging sapi lokal lebih sering membeli daging sapi rata-rata 0,5-1,5 kg per bulan di pasar tradisional. Selain itu responden daging sapi lokal juga lebih banyak yang menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi sebanyak 1-2 kali sebulan di rumah mereka. Sementara untuk responden daging sapi impor rata-rata mereka membeli daging sapi sebanyak 1,51-2,5 kg per bulan di supermarket. Responden daging sapi impor lebih banyak menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi sebanyak 3-4 kali sebulan di rumah mereka.

3. Secara keseluruhan responden di Kecamatan Setiabudi memiliki sikap yang lebih positif terhadap daging sapi lokal dibandingkan daging sapi impor karena responden menilai semua atribut daging sapi lokal lebih baik daripada atribut daging sapi impor.

4. Frekuensi konsumsi daging sapi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah pembelian daging sapi, baik lokal maupun impor.


(32)

semakin tinggi frekuensi konsumsi daging sapi konsumen, maka jumlah pembelian daging sapi, baik lokal maupun impor, akan meningkat.

5. Sementara faktor lain yang juga secara signifikan mempengaruhi pembelian daging sapi lokal adalah jumlah anggota keluarga, sedangkan faktor lain yang secara signifikan pembelian daging sapi impor adalah usia.

9.2. Saran

Saran yang direkomendasikan penulis kepada pelaku usaha daging sapi diantaranya adalah :

1. Dengan kualitas yang ditawarkan untuk masing-masing daging, konsumen menilai bahwa harga daging sapi lokal masih relative mahal dibandingkan daging sapi impor. oleh sebab itu diperlukan adanya perbaikan kualitas daging sapi lokal, salah satunya melalui perbaikan manajemen ternak sehingga didapatkan kualitas daging sapi lokal yang tidak kalah dengan daging sapi impor.

2. Selain atribut harga, atribut keempukan daging juga perlu ditingkatkan, khususnya bagi pelaku usaha yang berniat untuk menarik konsumen daging sapi impor untuk beralih mengkonsumsi daging sapi lokal. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keempukan daging misalnya dengan perbaikan manajemen pemotongan ternak seperti meminimalkan gerak sapi pada saat pemotongan sehingga daging yang dihasilkan tidak alot (liat).

3. Secara keseluruhan, para pedagang daging sapi disarankan untuk memasang sertifikat halal daging sapi yang mereka jual di tempat yang strategis (yang mudah dilihat oleh para pembeli). Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan para pembeli daging sapi bahwa daging yang dijual di tempat tersebut adalah daging sapi yang aman untuk dikonsumsi.


(33)

V.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kecamatan Setiabudi merupakan salah satu kecamatan di Kotamadya Jakarta Selatan yang memiliki luas wilayah sebesar 8,85 km2. Secara geografis, kecamatan ini terletak pada 06 15’ 40,8” LS dan 106 45’ 00,0” BT dan merupakan daerah dataran yang berada pada ketinggian 26,2 m di atas permukaan laut. Secara umum batas wilayah Kecamatan Setiabudi adalah :

Utara : Berbatasan dengan Kali Malang Kota Administrasi Jakarta Pusat. Timur : Berbatasan dengan Jl. Prof. Dr. Sahardjo Kecamatan Tebet. Selatan: Berbatasan dengan Jl. Jend Gatot Subroto Kecamatan Kebayoran

Baru.

Barat : Berbatasan dengan Jl. Jend Sudirman Kota Administrasi Jakarta Pusat.

Secara Administratif, Kecamatan Setiabudi terdiri dari 8 (delapan) kelurahan, 50 RW, dan 514 RT. Delapan kelurahan tersebut adalah Karet Semanggi, Kuningan Timur, Karet Kuningan, Karet, Guntur, Setiabudi, Menteng Atas, dan Pasar Manggis. Dari kedelapan kelurahan itu kelurahan yang paling banyak penduduknya adalah Kelurahan Menteng Atas dan Kelurahan Pasar Manggis. Hal ini dikarenakan kedua kelurahan tersebut merupakan daerah pemukiman padat penduduk, tidak seperti kelurahan lainnya yang didominasi oleh gedung-gedung perkantoran. Data mengenai penduduk dan ketenagakerjaan di Kecamatan Setiabudi, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di Tabel 4.

Berdasarkan data yang dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah, jumlah penduduk di Kecamatan Setiabudi adalah 128.882 jiwa atau 25.843 KK dengan kepadatan penduduk mencapai 14.653 jiwa/km2. Sementara, dilihat dari komposisi penduduk antara laki-laki dan perempuan, Kecamatan Setiabudi memiliki lebih banyak penduduk laki-laki dibandingkan penduduk perempuan dengan sex ratio 104.37 yang berarti rata-rata setiap 100 perempuan terdapat 104 laki-laki.


