Perkembangan dan Ruang Lingkup Positivisme Hukum

30 Analitycal Jurisprudence Reine Rechtslehre Bagan

2.3 Positivisme

Yuridis Rasionalisme Mekanistik Dogmatik Paradigma Deterministik Cartesian‐ Positivisme Positivisme Newtonian Ilmu Hukum Dualistik Empiris Reduksionis Kuantitatif Positivisme Sosiologis

4. Perkembangan dan Ruang Lingkup Positivisme Hukum

Positivisme hukum dalam perkembangannya tidak dapat dilepaskan dari kehadiran negara modern. Sebelum abad ke‐18 pikiran itu sudah hadir, dan menjadi semakin kuat sejak kehadiran negara modern. Sejarah memperlihatkan bahwa hukum berkembang dari apa yang kita kenal sebagai tatanan ‐tatanan hukum yang primitif menjadi tatanan hukum yang modern, yaitu pergeseran dari hukum kebiasaan menuju ke hukum yang dibentuk oleh penguasa atau negara. Perkembangan masyarakat sendiri khususnya perubahan ‐perubahan yang terjadi dalam masyarakat yang semakin kompleks, yang menyebabkan semakin kuatnya tuntutan terhadap harus dibedakan dari studi sejarah, studi sosiologis dan penilaian kritis dalam makna moral. Tujuan ‐tujuan sosial dan faungsi‐fungsi sosial; d. The contention that the legal system is a closed logical system in which correct legal decisions can be deduced by logical means from predetermined legal rules without references to social aim, policies, moral standards sistem hukum adalah sistem tertutup yang logis, yang merupakan putusan‐putusan yang tepat yang dapat dideduksikan secara logis dari aturan‐ aturan yang sudah ada sebelumnya; e. The contention that morals judgement cannot be estabilished or defended as statement of fact can by rational argument, evidence or proof non cognitivism in ethics penghukuman secara moral tidak lagi dapat ditegakkan, melainkan harus dengan jalan argumen yang rasional ataupun pembuktian dengan alat bukti; 31 pemositifan. Dikehendaki dokumen tertulis, bukti tertulis untuk meyakini dan mendasari terjadinya proses atau transaksi hukum. Dentuman besar positivisme adalah kelahiran negara modern tersebut di atas. Pada tahun 1648 ditandatangani Treaty of Westphalia 36 yang merupakan tonggak penting kelahiran negara modern. Tidak ada dalam sejarah suatu institusi dan organisasi disusun begitu sistematis dan rasional dengan kekuasaan begitu besar seperti negara modern. Negara modern menghisap habis kekuasaan‐kekuasaan asli yang sudah ada sebelumnya dalam wilayah itu dan menjadikan negara sebagai satu‐satunya kekuasaan dalam teritori itu. Tidak akan pernah dibiarkan kekuasaan tandingan. Kehadiran negara modern sebetulnya juga didorong oleh suatu kebutuhan objektif tertentu. Pada abad ke‐18 dan 19, dunia mengalami kemajuan pesat dalam perkembangan ilmu dan teknologi, sesuatu yang hanya terjadi pada kurun waktu tiga ratus tahun. Perpaduan teknologi, industrialisasi dan kapitalisme bergerak sangat cepat, karena kehadiran negara yang menyediakan struktur yang tersentralisasi dan didukung oleh hukum modern, maka kebutuhan industrialisasi yang lapar akan lahan dan manajemen sentral menjadi teratasi. Melalui jargon atau kredo yang ampuh pada abad ke‐19 yaitu liberalisasi, 37 Negara modern, positivisme, dan liberalisme meski dapat 36 Lihat Anthon. F.Susanto, Ilmu Hukum Non Sistematik : Fondasi Filsafat Pengembangan Ilmu Hukum Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010 hal 75 37 Sistem hukum yang liberal itu, tidak dirancang untuk memberikan keadilan yang luas kepada masyarakat, melainkan untuk melindungi kemerdekaan individu, sehingga filsafat, konsep, doktrin dan asas serta perlengkapan lain dikerahkan untuk mengamankan paradigma nilai liberal tersebut. Ibid hal 76 32 dibedakan namun pada dasarnya memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan.

5. Aliran dalam Positivisme Hukum dan Asumsi Filosofisnya