Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Karakteristik Organoleptik Ikan Layaran Istiophorus sp.

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai dengan Maret 2012. Pelaksanaan penelitian berlangsung dibeberapa laboratorium, yaitu Laboratorium Teknologi Pangan uji kekuatan gel, derajat putih, Water Holding Capacity WHC dan protein larut garam, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan analisis proksimat, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan uji pH, Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan pembuatan surimi pencucian satu kali, gel ikan dan bakso ikan dan Laboratorium Organoleptik Teknologi Hasil Perairan uji organoleptik, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah ikan layaran Istiophorus sp. yang diperoleh dari TPI Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat yang kemudian dilakukan proses pencucian sebanyak satu kali dalam pembuatan surimi. Bahan lain yang digunakan antara lain tepung tapioka, garam, bawang merah goreng, bawang putih, lada, minyak goreng, air dan es. Bahan yang digunakan untuk analisis fisika dan kimia adalah akuades, H 2 S0 4 , NaOH, H 3 BO 3, HCl 0,2 N dan NaCl 5. Alat yang digunakan dalam pembuatan surimi, gel dan bakso ikan antara lain pisau, plastik, cool box, talenan, karet, tali kasur, serokan, sendok, kain blacu, food processor, baskom, alat pengepres surimi, panci perebusan, meat grinder, tabung stainless, kompor, kain kasa dan timbangan digital. Alat yang digunakan untuk analisis fisika dan kimia antara lain oven, desikator, kompor listrik, tanur, tabung Kjeldahl, erlenmeyer, soxhlet, kondensor, carverpress, termometer, labu lemak, pH meter, kertas saring, Texture analyzer, Chromameter minolta, cawan porselen dan alat destilasi.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap meliputi penentuan kesegaran ikan layaran dengan uji organoleptik, preparasi ikan, pembuatan surimi dengan proses pencucian satu kali, pembuatan gel ikan dan pembuatan bakso ikan layaran Istiophorus sp., serta analisis karakteristik fisika kimia gel dan bakso ikan layaran Istiophorus sp. dari surimi frekuensi pencucian satu kali.

3.3.1 Uji organoleptik ikan layaran Istiophorus sp.

Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel ikan layaran dari TPI Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. Ikan layaran ditransportasikan menuju Bogor dengan menggunakan bus dan ikan disimpan dalam cool box dan sterofoam yang diberikan tambahan es untuk tetap menjaga kesegaran ikan. Ikan ditransportasikan hingga sampai ke laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Peraiaran dan kemudian disimpan dalam freezer. Ikan yang sudah ada disiapkan untuk pengujian organoleptik. Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan yang dilakukan oleh panelis semiterlatih sebanyak 30 orang. Diagram alir penentuan kesegaran ikan layaran Istiophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Diagram alir uji organoleptik ikan layaran Istiophorus sp. Pembelian ikan layaran di TPI Penyimpanan ikan layaran dalam cool box yang diberi es 2:1 Pentransportasian ikan layaran Penyimpanan sementara dalam freezer Uji organoleptik ikan layaran mata, insang, lendir permukaan,daging, bau,tekstur

3.3.2 Preparasi ikan layaran Istiophorus sp.

Ikan layaran yang telah dilakukan pengujian organoleptik kemudian disiapkan untuk melakukan preparasi. Ikan layaran yang akan digunakan di thawing terlebih dahulu dan kemudian dicuci untuk menghilangkan kotoran. Setelah pencucian dilakuakn proses fillet untuk memisahkan daging ikan dengan bagian lain kepala, isi perut, sirip dan tulang dan kemudian di pisahkan kulitnya serta dilakukan pemisahan antara serat daging dengan daging untuk mempermudah proses pelumatan daging dengan menggunakan meat grinder. Selanjutnya dilakukan pencampuran seluruh bagian daging ikan yang sudah dilumatkan. Hal ini dilakukan agar seluruh bagian daging ikan layaran dapat tercampur dengan rata. Daging lumat yang dihasilkan dilakukan uji proksimat untuk mengetahui komposisi kimianya. Diagram alir penyiapan daging lumat ikan layaran Istiophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Diagram alir penyiapan daging lumat ikan layaran Istiophorus sp. Ikan layaran Thawing dan Pencucian Pelumatan dengan meat grinder Pemisahan serat daging dengan daging Pelepasan kulit Pem-fillet-an Pencampuran seluruh daging lumat Analisis proksimat Daging lumat