(34)

Tabel 4. Luas Wilayah, Jumlah Kepala Keluarga, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Kelurahan, 2010.

No Kelurahan Luas (km2) KK Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk 1 Karet Semanggi 0,90 1.227 3.119 4.153 2 Kuningan Timur 2,15 1..389 6.164 5.383 3 Karet Kuningan 1,79 4.902 29.760 14.305 4 Karet 0,94 1.665 16.620 14.567 5 Menteng Atas 0,90 7.318 33.607 39.984 6 Pasar Manggis 0,78 7.202 21.138 35.741 7 Guntur 0,65 1.336 4.361 7.483 8 Setiabudi 0,74 804 4.794 7.490

Jumlah 8,85 25.843 128.882 14.563 Sumber : BPS Kecamatan Setiabudi (2011)

Tabel 5 menunjukkan dengan jelas banyaknya penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Setiabudi, yaitu sebanyak 65.819 jiwa dari total penduduk di Kecamatan Setiabudi merupakan penduduk laki-laki dan sisanya sebanyak 63.063 jiwa merupakan penduduk perempuan.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin, 1990-2010

Tahun Laki-Laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin

2010 65.819 63.063 128.882 104.37 2000 54.628 52.107 106.735 104.84 1990 95.852 86.643 179.945 107.17 Sumber : BPS Kecamatan Setiabudi (2011)

Jumlah penduduk menurut pendidikan di Kecamatan Setiabudi menurut data yang tercatat terdiri dari lulusan/tamatan sarjana sebanyak 13.331 orang, lulusan SMA/sederajat sebanyak 46.034 orang, lulusan SMP/sederajat sebanyak 16.742 orang, lulusan SD/sederajat sebanyak 13.009 orang. Berdasarkan data tersebut dapat terlihat jelas bahwa penduduk di Kecamatan Setiabudi umumnya adalah tamatan SMA/sederajat yang berarti dapat dikatakan penduduk di wilayah ini memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pentingnya protein hewani bagi keluarga mereka.

Berdasarkan tabel di bawah dapat dilihat bahwa di Kecamatan Setiabudi terdapat tiga pasar inpres, empat pasar tradisional, sepuluh pasar swalayan, tujuh


(35)

pasar yang cukup terkenal di wilayah ini karena barang-barang yang di jual atau ditawarkan di kedua pasar ini cukup lengkap, mulai dari barang kebutuhan sehari-hari hingga jasa penyewaan dan harga yang ditawarkan juga terjangkau.

Tabel 6. Jumlah Pasar Menurut Kelurahan dan Jenis, 2010

No Kelurahan Pasar

Inpres

Pasar Tradisional

Pasar

Swalayan Mall Waserda

Mini Market

1 Karet Semanggi - 1 2 1 - -

2 Kuningan Timur - - - - 1 -

3 Karet Kuningan - 1 2 6 1 -

4 Karet - 1 - - - -

5 Menteng Atas 2 1 5 - 1 -

6 Pasar Manggis 1 1 1 - 1 1

7 Guntur - - - 1

8 Setiabudi - - - -

Jumlah 3 4 10 7 4 2


(36)

VI. HASIL

DAN

PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Responden Daging Sapi Lokal dan Daging Sapi Impor

Karakteristik responden yang diamati meliputi usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, pendapatan (uang saku) per bulan, dan jumlah anggota keluarga. Responden dalam penelitian ini sebanyak 50 orang yang bertempat tinggal di dua kelurahan di Kecamatan Setiabudi, yaitu Kelurahan Pasar Manggis dan Kelurahan Menteng Atas. Responden yang dipilih adalah mereka yang telah membeli dan mengkonsumsi daging sapi lokal dan daging sapi impor dengan harapan responden dapat memberikan pendapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka mengenai kedua daging sapi tersebut.

6.1.1. Usia

Responden berdasarkan kelompok usia dibagi menjadi lima kelompok, yaitu kelompok usia 17-26 tahun, 27-36 tahun, 37-46 tahun, 47-56 tahun dan kelompok usia 57 tahun keatas. Dengan jumlah masing-masing kelompok berturut adalah 24 responden (48 persen), 8 responden (16 persen), 3 responden (6 persen), 7 responden (14 persen) dan 8 responden (16 persen). Pada Tabel 7 dapat dilihat perbandingan tiap-tiap kelompok usia antara responden daging sapi lokal dengan responden daging sapi impor.

Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Usia

Usia Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

17-26 tahun 15 60 9 36 24 48

27-36 tahun 0 0 8 32 8 16

37-46 tahun 2 8 1 4 3 6

47-56 tahun 1 4 6 24 7 14

> 57 tahun 7 28 1 4 8 16

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Berdasarkan data pada Tabel 7 tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden yang pernah membeli dan mengkonsumsi daging sapi lokal dan daging sapi impor berada pada kelompok usia 17-26 tahun. Pada kelompok usia ini, sebanyak 60 persennya merupakan responden yang sering mengkonsumsi daging sapi lokal, sementara 36 persen merupakan responden yang sering mengkonsumsi


(37)

umumnya memiliki berbagai aktivitas sehingga membutuhkan bahan pangan ini untuk memenuhi asupan gizi yang seimbang.

6.1.2. Jenis Kelamin dan Status Pernikahan

Berdasarkan jenis kelaminnya, responden yang telah membeli dan mengkonsumsi daging sapi lokal dan impor memiliki jenis kelamin perempuan, yaitu sebesar 72 persen atau sebanyak 36 orang. Hal ini dikarenakan perempuan lebih berperan dalam urusan belanja rumah tangga daripada kaum lelaki. Secara lebih jelas ini dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Perempuan 20 80 16 64 36 72

Laki-laki 5 20 9 36 14 28

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Sementara jika dilihat dari status pernikahan responden tidak ada perbedaan yang signifikan antara mereka yang telah menikah dengan mereka yang belum menikah. Sebanyak 23 responden (46 persen) merupakan responden yang telah menikah dan sisanya sebanyak 27 responden (54 persen) merupakan responden yang belum menikah.

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Pernikahan Status

Pernikahan

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Menikah 11 44 12 48 23 46

Belum menikah 14 56 13 32 27 54

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa responden laki-laki lebih banyak mengkonsumsi daging sapi impor dibandingkan daging sapi lokal. Ini dikarenakan daging sapi impor lebih praktis untuk dimasak karena dagingnya yang cepat empuk dibandingkan daging sapi lokal. Sementara responden perempuan lebih menyukai daging sapi lokal karena umumnya mereka telah memiliki langganan penjual daging yang sering menjual daging sapi lokal sehingga mereka banyak membeli dan mengkonsumsi daging sapi lokal. Selain itu faktor kehalalan juga menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh kelompok ini ketika memilih daging sapi yang akan mereka konsumsi.


(38)

6.1.3. Pendidikan Terakhir

Responden daging sapi lokal dan impor di Kecamatan Setiabudi berdasarkan pendidikan terakhir mereka beragam, mulai dari SD sampai dengan pascasarjana. Namun mayoritas responden merupakan lulusan SMA/sederajat yaitu sebanyak 18 responden (36 persen), diikuti oleh kelompok pendidikan sarjana sebanyak 13 responden (26 persen), kelompok pendidikan SMP/sederajat sebanyak 6 orang (12 persen), kelompok pendidikan diploma sebanyak 5 orang (10 persen), kelompok pendidikan pascasarjana dan pendidikan lainnya masing-masing sebanyak 3 orang serta kelompok pendidikan SD/sederajat sebanyak 2 orang (4 persen). Secara lengkap ini dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pendidikan Pendidikan

Terakhir

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

SD/sederajat 2 8 0 0 2 4 SMP/sederajat 2 8 4 16 6 12 SMA/sederajat 11 44 7 28 18 36

Diploma 1 4 4 16 5 10

Sarjana 7 28 6 24 13 26

Pascasarjana 0 0 3 12 3 6

Lainnya 2 8 1 4 3 6

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa tiga responden memiliki pendidikan terakhir di kelompok lainnya. Mereka yang berada pada kelompok ini memiliki pendidikan terakhir berupa pendidikan profesi.

Mayoritas responden yang telah membeli dan mengkonsumsi daging sapi lokal dengan daging sapi impor tidak berbeda, yaitu mereka yang memiliki pendidikan terakhir SMA/sederajat diikuti dengan kelompok sarjana. Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk di Kecamatan Setiabudi merupakan lulusan SMA/sederajat.


(39)

Gambar 2. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Akhir di Perguruan Tinggi

Jika dilihat berdasarkan kelompok responden yang memiliki tingkat pendidikan terakhir di perguruan tinggi (diploma, sarjana dan pascasarjana) maka lebih banyak responden yang mengkonsumsi daging sapi impor dibandingkan daging sapi lokal. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan seseorang, selain dapat mempengaruhi pola pikir dan wawasan mereka, juga dapat menentukan tingkat pendapatan dan kelas sosial konsumen tersebut (Amelia 2008). Hal ini mungkin karena responden tersebut memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan responden lain, mereka juga akan lebih memilih daging yang menurut mereka lebih berkualitas, meskipun harganya lebih mahal.

