sebesar 5 netral. Hasil ini menunjukkan bahwa bakso ikan layaran pada penelitian ini sudah memiliki karakteristik sensori warna yang sama dengan bakso
ikan komersial yang banyak dijual. Padahal pembuatan bakso ikan layaran pada penelitian ini hanya menggunakan surimi frekuensi pencucian 1 kali dan tidak
menggunakan bahan kimia untuk menstabilkan warna seperti yang ditambahkan pada pembuatan bakso ikan komersial 2, yaitu berupa skuestran. Sekuestran atau
zat pengikat logam merupakan bahan penstabil yang digunakan dalam berbagai pengolahan bahan makanan, senyawa ini dapat membantu menstabilkan warna,
cita rasa dan tekstur Winarno 2008. Rendahnya tingkat penerimaan warna bakso ikan komersial 1 dikarenakan bakso tersebut tidak menggunakan bahan baku
surimi yang dalam pembuatannya dilakukan proses pencucian, tetapi menggunakan bahan baku berupa daging lumat ikan. Proses pencucian pada
pembuatan surimi dapat memperbaiki warna daging ikan Irianto dan Giyatmi 2009, sehingga bakso ikan yang dihasilkan dapat mempunyai warna putih sesuai
dengan standar SNI 01-3819-1995. Menurut Astawan et al. 1996 dalam penelitiannya juga meyatakan bahwa tahap pencucian memberikan warna yang
lebih putih.
4.6.1.2 Penampakan
Penampakan produk memegang peranan penting dalam hal penerimaan konsumen karena penilaian awal dari suatu produk adalah penampakannya
sebelum faktor lain dipertimbangkan secara visual. Meskipun penampakannya tidak menggunakan tingkat kesukaan konsumen secara mutlak, tetapi penampakan
juga mempengaruhi penerimaan konsumen Soekarto 1985. Nilai rata-rata penampakan bakso ikan layaran hasil penelitian dan bakso
ikan komersial dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai rata-rata penampakan bakso ikan layaran hasil penelitian dan bakso ikan komersial 2 memiliki nilai yang sama
yaitu 7 suka, sedangkan nilai rata-rata penampakan bakso ikan komersial 1 adalah 4 agak tidak suka. Hasil ini menunjukkan bahwa bakso ikan layaran dari
bahan baku surimi pencucian 1 kali dan bakso ikan komersial 2 lulus uji organoleptik. Rendahnya tingkat penerimaan bakso ikan komersial 1 diduga
karena penampakan dari bakso ikan komersial 1 kurang cemerlang sehingga tidak memberikan daya tarik atau selera. Menurut hasil penelitian Chaidir 2001,
panelis menunjukkan respon kesukaan terhadap bentuk bakso yang bulat utuh, halus, cemerlang tidak kusam, dan menarik menimbulkan selera. Pembuatan
bakso secara manual juga dapat ikut mempengaruhi respon panelis terhadap penampakan. Walaupun bakso ikan layaran pada penelitian ini dibuat secara
manual, tetapi bakso ikan yang dihasilkan ini sudah dapat memberikan hasil yang baik. Hal ini sudah termasuk dalam keunggulan produk bakso ikan layaran yang
dihasilkan.
4.6.1.3 Aroma
Aroma merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk. Pada umumnya bau yang diterima oleh
hidung dan otak lebih banyak menggunakan berbagai ramuan atau campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus Winarno 2008. Menurut
SNI 01-3819-1995, bakso ikan harus memiliki aroma normal khas ikan. Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa bakso ikan layaran hasil
penelitian memiliki nilai rata-rata aroma sebesar 6 atau agak suka. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Uju et al. 2004 dengan nilai
aroma bakso ikan layaran pencucian 1 kali sebesar 5 atau netral. Bakso ikan komersial 1 mempunyai nilai rata-rata sebesar 4 atau agak tidak suka dan bakso
ikan komersial 2 sebesar 7 atau suka. Hasil ini menunjukkan bahwa bakso ikan layaran yang dihasilkan masih berada pada tingkat penerimaan kesukaan panelis
dan telah lulus uji organoleptik. Rendahnya nilai aroma bakso ikan komersial 1 diduga karena bau amis daging lumat ikan yang digunakan masih tercium
menyengat, sehingga panelis kurang menyukainya. Bakso ikan komersial 1 ini juga tidak menggunakan surimi sebagai bahan bakunya, dimana bahan baku yang
digunakan tersebut hanya dicuci dan tidak menggunakan cara pencucian untuk dapat menghasilkan surimi. Menurut Fardiaz 1985, fungsi pencucian antara lain
adalah membersihkan darah, lendir, protein yang larut dalam air sarkoplasma, pigmen dan untuk memperbaiki bau yang dihasilkan.
4.6.1.4 Tekstur