Central Composite Design TINJAUAN PUSTAKA

Albert : Studi Penerapan Response Surface Methodology RSM Dalam Proses Pembuatan Botol Untuk Peningkatan Produktivitas Produk Botol Di CV. Bobofood, 2009. USU Repository © 2009 x x x x x x x 1 x 2 x 3 o dengan fungsi respon sehingga model orde pertama dapat diterima merepresentsaikan fungsi respon.

3.8. Central Composite Design

Central Composite Design adalah suatu rancangan percobaan dengan faktor yang terdiri dari 2 level yang diperbesar titik-titk lebih lanjut yang memberikan efek kuadratik. 14 4 2 k = α Desain ini dimulai dengan level yang sama dengan desain 2 k , ditambah dengan level tambahan yang terdiri dari center points dan star points . Total kombinasi level yang terdapat pada central composite design adalah 2 k + 2k + 1, dimana k adalah jumlah faktor. Center points yang dimaksud pada desain ini adalah level pada titik 0, 0, 0 dan star points ditentukan oleh rumus: Ilustrasi central composite design dapat dilihat pada gambar 3.4. Central Composite Design. Gambar 3.4. Central Composite Design 14 G. E. P. Box, Ibid, hal 306. Albert : Studi Penerapan Response Surface Methodology RSM Dalam Proses Pembuatan Botol Untuk Peningkatan Produktivitas Produk Botol Di CV. Bobofood, 2009. USU Repository © 2009 = Titik level desain 2 k x = Titik tambahan untuk central composite design o = Center Points Titik origin = Star Points Secara umum, CCD terdiri dari beberapa titik antara lain: 1. Titik cube, jumlah titik yaitu: 2 k dan membentuk koordinat ±1, ±1, ±1. 2. Titik star , jumlah titik yaitu: 2k dan membentuk koordinat ± , 0, 0, 0, ± , 0 dan 0, 0, ± . 3. Titik center, jumlah titik yaitu: n c0 + n s0 dan membentuk koordinat 0, 0, 0. n c0 adalah jumlah blok cube dan n s0 adalah jumlah blok star. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah titik center antara lain: 1. Menghasilkan desain yang bagus untuk informasi fungsi 2. Meminimasi error. 3. Memberikan deteksi yang bagus untuk uji ketidaksesuaian model orde tiga. 4. Memberikan rangsangan terhadap desain yang robust. Setelah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk menaksir koefisien b , b 1 , ..., b i . Cara yang digunakan untuk menentukan koefisien prediktor sama dengan cara yang digunakan sewaktu menentukan koefisien prediktor pada model orde pertama. Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua. Ketidaksesuaian menyatakan deviasi respon terhadap model yang Albert : Studi Penerapan Response Surface Methodology RSM Dalam Proses Pembuatan Botol Untuk Peningkatan Produktivitas Produk Botol Di CV. Bobofood, 2009. USU Repository © 2009 dibangun. Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan. Uji ketidaksesuaian dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut: Tabel 3.4. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua df SS MS F hit F tabel Model Orde Pertama k ∑ = k i i iy b 1 MS f MS f MS e F v 1 ,v 2 Model Orde Kedua 2 1 + k k ∑ ∑ = − + + k i j i ij ii N G ijy b iiy b y b 1 2 MS s MS s MS e F v 1 ,v 2 Ketidaksesuaian 2 3 2 + − k k n Melalui pengurangan MS l MS l MS e F v 1 ,v 2 Error n 1 -1 ∑ − 2 _ 1 i u y y MS e Total n 1 + n 2 - 1 ∑ = − N u u N G y 1 2 2 Keterangan: df = degree of freedom derajat kebebasan, diasosiasikan dengan bagian yang dibutuhkan dalam membangun model. SS = Sum of Square jumlah kuadrat, menyatakan jumlah kuadrat pengaruh suatu perlakuan berhubungan hasil pengamatan. MS = Mean Square rata kuadrat, menyatakan perbandingan SS dengan df. k = jumlah variabel independen ; N = jumlah perlakuan n 1 = jumlah perlakuan dititik pusat ; = respon perlakuan titik pusat n 2 = jumlah perlakua n titik cube titik ; = rata - rata respon di titik pusat Albert : Studi Penerapan Response Surface Methodology RSM Dalam Proses Pembuatan Botol Untuk Peningkatan Produktivitas Produk Botol Di CV. Bobofood, 2009. USU Repository © 2009 b i = koefisien b ke i ; y u = respon perlakuan ke u iy = hasil perkalian X’Y ; v 1 = df pembilang G = jumlah hasil percobaan CCD ; v 2 = df error Setelah uji ketidaksesuaian maka dilakukan penentuan titik optimum dari model orde kedua. Penentuan titik optimum ataupun variabel prediktor adalah sebagai berikut: Y = b x + b 1 x 1 + b 2 x 2 + b 3 x 3 + b 11 x 1 2 + b 22 x 2 2 + b 33 x 3 2 + b 12 x 1 x 2 + b 13 x 1 x 3 + b 23 x 2 x 3 = ∂ ∂ 1 x y b 1 + 2b 11 x 1 + b 12 x 2 + b 13 x 3 = 0 = ∂ ∂ 2 x y b 2 + b 12 x 1 + 2b 22 x 2 + b 23 x 3 = 0 = ∂ ∂ 3 x y b 3 + b 13 x 1 + b 23 x 2 + 2b 33 x 3 = 0 Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan pendekatan matriks sehingga dapat membentuk persamaan matriks sebagai berikut: 2b 11 b 12 b 13 x 1 -b 1 b 12 2b 22 b 23 x 2 = -b 2 b 13 b 23 2b 33 x 3 -b 1 x 1 2b 11 b 12 b 13 -1 -b 1 x 2 = b 12 2b 22 b 23 x -b 2 x 3 b 13 b 23 2b 33 -b 1 Albert : Studi Penerapan Response Surface Methodology RSM Dalam Proses Pembuatan Botol Untuk Peningkatan Produktivitas Produk Botol Di CV. Bobofood, 2009. USU Repository © 2009 Ada hal yang harus dilakukan ketika model yang dibangun terdapat ketidaksesuaian sebelum dilanjutkan dengan penentuan titik optimum yaitu: pemilihan ulang faktor dalam eksperimen dimana faktor yang dipilih adalah faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap respon, dan dengan melakukan transformasi respon, dimana transformasi respon dapat secara serempak menyederhanakan hubungan fungsional dan memperbaiki kebutuhan yang berkenaan dengan asumsi distribusi. Beberapa transformasi yang sering digunakan antara lain: 1. Logaritma Y ’ = log Y Digunakan apabila efek – efek bersifat multiplikatif atau apabila simpangan baku berbanding lurus dengan rata – rata. 2. Akar kuadrat Y ’ = atau Y ’ = Digunakan apabila ragam berbanding lurus dengan rata – rata misalnya jika data asli Y merupakan sampel dari populasi berdistribusi Poisson. 3. Arc sinus Y ’ = arc sin Jika = rata – rata populasi dan ragam berbanding lurus dengan 1 – misalnya jika data asli merupakan sampel dari populasi berdistribusi binom. 4. Kebalikan Y ’ = 1Y Digunakan jika simpangan baku berbanding lurus dengan rata – rata kuadrat. Albert : Studi Penerapan Response Surface Methodology RSM Dalam Proses Pembuatan Botol Untuk Peningkatan Produktivitas Produk Botol Di CV. Bobofood, 2009.