129 terpisahkan
dari penegak hukum untuk tidak sekedar menjadi tawanan undang
‐undang.Sebagaimana apa yang diungkapkan oleh Satjipto
Rahardjo, ia melakukan analisa tentang perilaku hakim dengan
mengadopsi pendapat Holmesmenarik untuk diperhatikan, sebagai
berikut; “Sekalipun
putusan hakim harus didasarkan undang‐undang, tetapi mengakui
adanya faktor atau unsur perilaku itu akan membebaskan hakim
sebagai tawanan undang‐undang. Inilah yang menjadi esensi dari diktum
yang sangat terkenal, yaitu “the life of law has not been logic, but experience”.
Logika hukum yang dibawa terlalu jauh akan menjadikan hakim
sebagai tawanan undang‐undang, sedang perilaku experience akan
membebaskannya.”
111
2. Landasan Konseptual Hukum Progresif
Kehadiran Hukum progresif adalah bagian dari proses searching for
the truth pencarian kebenaran yang tidak pernah berhenti. Untuk
mengetahui lebih jauh mengenai landasan konseptual gagasan hukum
progresif, ada baiknya terlebih dahulu dalam bagian ini menjelaskan
kosakata tekhnis yaitu kata progresif yang agak cenderung asing bagi kita.
Kamus Webster New Universal Unabridged Dictionary, menerangkan
bahwa progresivisme mempunyai kata dasar progressive, yang berasal dari
kata progress, yang berarti moving forward onward bergerak ke arah
depan, dapat dilacak lagi ke dalam dua suku kata yaitu probefore yang
artinya sebelum dan gradito step yang artinya melangkah.
112
Setidaknya
111 Yudi
Kristiana, Menuju Kejaksaan Progresif; Studi Tentang Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan
Tindak Pidana Korupsi, ctk.Pertama, LSHP, Yogyakarta, 2009, hal 387. 112
Mahmud Kusuma,Menyelami Semangat Hukum Progresif, Terapi Paradigmatik atas Lemahnya
Penegakan Hukum Indonesia, ctk.Pertama, LSHP, Yogyakarta, 2009, hal 30.
130 memahami
istilah progresivisme dalam konteks hukum progresif bertolak dari
pandangan “kemanusiaan” bahwa pada dasarnya manusia adalah baik. Dengan
demikian hukum progresif mempunyai kandungan moral yang kuat.
Semangat progresivisme ingin menjadikan hukum sebagai institusi
yang bermoral. Jadi, asumsi dasar hukum progresif dimulai dari hakikat
dasar hukum adalah untuk manusia. Karena hukum tidak hadir untuk
dirinya sendiri, tetapi untuk nilai‐nilai kemanusiaan dalam rangka mencapai
keadilan, kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.Semangat hukum
progresif juga berbanding lurus dengan pendapat Muhammad Imrah dalam
tulisannya yang berjudul Islam Progresif; Memahami Islam sebagai
Paradigma Kemanusiaan, ia mengatakan;
“Islam adalah agama yang bersumber dari Tuhan Allah Swt dan berorien‐
tasi pada paradigma kemanusiaan. Oleh karenannya, Islam harus menjadi
solusi bagi problem kemanusiaan. Sebagaimana dimensi kemanusiaan dan
ketuhanan dijelaskan secara jelas dalam Al‐Qur’an. Dalam Al‐Qur’an Allah
Swt berfirman, “Kamu adalah umat yang terbaik diutus untuk manusia,
menyerukan kebaikan, mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah
Swt. QS. Ali ‘Imran 3:110”.
113
a Hukum Sebagai Institusi yang Dinamis
Hukum progresif menolak segala anggapan bahwa institusi hukum
sebagai institusi yang telah final dan mutlak, sebaliknya hukum progresif
percaya bahwa institusi hukum selalu berada dalam proses untuk terus
menjadi law as a process, law in the making.
113 Zuhairi
Miswari Noviantoni, Doktrin Islam Progresif; Memahami Islam Sebagai Ajaran Rahmat,
ctk.Pertama, LSIP, Jakarta, 2004, hal 13.
131
b Hukum Sebagai Ajaran Kemanusiaan dan Keadilan
Menurut hukum progresif, hukum bukanlah tujuan dari manusia,
melainkan hukum hanyalah alat. Sehingga keadilan subtantif harus lebih
di dahulukan ketimbang keadilan prosedural.
c Hukum Sebagai Aspek Peraturan dan Perilaku
Orientasi hukum progresif bertumpu pada aspek peraturan dan
perilaku rules and behavior. Di sini hukum ditempatkan sebagai aspek
perilaku namun juga sekaligus sebagai aspek peraturan. Peraturan akan
membangun suatu sistem hukum positif yang logis dan rasional.