3.3.3 Pembuatan surimi ikan layaran Istiophorus sp.

Daging ikan layaran yang sudah lumat ditimbang untuk mengetahui berat awal daging lumat, kemudian dicuci sebanyak satu kali dengan perbandingan air es dan daging lumat sebesar 3:1. Pada proses pencucian daging lumat dicuci dengan air es 5-8 o C dan diaduk selama 10 menit dengan penambahan garam 0,3 bb. Setelah itu, daging lumat disaring menggunakan kain blacu dan diperas menggunakan alat pemeras surimi untuk menghilangkan air dengan tingkat pemerasan yang sama. Daging lumat yang sudah menjadi surimi ditimbang untuk mengetahui berat akhirnya. Surimi yang dihasilkan kemudian dilakukan pengujian kadar air. Diagram alir pembuatan surimi ikan layaran Istiophorus sp. frekuensi pencucian satu kali dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Diagram alir pembuatan surimi ikan layaran Istiophorus sp.

3.3.4 Pembuatan gel ikan layaran Istiophorus sp.

Daging lumat yang telah menjadi surimi ditimbang dan dilakukan pencampuran dengan garam 2,5 bb menggunakan food processor selama 3 menit hingga adonan homogen dan dicetak dengan menggunakan tabung stainless. Hasil pencetakan tersebut kemudian dilakukan pemanasan dengan suhu 45-50 o C selama 20 menit dan dilanjutkan dengan suhu 80-90 o C selama 30 menit. Pencucian satu kali air es : ikan = 3:1 + garam 0,3 bb 10 menit Daging lumat Penimbangan berat awal Penyaringan Surimi Pemerasan Analisis : - Rendemen - Kadar air Gel ikan yang dihasilkan dilakukan analisis untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia dengan melakukan pengujian sensori, uji lipat, uji gigit, uji kekuatan gel, uji proksimat, uji protein larut garam, uji derajat putih dan uji WHC. Diagram alir pembuatan gel ikan layaran Istiophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Diagram alir pembuatan gel ikan layaran Istiophorus sp.

3.3.5 Pembuatan bakso ikan layaran Istiophorus sp.

Bahan baku pembuatan bakso ikan menggunakan surimi dengan pencucian satu kali. Surimi yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu, kemudian dimasukan ke dalam food processor dan ditambahkan garam 2,5 sambil terus diaduk hingga terbentuk adonan yang lengket. Setelah itu, dilakukan penambahan bumbu seperti bawang merah goreng 2,5, bawang putih 4 dan lada 1 yang kemudian diaduk, tambahkan tepung tapioka 10 lalu diaduk, minyak goreng 10 dan air es sedikit demi sedikit kemudian diaduk hingga homogen. Pengadukan adonan dilakukan selama 5 menit. Analisis : Penampakan, warna, aroma, tekstur, rasa, uji lipat, uji gigit, kekuatan gel, derajat putih, WHC, proksimat dan PLG Surimi Penimbangan Pencampuran dengan garam 2,5 bb Homogenisasi dengan food processor Pemanasan I suhu 45-50 O C 20 menit Pemanasan II suhu 80-90 O C 30 menit Pencetakan dalam tabung stainless diameter 3,25 cm; tinggi 3 cm Gel ikan Adonan yang dihasilkan dicetak menyerupai bola kecil dengan menggunakan tangan oleh karyawan yang sudah ahli dalam proses pencetakan bakso. Adonan yang telah dicetak kemudian dilakukan pemanasan dengan proses pemanasan dibagi menjadi 2 kali, yaitu pemanasan I dengan suhu 45-50 o C selama ± 5 menit dan pemanasan II dengan suhu 80-90 o C selama ± 15 menit. Bakso yang dihasilkan didinginkan terlebih dahulu dan kemudian dilakukan analisis, baik analisis sensori, fisika maupun kimia. Selain itu, bakso ikan layaran yang telah dihasilkan kemudian dibandingkan dengan bakso ikan komersial 1 bakso ikan dari Pelabuhan ratu dan bakso ikan komersial 2 bakso ikan dari swalayan. Analisis yang dilakukan terdiri dari uji sensori penampakan, warna, tekstur, rasa, aroma, uji kekuatan gel, derajat putih, WHC, uji lipat, uji gigit, analisis proksimat dan uji protein larut garam. Diagram alir pembuatan bakso ikan layaran Istiophorus sp. dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Diagram alir pembuatan bakso ikan layaran Istiophorus sp. Ikan layaran Bakso ikan Surimi Pengadonan Pemanasan I suhu 45-50 o C selama ± 5 menit Pemanasan II suhu 80-90 o C selama ± 15 menit Pendinginan suhu ruang Pencetakan bakso Garam 2,5 Bawang merah goreng 2,5 Bawang putih 4 Lada 1 Tepung tapioka 10 Minyak goreng 10 Air es Analisis: Penampakan, warna, aroma, rasa, tekstur, kekuatan gel, derajat putih, WHC, uji lipat, uji gigit, proksimat, PLG dan nilai pH

