panelis menunjukkan respon kesukaan terhadap bentuk bakso yang bulat utuh, halus, cemerlang tidak kusam, dan menarik menimbulkan selera. Pembuatan
bakso secara manual juga dapat ikut mempengaruhi respon panelis terhadap penampakan. Walaupun bakso ikan layaran pada penelitian ini dibuat secara
manual, tetapi bakso ikan yang dihasilkan ini sudah dapat memberikan hasil yang baik. Hal ini sudah termasuk dalam keunggulan produk bakso ikan layaran yang
dihasilkan.
4.6.1.3 Aroma
Aroma merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk. Pada umumnya bau yang diterima oleh
hidung dan otak lebih banyak menggunakan berbagai ramuan atau campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus Winarno 2008. Menurut
SNI 01-3819-1995, bakso ikan harus memiliki aroma normal khas ikan. Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa bakso ikan layaran hasil
penelitian memiliki nilai rata-rata aroma sebesar 6 atau agak suka. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Uju et al. 2004 dengan nilai
aroma bakso ikan layaran pencucian 1 kali sebesar 5 atau netral. Bakso ikan komersial 1 mempunyai nilai rata-rata sebesar 4 atau agak tidak suka dan bakso
ikan komersial 2 sebesar 7 atau suka. Hasil ini menunjukkan bahwa bakso ikan layaran yang dihasilkan masih berada pada tingkat penerimaan kesukaan panelis
dan telah lulus uji organoleptik. Rendahnya nilai aroma bakso ikan komersial 1 diduga karena bau amis daging lumat ikan yang digunakan masih tercium
menyengat, sehingga panelis kurang menyukainya. Bakso ikan komersial 1 ini juga tidak menggunakan surimi sebagai bahan bakunya, dimana bahan baku yang
digunakan tersebut hanya dicuci dan tidak menggunakan cara pencucian untuk dapat menghasilkan surimi. Menurut Fardiaz 1985, fungsi pencucian antara lain
adalah membersihkan darah, lendir, protein yang larut dalam air sarkoplasma, pigmen dan untuk memperbaiki bau yang dihasilkan.
4.6.1.4 Tekstur
Tekstur bakso ikan yang cenderung lebih disukai konsumen adalah bakso ikan yang mempunyai tekstur yang kompak, tidak liat atau membal, tidak ada
serat daging, tanpa duri atau tulang, tidak lembek, tidak basah berair serta tidak rapuh Wibowo 2006. Berdasarkan SNI 01-3819-1995, bakso ikan harus
mempunyai tekstur yang kenyal. Nilai rata-rata tekstur bakso ikan layaran dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai
rata-rata tekstur bakso ikan layaran hasil penelitian adalah 6 atau agak suka. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Uju et al. 2004 dengan
nilai tekstur sebesar 5 atau netral. Hasil tersebut juga berbeda dengan bakso ikan komersial 1 dengan nilai rata-rata tekstur sebesar 4 atau agak tidak suka,
sedangkan nilai rata-rata tekstur bakso ikan komersial 2 sebesar 7 atau suka. Tingginya nilai rata-rata tekstur bakso ikan komersial 2 dapat dikarenakan adanya
penambahan sekuestran. Sekuestran merupakan bahan tambahan makanan yang dapat membantu menstabilkan warna, cita rasa dan tekstur Winarno 2008. Bakso
ikan layaran hasil penelitian dan bakso ikan komersial 2 memiliki tekstur yang lebih baik karena pengaruh penggunaan surimi sebagai bahan bakunya. Tekstur
pada bakso ikan dapat dipengaruhi oleh kandungan protein miofibril. Pada proses pencucian dalam pembuatan surimi, protein sarkoplasma akan terlarut sehingga
kandungan protein miofibril akan meningkat. Menurut Djazuli et al. 2009, protein larut garam berperan sangat penting dalam menentukan mutu fungsional
surimi, terutama pembentukan gel dan tekstur.
4.6.1.5 Rasa
Rasa merupakan faktor yang mempengaruhi penilaian terhadap suatu produk dapat diterima atau tidak oleh konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain Winarno 2008. Berdasarkan SNI 01-3819-1995 bakso ikan
harus mempunyai rasa yang gurih. Nilai rata-rata penilaian rasa bakso ikan layaran adalah 6, yang berarti agak disukai. Hasil ini lebih tinggi dari hasil
penelitian Uju et al. 2004 dengan nilai rasa bakso ikan layaran pencucian 1 kali sebesar 5 atau netral. Nilai rata-rata rasa bakso ikan hasil penelitian lebih tinggi
dari bakso ikan komersial 1 dan lebih rendah dari bakso ikan komersial 2. Bakso ikan komersial 1 menghasilkan nilai rata-rata rasa sebesar 4 yang berarti agak
kurang suka dan bakso ikan komersial 2 menghasilkan nilai rata-rata sebesar 7 yang berarti suka.
Rasa suatu produk dapat dipengaruhi oleh adanya penambahan bumbu saat proses pembuatannya. Menurut Tarwotjo 1998, bumbu yang digunakan dapat
memberi rasa dan aroma pada masakan, serta mempunyai pengaruh sebagai bahan pengawet makanan. Bumbu-bumbu yang digunakan pada bakso ikan layaran hasil
penelitian adalah garam 2,5, bawang merah goreng 2,5, bawang putih 4 dan lada 1. Pada adonan bakso ikan komersial 2 ditambahkan gula, mononatrium
glutamate dan sekuestran sehingga menghasilkan tingkat penerimaan yang tinggi. Rendahnya nilai rata-rata rasa bakso ikan komersial 1 diduga karena banyaknya
penambahan tepung tapioka. Menurut Koswara et al. 2001, penambahan tepung yang terlalu tinggi akan menutup rasa daging sehingga rasa bakso kurang disukai
konsumen. Mononatrium glutamat atau MSG adalah garam natrium dari asam
glutamat dan merupakan senyawa cita rasa serta dapat menyebabkan sel reseptor rasa lebih peka sehingga dapat menikmati rasa dengan lebih baik. Sekuestran atau
zat pengikat logam merupakan bahan penstabil yang digunakan dalam berbagai pengolahan bahan makanan dan membantu menstabilkan warna, cita rasa dan
tekstur. Gula atau pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet serta memperbaiki sifat-sifat
kimia Winarno 2008. Garam yang digunakan sebanyak 2-3 memiliki fungsi untuk memperbaiki cita rasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet
Widyaningsih dan Murtini 2006.
4.6.2 Karakteristik fisika