6.1.4. Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaannya didominasi oleh ibu rumah tangga sebanyak 14 responden (28 persen) diikuti oleh pegawai swasta dan pelajar masing-masing sebanyak 13 responden (26 persen), pegawai negeri sebanyak 4 orang (8 persen), wiraswasta sebanyak 2 orang (4 persen) dan sebanyak 4 orang (8 persen) memiliki profesi lain. Untuk lebih jelasnya ini dapat dilihat pada Tabel 11.

Responden yang sering mengkonsumsi daging sapi lokal mayoritas adalah kelompok ibu rumah tangga, yaitu sebesar 36 persen sementara responden yang sering mengkonsumsi daging sapi impor adalah mereka yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta, yaitu sebesar 32 persen. Hal ini dikarenakan kelompok

LOKAL 38% IMPOR

62%

Sebaran

 

Responden

 

Berdasarkan

 

Tingkat

 

Pendidikan

 

Akhir

 

di

 

Perguruan

 

Tinggi

 


(40)

ibu rumah tangga biasanya telah memiliki langganan penjual daging sendiri yang lebih sering menjual daging sapi lokal. Oleh karena itu mereka lebih sering membeli dan mengkonsumsi daging sapi lokal.

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Pelajar/Mahasiswa 8 32 5 20 13 26

Pegawai negeri 1 4 3 12 4 8

Pegawai swasta 5 20 8 32 13 26

Wiraswasta 0 0 2 8 2 4

Ibu rumah tangga 9 36 5 20 14 28

Lainnya 2 8 2 8 4 8

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Sementara untuk kelompok pegawai swasta, karena memiliki penghasilan yang memadai dan lebih sering berbelanja di supermarket dekat kantornya, mereka lebih banyak memilih daging sapi impor. Selain itu daging sapi impor juga dipilih karena dagingnya yang cepat empuk ketika dimasak sehingga menurut mereka lebih praktis.

6.1.5. Pendapatan (Uang Saku) per Bulan

Berdasarkan tingkat pendapatan per bulan, responden dengan tingkat pendapatan antara Rp 1.000.000-Rp 2.500.000 per bulan merupakan kelompok mayoritas, yaitu sebanyak 33 responden (66 persen), diikuti oleh kelompok berpendapatan Rp 2.500.001-Rp 5.000.000 per bulan sebanyak 9 orang (18 persen), Rp 5.000.001-Rp 7.500.000 sebanyak 4 orang (8 persen) dan kelompok dengan pendapatan di bawah Rp 1.000.000 sebanyak 4 orang (8 persen). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pendapatan (Uang Saku) per Bulan

Pendapatan (Uang Saku) per Bulan

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah

(orang) % Jumlah

(orang) %

Jumlah

(orang) %

< Rp 1.000.000 4 16 0 0 4 8

Rp 1.000.000-Rp 2.500.000 19 76 14 56 33 66 Rp 2.500.001-Rp 5.000.000 2 8 7 28 9 18 Rp 5.000.001-Rp 7.500.000 0 0 4 16 4 8

Jumlah 25 100 25 100 50 100


(41)

seseorang, semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin besar pula daya belinya. Terutama untuk produk daging impor, karena harganya kini relatif tinggi semenjak adanya pembatasan daging impor oleh pemerintah, maka hanya orang-orang dengan penghasilan yang besar yang membelinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Aulia dkk (2005) yang menyatakan bahwa daging sapi impor umumnya lebih disenangi oleh masyarakat kalangan menengah atas di Indonesia.

6.1.6. Jumlah Anggota Keluarga

Responden daging sapi lokal dan daging sapi impor di Kecamatan Setiabudi mayoritas merupakan kelompok yang memiliki anggota keluarga berjumlah 4-6 orang, yaitu sebanyak 27 responden (54 persen), diikuti oleh kelompok dengan jumlah anggota keluarga 1-3 orang sebanyak 14 responden (28 persen), kelompok dengan jumlah anggota keluarga 7-9 orang sebanyak 7 responden (14 persen) dan kelompok dengan jumlah anggota keluarga 10-12 orang sebanyak 2 orang (4 persen).

Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah Anggota Keluarga

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

1-3 orang 7 28 7 28 14 28

4-6 orang 14 56 13 52 27 54

7-9 orang 4 16 3 12 7 14

10-12 orang 0 0 2 8 2 4

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Tabel 13 memperlihatkan dengan jelas karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga. Berdasarkan data tersebut, konsumen yang mengkonsumsi daging sapi baik lokal maupun daging sapi impor kebanyakan memiliki jumlah anggota keluarga sebanyak 4-6 orang keluarga. Keluarga ini biasanya terdiri dari ayah, ibu, dan dua hingga empat anak.

6.1.7. Pengeluaran untuk Kelompok Daging

Pengeluaran per bulan responden untuk kelompok daging beragam dari Rp 100.000 hingga Rp 3.000.000 dengan rata-rata pengeluaran untuk daging di Kecamatan Setiabudi adalah Rp 632.000 per bulan. Untuk melihat sebaran data berdasarkan pengeluaran daging per bulan, responden dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok dengan pengeluaran perbulan sebesar Rp 100.000-Rp


(42)

500.000, kelompok pengeluaran per bulan Rp 500.001-Rp 1.000.000, kelompok dengan pengeluaran per bulan Rp 1.000.001-Rp 1.500.000 dan kelompok dengan pengeluaran per bulan lebih dari Rp 1.500.000. secara lengkap ini dapat dilihat pada Tabel 14.

Faktor utama yang mendukung keberagaman pengeluaran belanja responden adalah jumlah anggota keluarga responden itu sendiri. Rata-rata responden yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari empat orang memiliki pengeluaran untuk kelompok daging mendekati Rp 1.000.000 per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga, akan semakin banyak pula konsumsi daging mereka sehingga pengeluaran mereka untuk kelompok daging juga akan semakin besar.

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pengeluaran per Bulan untuk Kelompok Daging

Pengeluaran per Bulan

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah

(orang) % Jumlah

(orang) %

Jumlah

(orang) %

Rp 100.000-Rp 500.000 19 76 13 52 32 64 Rp 500.001-Rp 1.000.000 3 12 9 36 12 24 Rp 1.000.001-Rp 1.500.000 3 12 1 4 4 8

>Rp 1.500.000 0 0 2 8 2 4

Jumlah 25 100 25 100 50 100

6.1.8. Kelompok Daging yang Sering Dikonsumsi

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, didapatkan keterangan bahwa 33 responden menyatakan lebih sering menyajikan daging ayam di rumah mereka karena menurut mereka daging ayam harganya lebih terjangkau. Sementara untuk daging sapi sendiri, hanya empat responden saja yang menyatakan lebih sering menyajikan daging sapi di rumah mereka dengan alasan keluarga mereka lebih menyukai daging sapi dibandingkan kelompok daging lainnya. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat di tabel berikut.

Tabel 15. Kelompok Daging yang Sering Disajikan di Rumah

Kelompok Daging Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Daging Ayam 16 64 17 68 33 66

Daging Ikan 6 24 7 28 13 26


(43)

Alasan utama sedikitnya jumlah responden yang memilih daging sapi sebagai makanan yang sering disajikan di rumah adalah faktor kesehatan. Kebanyakan responden berpendapat bahwa daging sapi memiliki tingkat kolesterol yang tinggi sehingga mereka takut hal tersebut dapat mengganggu kesehatan mereka padahal apabila daging tersebut diolah dengan benar dan konsumsinya tidak berlebihan, daging merah aman untuk kesehatan. Selain itu daging merupakan sumber protein yang sangat baik karena protein yang terkandung di dalam daging memiliki asam amino esensial

6.2. Pol Konsumsi Daging Sapi

6.2.1. Frekuensi Konsumsi dan Jumlah Pembelian Daging Sapi

Mayoritas responden daging sapi lokal dan impor di Kecamatan Setiabudi sebesar 46 persen menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi di rumah mereka sebanyak 3-4 kali sebulan. Sementara sebanyak 40 persen responden menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi 1-2 kali sebulan dan hanya 14 persen responden yang menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi 5-6 kali sebulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 16 berikut.

Tabel 16. Frekuensi Penyajian Hidangan Berbahan Baku Daging Sapi di Rumah dalam Periode Satu Bulan

Frekuensi Penyajian

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

1-2 kali 13 52 7 28 20 40

3-4 kali 9 36 14 56 23 46

5-6 kali 3 12 4 16 7 14

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Jumlah pembelian daging sapi per bulan oleh responden dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok pertama untuk jumlah pembelian 0,5-1,5 kg, kelompok kedua untuk jumlah pembelian 1,51-2,5 kg, kelompok ketiga untuk jumlah pembelian 2,51-3,5 kg dan kelompok keempat untuk jumlah pembelian di atas 3,5 kg. Berdasarkan empat kelompok terebut, didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden membeli daging sapi dengan jumlah 0,5-1,5 kg per bulan yaitu sebanyak 24 responden (48 persen).