3.4 Prosedur Analisis

Analisis pada penelitian ini meliputi uji organoleptik, rendemen, fisika dan kimia. Analisis fisika yang dilakukan terdiri dari kekuatan gel, derajat putih, WHC, uji lipat dan uji gigit. Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis proksimat, protein larut garam dan pengukuran nilai pH.

3.4.1 Uji organoleptik Rahayu 1998

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan, panelis diminta untuk memberikan tanggapan tentang tingkat kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkatan disebut skala hedonik dan dalam analisisnya ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaannya. Penelitian ini menggunakan sembilan skala hedonik yang menunjukkan tingkat kesukaan. Pelaksanaan uji dilakukan dengan cara menyajikan bakso yang telah diberi kode menggunakan bilangan acak dan panelis diminta untuk memberikan penilaian pada score sheet yang telah disediakan. Panelis yang dibutuhkan sebanyak 30 panelis semi terlatih. Parameter uji meliputi rasa, warna, aroma, tekstur dan penampakan, termasuk uji lipat dan uji gigit. Parameter rasa dinilai pada saat memakan produk. Parameter warna dan aroma dinilai dengan melihat dan mencium aroma produk yang disajikan. Parameter tekstur dinilai dengan perabaan oleh lidah pada saat produk dimakan dan parameter kekenyalan dinilai berdasarkan kemudahan dalam melipat bakso ikan.

3.4.2 Rendemen daging dan surimi

Rendemen daging dihitung dengan cara membandingkan antara berat daging dengan berat ikan utuh. Ikan layaran utuh ditimbang sebagai berat awal a. Kemudian dilakukan penyiangan dengan membuang kulit, tulang, isi perut, sirip dan kepala lalu ditimbang sebagai berat akhir b. Selanjutnya rendemen daging dihitung dengan persamaan : Rendemen surimi dihitung dengan membandingkan berat surimi dengan berat daging lumat ikan yang digunakan. Daging lumat ikan yang digunakan Rendemen daging = b x 100 a ditimbang sebagai berat awal c. Kemudian daging lumat tersebut dicuci dan diperas lalu ditimbang sebagai berat akhir d. Selanjutnya rendemen surimi dihitung dengan persamaan :

