Sanggahan Terhadap Tesis Keterpisahan

99 Hart setuju bahwa pertimbangan moral dapat masuk dalam keputusan hukum, moralitas dapat mempengaruhi hukum, dan keadilan merupakan aspek penting dalam hukum. Pengakuan ini konsisten dengan tesis pemisahan sebagai pengakuan bahwa tidak ada hubungan mutlakantara hukum dan moralitas. Sebaliknya, jika tesis tersebut dipahami sebagai seruan untuk memisahkan hukum dan moralitas, maka akan bertentangan dengan beberapa klaim Hart lainnya mengenai hubungan hukum dan moralitas seperti yang sudah disinggung.

4. Sanggahan Terhadap Tesis Keterpisahan

Hart menyatakan bahwa tidak ada hubungan mutlak necessary antara hukum dan moralitas, dan menganggap hubungan keduanya hanyalah kebetulan contingent. Di sini perlu kiranya kita menjelaskan lebih dulu istilah mutlak dan kebetulan itu sendiri untuk kemudian diterapkan dalam hubungan hukum dan moralitas.Istilah mutlakdan kebetulan biasa digunakan untuk menilai kebenaran sebuah proposisi atau pernyataan tertentu. Proposisi yang mutlak benar adalah proposisi yang tidak mungkin salah, sementara proposisi yang hanya kebetulan benar adalah proposisi yang benar namun juga dapat salah. Misalnya, pernyataan Bunga mawar adalah bunga dan Bujangan adalah pria yang belum menikah.Kedua proposisi ini dianggap memiliki kebenaran mutlak. Sementara proposisi yang memiliki kebenaran yang kebetulan berhubungan dengan proposisi berdasarkan pengalaman, tidak pasti, dan memerlukan pembuktian. Anggapan Hart mengenai adanya 100 garis tegas antara kemutlakan alamiah dan logis ini tentu bukan tanpa masalah, sebab selama kita berurusan dengan hukum, penarikan batas keduanya akan sulit dilakukan. Hukum adalah fenomena sosial yang kompleks sehingga penentuan mana bagian yang benar‐benar mutlak dan mana kurang atau sama sekali tidak mutlak, akan selalu kontroversial. Hart mengakui bahwa sekurang‐kurangnya ada dua alasan untuk mendukung hubungan mutlak hukum dan moralitas. Pertama, isi minimum hukum kodrat. Hart menyatakan bahwa sistem hukum tidak bisa dipahami melalui strukturformalnya semata; hukum juga memiliki isi yang mutlak. Hukum harus memuat aturan mengenai kekerasan, kepemilikan, dan kesepakatan yang mendukung kehidupan orang‐orang yang hidup di dalamnya.Tanpa itu semua tidak ada alasan untuk mematuhi hukum.Kedua, kemutlakan hubungan hukum dan moralitas terlihat dari kenyataan bahwa setiap sistem hukum memberlakukan prosedur yang berasal dari prinsip‐ prinsip keadilan. Hart mengakui isi minimum hukum kodrat dan benih‐benih keadilan yang mutlak ada dalam hukum namun kemudian ia menyimpulkan bahwa hubungan tersebut tidak membuktikan kaitan mutlak hukum dan moralitas.Keraguannya bersumber pada fakta bahwa kedua hubungan tersebut tidak serta‐merta memunculkan kewajiban moral untuk mematuhi hukum ada banyak motif untuk patuh hukum dan adanya hubungan 101 tersebut juga tidak mengharuskan sistem hukum sejalan dengan moralitas. Sistem hukum yang diterapkan secara adil dan mengatur masalah kejahatan, kepemilikan, dan kesepakatan, juga bisa terjadi pada sistem hukum yang buruk.Apa yang disampaikan Hart benar adanya. Namun adanya sistem hukum yang buruk yang menerapkan keadilan administratif dan memuat isi minimum hukum kodrat juga tidak membuktikan tesis Hart tentang tidak adanya hubungan mutlak antara hukum dan moralitas. Paling jauh fakta ini menunjukkan bahwa nilai‐nilai yang disumbangkan isi minimum hukum kodrat dan unsur‐unsur keadilan pada sebuah sistem hukum itu dapat disertai oleh imoralitas yang serius.Dengan demikian, pernyataan bahwa hukum dan moralitas memiliki hubungan mutlak berarti mengakui bahwa dari pengalaman keduanya, dalam segi‐segi yang penting, memiliki hubungan. Adanya hubungan yang dekat antara hukum dan moralitas ini lebihtepatdiungkapkan bahwa keduanya berhubungan mutlak daripada keduanya tidak berhubungan mutlak.

5. Hubungan Mutlak Hukumdan Moralitas