Jenis karkas daging yang sering dibeli oleh konsumen adalah daging has. Hal ini dikarenakan daging has memiliki lemak yang sedikit. Selain itu daging has


(44)

juga dipilih karena daging ini cocok untuk diolah menjadi berbagai masakan berbahan dasar daging, terutama masakan daging rendang.

Tabel 17. Jenis Karkas Daging yang Sering Dibeli

Jenis karkas Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

Has 10 40 21 84 31 62

Paha 9 36 0 0 9 18

Sengkel 4 16 2 8 6 12

Iga 2 8 2 8 4 8

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Berdasarkan data, responden daging sapi lokal cenderung lebih sering membeli 0,5-1,5 kg daging sapi per bulan, sementara responden daging sapi impor cenderung lebih sering membeli 1,51-2,5 kg daging sapi per bulan. Sedangkan secara keseluruhan, jumlah pembelian daging sapi, baik lokal maupun impor, oleh responden di wilayah ini adalah 0,5 kg per bulan.

Tabel 18. Jumlah Pembelian Daging Sapi per Bulan Jumlah

Pembelian

Daging Sapi Lokal Daging Sapi Impor

Jumlah (orang) % Jumlah (orang) % Jumlah (orang) %

0,5-1,5 kg 16 64 8 32 24 48

1,51-2,5 kg 4 16 11 44 15 30

2,51-3,5 kg 4 16 2 8 6 12

> 3,5 kg 1 4 4 16 5 10

Jumlah 25 100 25 100 50 100

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa responden daging sapi impor cenderung membeli daging sapi dalam jumlah yang cukup besar serta cenderung lebih sering menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi di rumah mereka dibandingkan responden daging sapi lokal. Hal ini dikarenakan umumnya responden daging sapi impor merupakan responden dengan pendapatan yang lebih besar dibandingkan responden daging sapi lokal. Besar atau kecilnya pendapatan responden menentukan daya beli mereka, oleh sebab itu akan sangat memungkinkan bagi responden daging sapi impor untuk membeli daging sapi dengan jumlah yang lebih besar sehingga mereka juga lebih sering menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi di rumah mereka dibandingkan responden daging sapi lokal.


(1)

III. PENENTUAN SIKAP (Ab) TERHADAP PERILAKU TERTENTU Petunjuk : Beri tanda (X) pada kotak yang tersedia sesuai dengan pandangan Anda sebagai konsumen daging sapi

A. Tingkat Kepercayaan

SS = Sangat Setuju S = Setuju B = Biasa TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju

 

NO KETERANGAN

DAGING SAPI LOKAL DAGING SAPI IMPOR SS S B TS STS SS S B TS STS

-2 -1 0 1 2 -2 -1 0 1 2 1 Harga daging sapi murah

2 Kesegaran daging sapi baik 3 Sertifikasi daging sapi sudah baik

4 Rasa daging enak

5 Daging mudah dikunyah

6 Daging sapi memiliki lemak yang sedikit 7 Daging sapi memiliki kekenyalan yang baik 8 Daging sapi berwarna segar

9 Daging sapi memiliki tekstur/serat yang baik

         


(2)

83  KETERANGAN

1. Harga 

SS = Jika dengan harga tersebut saya mendapatkan daging yang memiliki kualitas fisik yang baik dan saya puas dengan daging tersebut.

S = Jika dengan harga tersebut, saya mendapatkan daging yang memiliki kualitas fisik yang cukup baik dan saya puas dengan daging tersebut

B = Jika dengan harga tersebut, saya mendapatkan daging yang memiliki kualitas fisik yang cukup baik dan secara keseluruhan saya merasa cukup puas dengan daging tersebut

TS =Jika dengan harga tersebut, saya mendapatkan daging yang memiliki kualitas fisik yang cukup baik,namun saya merasa kurang puas dengan daging tersebut

STS = Jika dengan harga tersebut, saya mendapatkan daging yang memiliki kualitas fisik yang cukup baik,namun saya merasa tidak puas dengan daging tersebut

2. Kesegaran

SS = Apabila daging memiliki aroma khas daging, warna daging merah terang dan dapat disimpan dalam kulkas selama 5 hari

S = Apabila daging memiliki aroma khas daging, warna daging merah, dapat disimpan 5 hari dalam kulkas

B = Apabila aroma khas daging agak berkurang, warna daging agak kecoklatan, dapat disimpan 4 hari dalam kulkas

TS = Apabila daging mulai berbau agak tajam, warna daging kecoklatan, dapat disimpan 3 hari dalam kulkas

STS = Apabila daging mulai berbau tajam, warna daging merah gelap, dapat disimpan tidak lebih dari 3 hari dalam kulkas.

