185 cabang
tersebut. Ilmu hukum yang tidak mampu untuk melihat tempatnya di
dalam elevansi sains tersebut akan menjadi ilmu yang tertinggal.
5. Berpikir
secara Holistik
Sepanjang sejarah sains terdapat dua kutub yang berseberangan
yaitu “mekanisme” di satu pihak dan “holisme” di pihak lain. Mekanisme
diisi dengan pikiran‐pikiran yang membelah‐belah, mengiris‐iris,
mengkotak ‐kotak dan mereduksi. Dunia menjadi sebuah mesin besar yang
tersusun dari unsur dan blok‐blok yang berproses secara mekanistis dan
“clock wise”.
Dunia ini tersusun dari kotak‐kotak sebagai bagian‐bagiannya dan
dapat dikembalikan secara eksak reversible menjadi bagian‐bagian
tersebut. Inilah tesis Cartesian dan Newtonian. Sebaliknya, holisme melihat
dunia sebagai satu kesatuan dan hanya dapat dipahami dengan seksama
dalam konteks kesatuan itu pula. Untuk memahami sesuatu dengan baik, ia
tidak dapat dikembalikan kepada bagian‐bagiannya, kendati bagian itu
memang ada. Memahami sesuatu dengan baik adalah melihat sesuatu itu
secara holistik. Menurut Capra, cara pemahaman yang demikian itu
merupakan guncangan besar abad ke‐20.
“The great shock of the twentieth century has been that systems cannot be
understood by analysis. The properties of the part are not intrinsic
properties but can be understood only within the context of the larger
whole”.
150
150
Lihat Satjipto Rahardjo, B.Arief Sidharta, Sidharta, Suteki, Khudzaifah Dimyati, FX Ajie Samekto,
Refleksi dan Rekonstruksi....hal 640
186 Berpikir
tidak lagi menganalisis, yaitu memisah‐misahkan, melainkan menempatkannya
dalam konteks keutuhan yang lebih besar. Pemikiran‐pemikiran atau pemahaman holistik seperti itu menyebar
ke berbagai disiplin sains, seperti “Gestalt Psychology” psikologi,
“Quantum Physics” fisika dan sekarang berpikir ekologis Capra. Dua
konsep kunci dalam ilmu ekologi adalah “komunitas” dan “jaringan”
network. Kehidupan dilihat sebagai suatu komunitas ekologi, yaitu sebuah
kumpulan assemblage organisma‐organisma yang terikat ke dalam suatu
kesatuan fungsional melalui saling‐keterikatan mutual relationship.
Konsep jaringan menjelaskan, bahwa dalam alam itu tidak ada “atas”
dan “bawah”, tidak ada hierarki, melainkan hanya ada jaringan yang
diwadahi dalam jaringan yang lain. Realitas sudah tidak lagi dilihat sebagai
bangunan dengan sekalian pondasinya, melainkan suatu “interconnected
network of concepts and models in which there are no foundations”.
Berpikir sistem adalah berfikir kontekstual dan berfikir secara proses
process thinking. Kita masih dapat menekuni satu disiplin sains, tetapi
tidak dapat lagi memperlakukannya secara otonom penuh, melainkan
terlibat dalam jaringan yang besar tersebut. Tidak ada lagi disiplin yang
terisolasi, melainkan berada dan terlibat dalam suatu jaringan dan proses.
Ilmu hukum mejadi hanyut belaka dalam suatu jaringan besar sains. Ia
dapat dibedakan dari disiplin yang lain, tetapi selebihnya, seperti juga
187 disiplin
‐disiplin yang lain, ia hanya merupakan satu noktah kecil di tengah suatu
jaringan besar.
6. Ilmu Hukum dalam Jagat Sains dan Kecerdasan Berpikirnya