“cidomo” untuk dapat berperan aktif dalam pengelolaan transportasi “cidomo”, dalam
hal tersebut diatas Forum Komunikasi Rukun Keluarga Kusir “cidomo” yang merupakan binaan dari Dinas Perhubungan dan Dinas Lingkungan Hidup tidak dapat menanggulangi
masalah pengaturan kebersihan dan ketertiban berlalulintas para anggotanya. Dalam hal peran sertanya menjaga kebersihan jalan raya lebih mengedepankan tindakan pada kusir
yang kurang disiplin dan salah dalam pemasangan gendongan kotoran kuda, selanjutnya dalam ketertiban lalulintas contohnya mengingatkan untuk parkir dengan rapi.
Beberapa kriteria calon Ketua Koordinator Kusir “cidomo” KKKC yang dimaksud Forum Komunikasi Rukun Keluarga Kusir “cidomo” sebagai berikut :
merupakan insan yang dapat dijadikan panutan dalam kehidupan sehari hari baik dilingkungan keluarga dan masyarakat, dituakan dan disegani, dapat memberikan
pembinaan kepada anggotanya, ramah, sabar, tekun dan ulet berusaha.
b. Pembentukan FKRKKC di Tingkat Kelurahan
Pelaksanaan kegiatan Forum Komunikasi Rukun Keluarga Kusir “Cidomo” di Kota Mataram baru pada tingkat kecamatan, sementara kondisi Rukun Keluarga Kusir
“cidomo” kelurahan belum terbentuk yang menyebabkan kurang terkoordinasinya Rukun
Keluarga di tingkat kelurahan dengan tingkat kecamatan dan berarti sebuah penumpukan kerja bagi petugas Forum Komunikasi Rukun Keluarga Kusir ”Cidomo” Kota Mataram.
Kota Mataram dalam proses pemekaran akan terbagi menjadi 6 Kecamatan terdiri dari 50 kelurahan membutuhkan kepengurusan sesuai dengan penambahan kelurahan
tersebut bila dianggap perlu.
c. Fasilitasi Lembaga Pengolah Limbah
Usulan lembaga pengolah limbah yang sifatnya terpusat sangat diharapkan Forum Komunikasi Rukun Keluarga Kusir “cidomo” . Rencana tersebut sudah sering di
informasikan keberbagai pihak termasuku Pemerintah Kota Mataram tetapi terbentur kondisi dan biaya hal yang dimaksud belum juga terwujud, adapun gambaran dari
pengelolaan limbah terpusat yang ada di Kota Mataram setelah di implementasikan pembuatan pupuk organik dari kotoran kuda dan memanfaatkan biogas di lokasi
percontohan daerah Tinggar Kebon Roek menunjukkan kurang tertariknya masyarakat dengan upaya tersebut disamping SDM yang ada masih rendah, kesadaran untuk
memanfaatkan energi berupa biogas masih belum memasyarakat, para kusir masih memandangnya sebagai pengeluaran biaya bukan pemasukan. Hal ini sesuai juga seperti
apa yang dikemukakan oleh staf dari Dinas Lingkungan Hidup :
” masyarakat kurang tertib dan kurang dapat menunjukkan kepedulian kebersihan lingkungannya karena menganggap apa yang dikerjakan tersebut
adalah masih membutuhkan biaya dan bukan kegiatan yang mendatangkan pendapatan”
Kemudian oleh pihak Forum Komunikasi Rukun Keluarga Kusir “cidomo” dengan seksi seksi khusus dan hasil musyawarahnya merumuskan bahwa volume pengolahan dengan
skala kecil dapat dilakukan tetapi belum mampu menjadi daya tarik dan belum mendapatkan daerah pemasaran.
Pekerjaan pengolahan menjadi pupuk dan biogas bukan saja membutuhkan pengetahuan tetapi juga membutuhkan kesabaran untuk itu hematnya di usulkan untuk
mengolah dengan kapasitas yang lebih besar oleh sebuah lembaga swasta yang memang betul betul profesional. Apa yang dikemukakan oleh Forum Komunikasi Rukun Keluarga
Kusir “cidomo” dapat di lihat buktinya bahwa sebuah pengelolaan pengolahan sampah dengan sekala besar dapat menguntungkan.
Menurut Wahyono 2003:16 pemusatan pembuangan limbah di Singapura telah mampu menghasilkan listrik 1.158 juta kWh listrik atau sekitar 3 dari total listrik yang
dihasilkan oleh Singapura. Sedangkan scrap metal yang berhasil dikumpulkan sebanyak 24.000 ton hal ini menunjukkan sistem pemusatan pembuangan limbah akan dapat
memiliki nilai ekonomi dalam kapasitas besar seperti halnya listrik tersebut diatas. Bila pemusatan pengolahan limbah kotoran kuda dapat terwujud setahun dapat terkumpul ±
4.606.056 Kg bahan dasar pupuk dan biogas dari kotoran kuda. Melihat potensinya sebagai bahan dasar pupuk dan biogas Forum Komunikasi Rukun Keluarga Kusir
“cidomo” juga menambahkan untuk dapat diberikan imbalan yang sepantasnya karena
para kusir telah membuang limbah di pemusatan pengolah limbah, selanjutnya menurut Sumarwoto 2001:110 pernyataan tersebut diatas tergolong pada pendekatan
penanggulangan yang bergeser kependekatan preventif dimana Pollution Prevention Pay atau ”usaha preventif pencemaran adalah menguntungkan”, dengan rencana implementasi
tersebut para kusir akan menyadari lingkungan hidup bukanlah kendala, dengan