Derajat putih Karakteristik fisika

pemberian garam pada pembuatan bakso ikan menyebabkan protein ini larut dan kemudian membentuk gel. Selain itu, dapat juga disebabkan hilangnya beberapa komponen dalam daging ikan yang dapat menghambat proses pembentukan gel. Komponen penghambat pembentukan gel tersebut antara lain protein sarkoplasma, lemak dan darah Lee 1994. Tingginya nilai kekuatan gel pada bakso ikan komersial 1 dan bakso ikan komersial 2 diduga dikarenakan adanya penambahan bahan penguat untuk dapat membentuk gel yang kuat dan elastis serta penggunaan tepung tapioka dalam jumlah yang cukup banyak.

4.6.2.2 Derajat putih

Derajat putih bakso ikan dilakukan dengan Chromameter minolta, yaitu analisis warna secara objektif yang mengukur warna yang dipantulkan oleh permukaan sampel yang diukur. Nilai derajat putih dihasilkan dari nilai L, notasi L menyatakan parameter kecerahan suatu produk pangan. Derajat putih bakso ikan layaran hasil penelitian adalah 64,58. Menurut penelitian Uju et al. 2004, nilai derajat kecerahan bakso ikan layaran pada pencucian 1 kali adalah sebesar 86,31. Perbedaan ini diduga karena adanya perbedaan jumlah komponen- komponen yang terlarut pada saat proses pencucian pada pembuatan surimi yang dapat mempengaruhi nilai derajat putih pada bakso ikan. Menurut Poernomo et al. 2006, pada saat proses pencucian dan pemerasan berlangsung, semua kotoran, lemak, darah dan protein sarkoplasma dapat terlarut bersama dengan air pencucian sehingga warna gel ikan semakin bersih dan putih. Nilai derajat putih bakso ikan layaran yang dihasilkan ini lebih tinggi dibandingkan dengan bakso ikan komersial 1, tetapi lebih rendah daripada bakso ikan komersial 2. Nilai derajat putih bakso ikan komersial 1 sebesar 61,17, sedangkan bakso ikan komersial 2 sebesar 73,44. Tingginya nilai derajat putih pada bakso ikan komersial 2 daripada bakso ikan layaran yang dihasilkan diduga karena proses pencucian pada pembuatan surimi sebagai bahan bakunya lebih dari 1 kali pencucian. Semakin banyak frekuensi pencucian yang dilakukan, zat-zat yang terlarut tersebut akan semakin banyak dan mengakibatkan warna surimi akan semakin bersih dan semakin disukai panelis Suzuki 1981. Adanya penambahan tepung tapioka yang juga dapat digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan bakso ikan dapat juga berfungsi sebagai bahan pembantu pewarna putih Radiyati dan Agusto 2008. Rendahnya nilai derajat putih pada bakso ikan komersial 1 diduga karena bakso ikan komersial 1 tidak menggunakan surimi sebagai bahan bakunya, melainkan menggunakan daging lumat ikan yang hanya dicuci terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan masih terdapatnya komponen-komponen yang dapat menghambat pembentukan warna putih pada bakso ikan yang dihasilkan. Menurut Suzuki 1981, proses pencucian dilakukan untuk mendapatkan warna putih dan untuk menghilangkan protein sarkoplasma yang mengganggu pembentukan gel.

4.6.2.3 Water holding capacity WHC