3.4.3 Analisis fisika

Analisis fisika yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji kekuatan gel, uji derajat putih, uji WHC, uji lipat dan uji gigit. 1 Uji kekuatan gel White dan Englar diacu dalam Granada 2011 Pengukuran kekuatan gel dilakukan secara obyektif dengan menggunakan Texture analyzer TA-XT21. Tingkat kekerasan bakso ikan dinyatakan dalam gram force tiap cm 2 gfcm 2 yang berarti besarnya gaya tekan untuk memecah deformasi produk. Sampel diletakkan dibawah probe berbentuk silinder pada tempat penekanan, dengan sisi lebar ke atas, kemudian dilakukan penekanan terhadap sampel dengan probe silinder tersebut. Kecepatan alat ketika menekan sampel adalah 1 mms. Tekanan dilakukan sebanyak satu kali dan hasil pengukuran akan tercetak pada kertas grafik dan dapat dilihat tinggi saat sampel benar-benar pecah. Nilai tertinggi pada grafik menunjukkan nilai kekuatan gel pada suatu bahan. 2 Uji derajat putih Park 1994 dalam Chaijan et al. 2004 Derajat putih sampel dilakukan dengan Chromameter minolta, yaitu analisis warna secara obyektif yang mengukur warna yang dipantulkan oleh permukaan sampel yang diukur. Skala warna yang digunakan untuk mengukur tingkatan dari lightness L adalah hitam 0 sampai cerahterang 100, a adalah merah 60 sampai hijau -60 dan b adalah kuning 60 sampai biru -60. Bila ΔL bernilai positif contoh lebih putih dibandingkan standar, sedangkan bila bernilai negatif artinya contoh lebih gelap dibandingkan standar. Bila Δa positif artinya contoh lebih merah dibandingkan dengan standar, sedangkan bila Δa negatif artinya contoh lebih hijau dibandingkan standar. Bila Δb bernilai positif contoh lebih kuning dibandingkan standar, dan Δb bernilai negatif artinya contoh Rendemen surimi = d x 100 c lebih biru dibandingkan standar. Nilai derajat putih atau whiteness dihitung dengan rumus: 3 Uji lipat Suzuki 1981 Uji pelipatan merupakan salah satu pengujian mutu surimi dan bakso yang dilakukan dengan cara memotong sampel dengan ketebalan 4-5 mm. Potongan sampel tersebut diletakkan diantara ibu jari dan telunjuk, kemudian dilipat untuk diamati ada tidaknya retakan pada bakso. Tingkat kualitas dan contoh lembar penilaian uji lipat dapat dilihat pada Lampiran 3. 4 Uji gigit Suzuki 1981 Uji gigit dilakukan untuk mengukur kekuatan produk. Uji ini memberi taksiran secara obyektif dari seorang panelis terhadap produk, panelis yang melakukan pengujian ini sebanyak 30 orang. Pengujian dilakukan dengan cara menggigit sampel antara gigi seri atas dan bawah. Sampel yang diuji memiliki vketebalan 5 mm. Tingkat kualitas uji lipat dan contoh lembar penilaian uji lipat dapat dilihat pada Lampiran 2. 5 Water Holding Capacity WHC Hamm 1972 diacu dalam Granada 2011 Daya ikat air dapat diukur dengan menggunakan alat carverpress. Sampel sebanyak 0,3 gram diletakkan dikertas saring dan dijepit dengan carverpress, yaitu diantara dua plat jepitan berkekuatan 35 kgcm 2 selama 5 menit. Kertas saring yang digunakan yaitu Whatman no 40. Luas area bebas yaitu luas air yang diserap kertas saring akibat penjepitan, dengan kata lain selisih luas antara lingkaran luar dan dalam kertas saring. Bobot air bebas jumlah air dalam gel dan bakso yang terlepas dapat dihitung sebagai berikut : Derajat putih atau whiteness = 100-[100-L 2 + a 2 + b 2 ] 12 Berat air bebas = air bebas = berat air x 100 mg sampel WHC = kadar air total daging – kadar air bebas