3. Sertifikasi

SS =Apabila sertifikat tsb diletakkan dekat dengan tempat daging dijajakan dan pembeli dapat langsung melihatnya

S = Apabila sertifikat tsb diletakkan cukup dekat dengan tempat daging dijajakan namun pembeli masih dapat melihatnya

B = Apabila sertifikat tsb diletakkan agak jauh dari tempat daging dijajakan namun pembeli masih dapat melihatnya

TS = Apabila sertifikat tsb diletakkan jauh dari tempat daging dijajakan dan pembeli cukup sulit untuk melihatnya

STS = Apabila tidak ditemukan sertifikat tsb di tempat penjualan daging tersebut. 4. Rasa

SS = Daging memiliki rasa yang gurih dan sesuai dengan selera saya S = Daging memiliki rasa yang cukup gurih dan sesuai dengan selera saya B = Daging memiliki rasa yang cukup gurih dan cukup sesuai dengan selera saya TS = Daging memiliki rasa yang kurang gurih dan kurang sesuai dengan selera saya STS = Daging memiliki rasa yang kurang gurih dan tidak sesuai dengan selera saya


(3)

5. Keempukan

SS = Gigi sangat mudah untuk masuk kedalam daging saat digigit dan diperlukan sedikit tenaga untuk mengunyah daging tersebut

S = Gigi mudah untuk masuk kedalam daging saat digigit dan diperlukan sedikit tenaga untuk mengunyah daging tersebut

B = Gigi cukup mudah untuk masuk kedalam daging saat digigit dan diperlukan cukup tenaga untuk mengunyah daging tersebut

TS = Gigi sulit untuk masuk kedalam daging saat digigit dan diperlukan agak banyak tenaga untuk mengunyah daging tersebut

STS = Gigi sangat sulit untuk masuk kedalam daging saat digigit dan diperlukan banyak tenaga untuk mengunyah daging tersebut

6. Lemak

SS = Apabila dari 100g daging, lemak yang terlihat dalam daging < 10%

S = Apabila dari 100g daging, lemak yang terlihat dalam daging antara 10%-30% B = Apabila dari 100g daging, lemak yang terlihat dalam daging antara 30%-50% TS = Apabila dari 100g daging, lemak yang terlihat dalam daging antara 50%-70% STS = Apabila dari 100g daging, lemak yang terlihat dalam daging >70%

7. Kekenyalan

SS = Jika ditekan dengan jari daging dengan sangat cepat akan kembali ke bentuk semula S = Jika ditekan dengan jari daging cepat akan kembali ke bentuk semula

B = Jika ditekan dengan jari daging akan membutuhkan waktu yang sedikit lama untuk kembali ke bentuk semula

TS = Jika ditekan dengan jari daging akan membutuhkan waktu yang lama untuk kembali ke bentuk semula

STS = Jika ditekan dengan jari daging tidak kembali ke bentuk semula

8. Warna

SS = Warna daging merah terang S = Warna daging merah

B = Warna daging agak kecoklatan TS = Warna daging kecoklatan/merah tua STS = Warna daging merah gelap

9. Tekstur

SS = Tekstur daging sapi sangat halus

S = Tekstur daging sapi halus B = Tekstur daging sapi agak halus TS = Tekstur daging sapi kasar STS = Tekstur daging sapi sangat kasar


(4)

