Keadilan dan Kepastian Hukum

108

7. Keadilan dan Kepastian Hukum

Dalam praktik di dunia peradilan seringkali ditemukan prinsip keadilan hukum kalah dengan prinsip kepastian hukum, yang menjadi mahkota bukan keadilan akan tetapi kepastian hukum. Padahal setiap putusan hakim wajib diawali dengan kalimat ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang mempunyai makna bahwa Hakim harus menjadikan keadilan sebagai spirit utama dalam seluruh bagian putusan, keadilan harus di atas yang lainnya termasuk di atas kepastian hukum. Keadilan dijadikan sebagai pisau analisis dalam setiap tahapan putusan, mulai dari tahap konstantir, tahap kualifikasi dan tahap konstituir. Menurut Gustav Radbruch 75 dari tiga tujuan hukum yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan keadilan harus menempati posisi yang pertama dan utama daripada kepastian dan kemanfaatan. Secara historis, pada awalnya menurut Gustav Radbruch tujuan kepastian menempati peringkat yang paling atas diantara tujuan yang lain. Namun, setelah melihat kenyataan bahwa dengan teorinya tersebut Jerman di bawah kekuasaan Nazi melegalisasi praktik‐praktik yang tidak berperikemanusiaan selama masa Perang Dunia II dengan jalan membuat hukum yang mensahkan praktik‐praktik kekejaman perang pada masa itu, Radbruch pun akhirnya meralat teorinya tersebut di atas dengan 75 Ahmad Zaenal Fanani, Berfilsafat dalam Putusan Hakim Teori dan Praktik, Bandung, Mandar Maju, 2014 hal 31‐33 109 menempatkan tujuan keadilan di atas tujuan hukum yang lain. Memanglah demikian bahwa keadilan adalah tujuan hukum yang pertama dan utama, karena hal ini sesuai dengan hakekat atau ontologi hukum itu sendiri. Kehadiran corak keluarga Eropa Kontinental merupakan produk historis yang dibawa oleh Kolonial Belanda, yang kemudian mengejawantah ke dalam aspek substansi, struktur dan budaya hukum Indonesia sampai sekarang. Undang ‐undang memiliki kelebihan dalam memenuhi tujuan kepastian, namun ia juga memiliki kelemahan karena sifatnya akan menjadi tidak fleksibel, kaku dan statis. Penulisan adalah pembatasan, dan pembatasan atas suatu hal yang sifatnya abstrak pembatasan dalam konteks materi dan dinamis pembatasan dalam konteks waktu seperti halnyavalue consciousness masyarakat ke dalam suatu undang‐undang secara logis akan membawa kepada konsekuensi ketertinggalan substansi undang‐undang tersebut atas bahan pembentuknya nilai‐nilai masyarakat. Adalah teori keadilan sang filsuf Aristoteles dalam bukunya Nicomachean Ethics dan teori keadilan sosial sang filsuf John Rawl dalam bukunyaA Theory of Justice Pandangan‐pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam karyanyaNichomachean Ethics, Politics dan Rethoric. Lebih khususnya, dalam bukuNicomachean Ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan. Yang sangat 110 penting dari pandangannya ialah pendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya dan sebagainya. John Rawls dalam bukunya A Theory of Justice menjelaskan teori keadilan sosial sebagai perbedaan sosial dan ekonomis yang harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah.

8. Perspektif Keadilan dalam berbagai Mahzab a Natural Law :