Keadilan di Atas Kepastian Hukum

199 disorotkan balik pada keseluruhan, dan demikian seterusnya sampai tercapai suatu pemahaman yang utuh dan tepat.

9. Keadilan di Atas Kepastian Hukum

Undang ‐undang memiliki kelebihan dalam memenuhi tujuan kepastian, namun ia juga memiliki kelemahan karena sifatnya akan menjadi tidak fleksibel, kaku dan statis. Penulisan adalah pembatasan, dan pembatasan atas suatu hal yang sifatnya abstrak pembatasan dalam konteks materi dan dinamis pembatasan dalam konteks waktu seperti halnyavalue consciousness ke dalam suatu undang‐undang secara logis akan membawa kepada konsekuensi ketertinggalan substansi undang‐ undang tersebut atas bahan pembentuknya nilai‐nilai masyarakat. Suatu undang ‐undang memang memiliki mekanisme pembaharuanlegal reform sebagai upaya meminimalisir sifat ketidak dinamisannya, namun setiap orang juga mengetahui bahwa memperbarui suatu undang‐undang baik melalui proses legislasi maupun proses kontekstualisasi oleh hakim bukanlah perkara yang gampang untuk dilakukan. Proses legislasi tidak dapat dipungkiri juga merupakan manifestasi proses pergulatan politik, di mana untuk menghasilkan suatu undang ‐undang yang baru tidak akan dapat dilangsungkan dalam waktu yang singkat karena membutuhkan upaya pencapaian kesepakatan atas kelompok ‐kelompok dengan visi dan misi yang berbeda‐beda. Sedangkan pembaruan oleh hakim melalui putusannya juga tidak bisa dilakukan 200 secara maksimal, di samping karena pengaruh kulturCivil Law System yang menghendaki hakim untuk mendasarkan diri secara ketat kepada bunyi undang ‐undang walaupun undang‐undang tersebut telah ketinggalan zaman, juga dikarenakan paradigma berpikir hakim masih banyak mendasarkan diri pada filsafat positivisme hukum. Dengan demikian, tujuan utama yang dituju bukanlah keadilan melainkan kepastian, karena filsafat positivisme mengutamakan hal yang sifatnya jelas dan pasti positif di atas segalanya dengan alasan bahwa hanya hal yang bersifat pasti saja yang dapat dijadikan ukuran kebenaran. Pada akhirnya, apa yang adil tidaklah diukur dari seberapa mampukah masyarakat merasakannya sebagai suatu hal yang sesuai dengan rasa keadilan mereka melainkan seberapa sesuaikah putusan hakim yang ada dengan bunyi aturan dalam undang ‐undang. Terdapat macam‐macam teori mengenai keadilan dan masyarakat yang adil yang didiskusikan secara mendalam oleh para filsuf hukum, akan tetapi teori‐teori itu sekarang mulai dilupakan oleh para praktisi hukum dalam menegakkan keadilan. Teori‐teori ini menyangkut hak dan kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Pandangan ‐pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam karyanyaNichomachean Ethics, Politics, and RethoricLebih khususnya, dalam buku Nichomachean Ethicsbuku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti 201 dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan. Yang sangat penting dari pandangannya ialah pendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya dan sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan.

10. Karakteristik