Sedangkan aspek perilaku atau manusia akan menggerakkan peraturan
dan sistem yang telah akan terbangun itu.Satjipto Rahardjo mengutip
ucapan Taverne,
“Berikan pada saya jaksa dan hakim yang baik, maka dengan peraturan
yang buruk sekalipun saya bisa membuat putusan yang baik”.
d Hukum Sebagai Ajaran Pembebasan
Hukum progresif menempatkan diri sebagai kekuatan
“pembebasan” yaitu membebaskan diri dari tipe, cara berfikir, asas dan
teori hukum yang legalistik‐positivistik. Dengan ciri “pembebasan” itu,
hukum progresif lebih mengutamakan “tujuan” daripada “prosedur”.
Dalam konteks demikian, untuk melakukan penegakan hukum, maka
perlu dilakukan langkah‐langkah kreatif, inovatif, dan bila perlu
132 melakukan
“mobilisasi hukum”
114
maupun “rule breaking”.Satjipto Rahardjo
memberikan contoh aksi penegak hukum progresif sebagai berikut.
Tindakan Hakim Agung Adi Andojo Soetjiptodengan inisiatif
sendiri mencoba membongkar atmosfir korupsi di lingkungan
Mahkamah Agung MA. Kemudian dengan berani Hakim Agung Adi
Andojo Soetjipto membuat putusan dengan memutus bahwa Mochtar
Pakpahantidak melakukan perbuatan makar pada era rezim
Soehartoyang sangat otoriter. Selanjutnya, adalah putusan pengadilan
tinggi yang dilakukan oleh Benyamin Mangkudilagadalam kasus Tempo,
ia melawan
Menteri Penerangan
yang berpihak
pada Tempo.
115
Paradigma “pembebasan” yang dimaksud disini bukan berarti
menjurus kepada tindakan anarkhi, sebab apapun yang dilakukan harus
tetap didasarkan pada “logika kepatutan sosial” dan “logika keadilan”
serta tidak semata‐mata berdasarkan “logika peraturan” saja.
114 Karena hukum progresif bertumpu pada dua sumbu yaitu perilaku dan peraturan, dan selama
ini supremasi hukum dinilai gagal karena hanya bertumpu pada peraturan, maka perlu
siasat dengan “memobilisasi hukum”. Pertama, mobilisasi hukum dimulai dengan mengandalkan
pada keberanian untuk melakukan intepretasi hukum secara progresif dari pada
tunduk dan membiarkan dibelenggu oleh peraturan‐peraturan hukum. Kedua, hukum progresif
sangat bertumpu pada SDM dalam hukum, oleh karenanya sumbangan pendidikan hukum
sangat penting. Ketiga, hukum progresif mengubah kultur dalam penegakan hukum, yaitu
mengintrodusir kultur kolektif. Keempat, hukum progresif mengembangkan prinsip reward
and punishment. Hal ini dipandang penting karena perlakuan yang sama terhadap mereka
yang berprestasi dan inovatif dengan yang tidak adalah sangat menyakitkan dan menyurutkan
semangat untuk menjalankan pekerjaan dengan bersih dan lebih baik. Yudi Kristiana,
Op.,Cit, hal 39. 115
Mahmud Kusuma, Op., Cit, hal 33.
133
e Pengaruh Mahzab : Sebuah Pendekatan Interdisipliner
Hukum Progresif menggunakan pendekatan interdisipliner, ia lahir
di tengah hukum yang beraliran sosial, yang menghantam paradigma
hukum dogmatik. Ia dalah jalan tengah dari berbagai paham teori
hukum baik yang berpaham dogmatik maupun beraliran sosiologis.
116
Bagan 2.14
HUKUM ALAM INTERESSEN JURISPRUDENCE
LEGAL REALISME
HUKUM PROGRESIF SOCIAL
ENGINEERING RESPONSIF
LAW
Ontologis :
Norma Teks Epistemologis
: Deduktif – Hermeneutik Aksiologis
: Keadilan Substantif
1 Mahzab Hukum Alam
117
Bagan 2.15
ALAM SELALU
MENGAJARKAN KESEIMBANGAN
DAPAT DIUKUR MELALUI MORAL
ORIENTASI PADA KEBAIKAN
KEADILAN UNTUK MENGERTI DAN MENCAPAI
116
Op. Cit 253
117
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum:Refleksi Kritis terhadap Hukum, Jakarta; Rajawali Press; 2011,hal. 142
134
2 Interessen Jurisprudenz
Teori ini dikualifikasikan sebagai penemuan hukum rechtvinding.