85  B. Evaluasi

1. Apakah harga daging sapi penting bagi Anda

a. Sangat Penting d. Tidak Penting

b. Penting e. Sangat Tidak Penting c. Biasa

2. Apakah kesegaran daging sapi penting bagi Anda

a. Sangat Penting d. Tidak Penting

b. Penting e. Sangat Tidak Penting c. Biasa

3. Apakah sertifikasi daging sapi penting bagi Anda

a. Sangat Penting d. Tidak Penting

b. Penting e. Sangat Tidak Penting c. Biasa

4. Apakah rasa daging penting bagi Anda

a. Sangat Penting d. Tidak Penting

b. Penting e. Sangat Tidak Penting c. Biasa

5. Apakah kemudahan dalam mengunyah daging sapi penting bagi Anda a. Sangat Penting d. Tidak Penting

b. Penting e. Sangat Tidak Penting c. Biasa

6. Apakah lemak daging sapi penting bagi Anda

a. Sangat Penting d. Tidak Penting

b. Penting e. Sangat Tidak Penting c. Biasa

7. Pentingkah menguji kekenyalan daging saat melakukan pembelian a. Sangat Penting d. Tidak Penting

b. Penting e. Sangat Tidak Penting c. Biasa

8. Pentingkah melihat warna daging sapi saat melakukan pembelian a. Sangat Penting d. Tidak Penting

b. Penting e. Sangat Tidak Penting c. Biasa

9. Pentingkah melihat tekstur/serat dagi sapi saat melakukan pembelian a. Sangat Penting d. Tidak Penting

b. Penting e. Sangat Tidak Penting c. Biasa


(5)

RINGKASAN

YUKI MASILIANA BERNADIEN. Sikap dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelian Daging Sapi Lokal dengan Daging Sapi Impor (Studi Kasus di Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta). Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA)

Daging sapi adalah salah produk daging yang memiliki nilai perekonomian dan permintaan pasar yang tinggi. Hal ini dibuktikan dari peningkatan permintaan daging sapi sebesar 5 persen per tahunnya. Sayangnya peningkatan permintaan tersebut masih belum diimbangi oleh produksi daging sapi yang memadai sehingga untuk memenuhi permintaan tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengimpor. Adanya kebijakan impor inilah yang kemudian memberikan dua jenis daging sapi di pasaran, yaitu daging sapi lokal dan daging sapi impor.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik konsumen daging sapi lokal dan daging sapi impor, (2) mengidentifikasi sikap konsumen untuk daging sapi lokal dengan daging sapi impor, dan (3) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian daging sapi tersebut.

Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga April 2012 di Kecamatan Setiabudi, Jakarta. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan dua tahap. Pertama, menentukan secara acak sederhana dua kelurahan yang akan dijadikan tempat pengambilan sampel. Kedua, memilih masing-masing 25 responden dari dua kelurahan tersebut, sehingga total responden dalam penelitian ini terdiri dari 50 orang. Responden dalam penelitian dipilih secara purposive sampling berdasarkan tempat tinggal serta kesediaan mereka untuk diwawancarai dan mengisi kuesioner yang disediakan.

Metode pengolahan dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik responden daging sapi lokal dan impor. Sedangkan analisis data secara kuantitatif dilakukan dengan model sikap multiatribut Fishbein dan analisis regresi.

Secara umum karakteristik responden yang sering mengkonsumsi daging sapi lokal dengan responden yang sering mengkonsumsi daging sapi impor tidak banyak perbedaan. Masing-masing memiliki karakteristik berusia antara 17 hingga 26 tahun, wanita, memiliki latar belakang pendidikan terakhir adalah SMA, berpenghasilan antara Rp 1.000.000-Rp 2.500.000, memiliki jumlah anggota keluarga antara 4 hingga 6 orang serta memiliki anggaran belanja (pengeluaran) untuk kelompok daging sebesar Rp 100.000-Rp 500.000 per bulan.

Perbedaan karakteristik responden daging sapi lokal dengan daging sapi impor terletak pada karakteristik pekerjaan. Responden daging sapi lokal kebanyakan memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sementara responden daging sapi impor kebanyakan adalah pegawai swasta.

Dilihat dari pola konsumsi daging sapi mereka, responden daging sapi lokal lebih sering membeli daging sapi rata-rata 0,5-1,5 kg per bulan di pasar tradisional. Selain itu responden daging sapi lokal juga lebih banyak yang menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi sebanyak 1-2 kali seminggu di


(6)

rumah mereka. Sementara untuk responden daging sapi impor rata-rata mereka membeli daging sapi sebanyak 1,51-2,5 kg per bulan di supermarket. Responden daging sapi impor lebih banyak menyajikan hidangan berbahan baku daging sapi sebanyak 3-4 kali seminggu di rumah mereka.

Berdasarkan hasil dari Multiatribut Fishbein, secara keseluruhan konsumen di Kecamatan Setiabudi memiliki sikap yang lebih positif terhadap daging sapi lokal dibandingkan daging sapi impor karena responden menilai semua atribut daging sapi lokal lebih baik daripada atribut daging sapi impor. Meskipun begitu beberapa atribut dari daging sapi lokal perlu ditingkatkan kualitasnya agar semakin banyak orang yang mengkonsumsinya.

Berdasarkan hasil analisis regresi, faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi pembelian daging sapi lokal adalah frekuensi konsumsi dan jumlah anggota keluarga. Sementara faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi pembelian daging sapi impor adalah frekuensi konsumsi dan usia.