1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai
biologisnya mencapai 90 dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna Adawyah 2008. Salah satu jenis ikan yang dapat dimanfaatkan dan
sudah dikenal adalah ikan layaran Istiophorus sp.. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010, volume produksi ikan layaran dari
tahun 2004–2008 yaitu 2,075; 2,054; 2,661; 3,878; dan 3,957 ton dengan rata-rata kenaikan sebesar 19,07.
Menurut Ditjen Perikanan 1990, ikan layaran merupakan salah satu jenis ikan pelagis besar dan mempunyai nilai ekonomi penting karena mempunyai nilai
pasar dan daya produksi yang tinggi dalam bentuk segar. Selain dijual dalam bentuk segar, ikan layaran juga sudah digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan bakso ikan di Pelabuhan Ratu, Sukabumi-Jawa Barat. Daging ikan layaran dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bakso ikan karena memiliki
daging yang tebal dan mirip dengan daging sapi. Menurut data Kompas 2011, daging ikan layaran memiliki tekstur yang lembut dan rasanya juga tidak terlalu
amis, tidak seperti lazimnya daging ikan lainnya. Daging ikan layaran ini berwarna kemerah-merahan dengan daging yang tebal, mirip dengan daging sapi.
Pengolahan produk-produk perikanan terdapat dalam berbagai bentuk mulai dari pengolahan tradisional sampai modern. Semua bentuk pengolahan
adalah untuk membuat produk lebih diterima oleh konsumen atau untuk produk agar memiliki konsumen yang lebih besar Irianto dan Giyatmi 2009. Salah satu
produk diversifikasi pengolahan perikanan yang sudah banyak dikenal adalah gel ikan dan bakso ikan. Gel ikan merupakan salah satu produk yang terbuat dari
daging ikan dengan peranan protein aktin dan miosin yang terkandung didalamnya Watanabe et al. 1974. Tahapan utama pada proses pengolahan gel
ikan adalah pencucian daging ikan giling, penggilingan daging ikan dengan penambahan garam dan pemanasan Suzuki 1981. Sedangkan bakso ikan dapat
didefinisikan sebagai produk makanan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh
dari campuran daging ikan dan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan BSN 1995. Selain sebagai sumber
protein, bakso ikan juga merupakan makanan jajanan yang telah diterima oleh masyarakat karena harganya terjangkau serta dapat memenuhi selera dan daya beli
masyarakat Agustin dan Mewengkang 2008. Menurut Uju et al. 2004, bakso ikan yang memiliki kualitas baik dapat dilihat dari faktor penampakan, tekstur dan
cita rasa serta nilai gizinya. Pada pembuatan gel ikan dan bakso ikan dapat memanfaatkan surimi
sebagai bahan bakunya. Surimi adalah produk setengah jadi yang diolah dengan melumatkan daging ikan, kemudian dilakukan pencucian dengan air dingin untuk
menghilangkan sifat organoleptis yang kurang menarik dan setelah itu dipisahkan airnya Irianto dan Soesilo 2007. Surimi biasanya digunakan sebagai bahan baku
produk-produk akhir yang menginginkan sifat gel seperti gel ikan, bakso, sosis dan lain-lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan gel pada surimi
adalah proses pencucian. Menurut Suzuki 1981, lumatan daging ikan yang tidak dilakukan tahap pencucian akan memberikan hasil yang kurang baik terhadap sifat
gel pada produk lanjutannya. Pencucian juga dapat menyebabkan warna daging yang lebih putih, menghilangkan bau amis dan kandungan protein sarkoplasma
serta meningkatkan kandungan protein miofibril dan kekuatan gel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Poernomo et al. 2006 yang menyatakan bahwa proses
pencucian pada pembuatan surimi dapat meningkatkan kandungan protein miofibril yang berfungsi dalam membentuk gel dan larutnya semua kotoran,
lemak, darah dan protein sarkoplasma sehingga warna gel ikan semakin bersih dan putih.
Berdasarkan hasil penelitian Uju et al. 2004, menyarankan melakukan frekuensi pencucian sebanyak satu kali pada pembuatan surimi. Berdasarkan hasil
penelitian pendahuluan Haryati 2001, frekuensi pencucian surimi sebanyak satu kali memberikan nilai kekuatan gel dan tekstur gel ikan terbaik, serta dapat
meningkatkan warna surimi lebih putih. Pada siklus pencucian pertama dalam pembuatan surimi sudah mampu melarutkan protein sarkoplasma dalam daging
ikan Yongsawatdigul et al. 2006 dan aktivitas protein miofibril akan meningkat seiring dengan terlarutnya golongan protein sarkoplasma Santoso et al. 1997.
Menurut Toyoda et al. 1992, pencucian satu kali pada pembuatan surimi sudah dapat meningkatkan kadar protein miofibril dalam daging, dimana protein
miofibril tersebut bertanggung jawab terhadap pembentukan gel seiring dengan hilangnya komponen penghambat pembentukan gel seperti protein sarkoplasma,
lemak dan darah. Penggunaan surimi dengan frekuensi pencucian satu kali dapat
meningkatkan kekuatan gel dan menghasilkan warna daging lebih putih daripada penggunaan daging lumat tanpa pencucian. Penggunaan surimi frekuensi
pencucian satu kali biasanya hanya digunakan pada penelitian lanjutan apabila pada penelitian pendahuluan menunjukkan hasil yang baik, sehingga informasi
mengenai karakteristik produk yang dihasilkannya masih terbatas. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan analisis berupa karakteristik fisika dan
kimia dari gel dan bakso ikan layaran dari surimi ikan layaran frekuensi pencucian satu kali. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi hasil penelitian yang
telah ada yang menggunaan surimi frekuensi pencucian satu kali pada pembuatan produk perikanan. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan pembanding dalam penelitian pengaruh frekuensi pencucian pada pembuatan surimi terhadap karakteristik dari produk-produk perikanan.
1.2 Tujuan