Artinya seorang hakim mencari dan menemukan keadilan dalam batas
kaidah ‐kaidah yang telah ditentukan, dengan menerapkannya secara
kreatif pada tiap‐tiap perkara konkret. Para hakim lebih mengindahkan
kepentingan kepentingan yang dipertaruhkan dalam tiap‐tiap perkara,
untuk mencari suatu keseimbangan di antara kepentingan‐kepentingan
tersebut. Sudah kentara, bahwa seorang hakim dalam hal ini harus
memiliki ketrampilan yang istimewa. Dibutuhkan hakim yang kreatif.
118
3 Legal Realisme Pragmatic Legal Realism
119
Bagan 2.16
HUKUM TIDAK STATIS
HUKUM BERGERAK TERUS MENERUS
SESUAI DENGAN PERKEMBANGAN JAMAN
DAN DINAMIKA MASYARAKAT
REALISME HUKUM
HUKUM ADALAH ALAT
PRAGMATIC LEGAL REALISME UNTUK
MENCAPAI TUJUAN SOSIAL
HARUS ADA PEMISAHAN SEMENTARA
ANTARA DAS SOLLEN DAN DAS SEIN UNTUK
KEPENTINGAN PENYELIDIKAN AGAR OBSERVASI NILAI
BEBAS DARI PENGARUH KEPENTINGAN PENGAMAT
HUKUM ADALAH APA YANG DILAKUKAN PENGADILAN
DAN ORANG‐ORANGNYA
118
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Yogyakarta, Kanisius Press, 1995, hal. 125 Tokoh
yang mengutamakan Interessenjurisprudenz adalah pertama‐tama Rudolf von Jhering dalam
tahap hidup ilmiahnya yang kedua. Ajaran yang sama umumnya diakui oleh para penganut sosiologi
hukum. Kepentingan‐kepentingan masyarakat main peranan penting dalam pembentukan
peraturan hukum dan putusan hakim.
119
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum:Refleksi Kritis terhadap Hukum, Jakarta; Rajawali Press; 2011,hal. 208
135
4 Sociological Jurisprudence Social Engineering Roscoe Pound
Aliran ini lahir dari proses dialektika antara yang sebagai Tesis adalah
aliran Hukum Positif dan yang sebagai Antitesis adalah Mahzab Sejarah yang
kemudian menghasilkan Sintesis yang berupa Sociological Jurisprudence.
120
Sintesis Sociological Jurisprudence dimaksudkan berusaha menekankan
adanya sisi hukum dan sisi masyarakat secara bersamaan. Selain itu
dianjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses law in action
yang dibedakannnya dengan hukum yang tertulis law in the books.
Bagan 2.17
ALIRAN HUKUM POSITIF MAHZAB
SEJARAH HUKUM
: PERINTAH PENGUASA HUKUM
: TIMBUL BERKEMBANG BERSAMA MASYARAKAT
LEBIH
MEMENTINGKAN AKAL LEBIH
MEMENTINGKAN PENGALAMAN
SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE:
MENGANGGAP KEDUANYA SAMA PENTINGNYA
HUKUM : MENJAGA KESEIMBANGAN ANTARA KEPENTINGAN PENGUASA DAN
KEPENTINGAN MASYARAKAT
KESEIMBANGAN ANTARA HUKUM FORMAL DENGAN
HUKUM YANG HIDUP DALAM MASYARAKAT
120
Ibid hal 196
136
5 Philipe Nonet Philip Selznick Responsif Law
“in this perspective good law should offer something more than
procedural justice. it should be competent as well as fair, it should help define
the public interest and be committed to the achievement of subtantive justice”
Nonet‐Selznick .
121
dalam perspektif ini hukum yang baik harus menawarkan sesuatu yang lebih dari
keadilan prosedural. itu harus kompeten serta adil, ini akan membantu menentukan
kepentingan umum dan berkomitmen untuk pencapaian keadilan substantif
.
121
Philippe Nonet Philip Selznick,Law and Society in Transition:Toward Responsive LawNew
York:Harper Colophon Books, 1978, hal 84
137
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kekacauan Epistemologis Yang Terjadi Pada Pemikiran Legal Positivistik