4.6.3.1 Kadar air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan. Semua bahan
makanan mengandung air dalam jumlah berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan
acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan Winarno 2008. Nilai kadar air bakso ikan layaran dan bakso ikan komersial dapat dilihat
pada Tabel 9. Nilai kadar air bakso ikan layaran hasil penelitian adalah 68,62. Hasil ini lebih kecil dari hasil penelitian Uju et al. 2004 dengan nilai kadar air
bakso ikan layaran pada surimi pencucian 1 kali sebesar 77,50. Bakso ikan komersial 1 memiliki nilai kadar air sebesar 59,44 dan bakso ikan komersial 2
sebesar 73,79. Menurut SNI 01-3819-1995, kadar air maksimal untuk bakso ikan yaitu 80. Kadar air bakso ikan layaran hasil penelitian dan bakso ikan
komersial masih berada pada batas maksimal SNI bakso ikan. Rendahnya nilai kadar air pada bakso ikan komersial 1 diduga disebabkan adanya perbedaan
komposisi bahan-bahan yang digunakan. Kadar air pada bakso ikan dapat dipengaruhi oleh adanya penambahan pati dan garam. Bahan makanan yang
mengandung pati tinggi umumnya mengalami penurunan kadar air. Penurunan kadar air akibat mekanisme interaksi pati dan protein sehingga air tidak dapat
diikat secara sempurna karena ikatan hidrogen yang seharusnya mengikat air telah dipakai untuk interaksi pati dan protein ikan Manullang et al. 1995. Menurut
Brorgstrom 1965 diacu dalam Haryati 2001, adanya penggaraman dalam daging ikan mampu mendenaturasi larutan koloid protein sehingga terjadi
koagulasi yang dapat membebaskan air.
4.6.3.2 Kadar abu
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96 terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga
dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan- bahan organik terbakar tetapi zat organiknya tidak, karena itulah yang disebut abu
Winarno 2008. Berdasarkan Tabel 9, nilai kadar abu bakso ikan layaran adalah sebesar 1,39. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan kadar abu bakso ikan
komersial 1 dan bakso ikan komersial 2 yaitu 2,27 dan 2,16. Kadar abu dari
bakso ikan hasil penelitian dan kedua bakso ikan komersial masih berada pada batas persyaratan kadar abu bakso ikan menurut SNI 01-3819-1995, yaitu
maksimal 3. Tingginya kadar abu bakso menunjukkan bahwa tingginya komponen-
komponen yang tidak terlarut dalam bakso dan salah satunya adalah komponen anorganik atau mineral yang hasil pembakarannya disebut abu. Kandungan abu
dapat berasal dari kandungan mineral makro atau zat organik pada ikan dan garam yang ditambahkan Winarno 2008. Mineral yang tidak larut berasosiasi dengan
protein, karena mineral terutama berasosiasi dengan bagian non lemak dan daging tak berlemak biasanya memiliki kandungan mineral atau abu yang tinggi. Abu
yang terdapat dalam daging umumnya terdiri dari fosfor, kalsium, iron, magnesium, sulfur, sodium dan potassium Rosa et al. 2007. Garam mempunyai
unsur-unsur mineral seperti NaCl, MgCl, Na
2
SO
4
, CaCl
2
, KCl sehingga dapat meningkatkan kadar abu bahan pangan yang ditambahkan garam Budiono 2010.
Tingginya kadar abu pada bakso ikan komersial 1 diduga karena bahan baku yang digunakan adalah daging lumat ikan dan tidak dilakukan proses
pencucian seperti pencucian pada pembuatan surimi, sedangkan tingginya kadar abu bakso ikan komersial 2 diduga karena adanya penambahan bahan lain yang
memiliki kandungan mineral yang tinggi. Hal ini dikarenakan dengan adanya proses pencucian seharusnya nilai kadar abu yang dihasilkan lebih rendah.
Menurut Hendriawan 2002, semakin banyak pencucian maka garam-garam terlarut akan semakin banyak terbuang bersama air pencucian sehingga kadar abu
yang dihasilkan semakin menurun.
4.6.3.3 Kadar Protein