3.4.4 Analisis kimia

Analisis kimia yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis proksimat kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, protein larut garam dan pengukuran nilai pH. 1 Kadar air AOAC 1995 Prinsip analisis kadar air yaitu mengetahui jumlah air yang terdapat pada suatu bahan. Penetapan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven suhu 105 o C selama 30 menit, kemudian didinginkan selama 15 menit dalam desikator dan kemudian ditimbang sebagai berat cawan kering. Sampel sebanyak 5 gram dimasukan dalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven selama 6 jam suhu 105 o C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang kembali. Perhitungan kadar air: Keterangan : B = berat sampel g B1 = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan g B2 = Berat cawan + sampel setelah dikeringkan g 2 Kadar abu AOAC 1995 Prinsip penetapan kadar abu adalah mengetahui sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 600 o C. Cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada suhu 105 o C, lalu didinginkan dalam desikator 15 menit dan ditimbang beratnya. Sampel sebanyak 5 gram diletakkan dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Secara bertahap suhu tanur dinaikkan hingga mencapai suhu 600 o C selama 8 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit, setelah dingin cawan ditimbang. Persentase dari kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar air = x 100 Kadar abu = x 100 3 Kadar protein AOAC 1995 Penentuan kadar protein yaitu dengan mengukur kandungan nitrogen yang ada di dalam bahan makanan menggunakan metode Kjeldahl. Tiga tahapan yang dilakukan meliputi tahap destruksi, destilasi dan titrasi. 1 Destruksi Sampel ditimbang seberat 2 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec, lalu ditambahkan satu butir kjeltab dan 15 ml H 2 SO 4 pekat ditambahkan secara perlahan ke dalam tabung kemudian dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 C selama 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening. 2 Destilasi Tahap ini dimulai dari memindahkan sampel dari tabung kjeltec ke alat destilasi kemudian mencuci tabung kjeltec dengan akuades lalu air tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman dan dilakukan destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 ml asam borat H 3 BO 3 4 yang mengandung indikator bromcherosol green 0,1 dan methyl red 1 dengan perbandingan 2:1. 3 Titrasi Hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,2 N sampai terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya. Pembacaan volume titran kemudian dilanjutkan dengan perhitungan kadar protein. Perhitungan kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: 4 Kadar lemak AOAC 1995 Contoh diekstrak dengan pelarut heksana, kemudian pelarut yang digunakan diuapkan sehingga tersisa lemak dari contoh. Lemak tersebut kemudian ditimbang dan dihitung presentasenya. Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet. Sebanyak 5 gram contoh yang telah dihaluskan Kadar N = ml HCL – ml blanko x N HCL x 14,007x fp x 100 mg sampel Kadar protein = nitrogen x faktor konversi 6,25 ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring, selanjutnya dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, lalu dialiri dengan air pendingin melalui kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 C selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Berat residu dalam labu lemak dinyatakan sebagai berat lemak. Kadar lemak dapat dihitung dengan menggunakan rumus: 5 Kadar karbohidrat by difference Pengukuran kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan mengunakan rumus: 6 Protein larut garam PLG Shuffle dan Galbraeth 1964 diacu dalam Eryanto 2006 Sampel sebanyak 5 gram ditambahkan 50 ml larutan NaCl 5 kemudian dihomogenkan dengan waring blender selama 2-3 menit, suhu dijaga agar tetap rendah. Setelah itu disentrifus pada 3400 x G selama 30 menit pada suhu 10 o C. Selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring whatman no 40. Filtrat ditampung dalam Erlenmeyer dan disimpan pada suhu 4 o C. Sebanyak 25 ml dianalisis kandungan proteinnya dengan menggunakan metode semi-mikro Kjeldahl. Perhitungan kadar protein larut garam adalah: Kadar lemak = x 100 Kadar karbohidrat = 100 - air + abu + protein + lemak Kadar PLG = x 100 Keterangan : A = ml titrasi HCl sampel B = ml titrasi HCl blanko W = berat sampel g FP = faktor pengenceran 7 Nilai pH Suzuki 1981 Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yang dinyalakan terlebih dahulu selama 15-30 menit. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya pH meter dikalibrasi dengan mencelupkan batang probe pada buffer pH 4 lalu dicelupkan kembali pada buffer pH 7 dibiarkan beberapa saat hingga stabil. Sampel sebanyak 5 g ditambahkan akuades 45 ml, kemudian dihomogenkan dengan stirrer selama 2 menit. Elektroda dicelupkan ke dalam sampel selama beberapa menit, nilai pH dibaca setelah menunjukkan angka stabil. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Organoleptik Ikan Layaran Istiophorus sp.

Penelitian ini menggunakan bahan baku ikan layaran Istiophorus sp. yang diperoleh dari TPI Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. Ikan layaran yang sudah diperoleh selanjutnya dilakukan pengujian orgenoleptik. Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk menilai mutu ikan hidup dan produk perikanan yang segar utuh. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji skor, yaitu menentukan tingkat mutu berdasarkan skala angka 1 satu sebagai nilai terendah dan angka 9 Sembilan sebagai nilai tertinggi dengan menggunakan lembar penilaian SNI 2346:2011. Parameter yang diuji pada pengujian organoleptik ikan segar ini terdiri dari mata, insang, lendir permukaan badan, daging, bau dan tekstur. Lembar penilaian yang digunakan adalah lembar penilaian ikan segar menurut SNI 01-2729.1-2006. Adapun karakteristik organoleptik ikan layaran yang akan digunakan memiliki bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan dan kornea agak keruh, insang mulai ada diskolorisasi, merah kecoklatan, sedikit lendir, tanpa lendir, lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih dan kurang transparan, sayatan daging kurang cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang dan dinding perut daging utuh, bau netral dan tekstur daging ikan agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek tulang daging dari belakang.

4.2 Rendemen Ikan Layaran Istiophorus sp.