67
2.6.4. Mental kewiraswastaan enterpreneurship
Kewiraswastaan enterpreneurship berasal dari kata wiraswasta, yang mengandung pengertian keberanian, keutamaan,
serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan dan memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri. Jika
seseorang menganggap kegiatan wiraswasta bersangkut paut dengan dirinya, maka jiwa kewiraswataan
akan mempengaruhi dan membentuk dirinya serta kesadarannya Sutjipto, 2002. Artinya, dapat
dikatakan bahwa minat berwiraswasta menggambarkan tingkah laku yang mencakup kesadaran seseorang tentang adanya gejala yang
berbentuk nilai-nilai kewiraswastaan, sehingga melalui kesadaran itu seseorang tersebut cenderung mempunyai keinginan yang makin besar
untuk hadir dan berhubungan dengan nilai-nilai atau aspek-aspek kewiraswastaan.
Soemanto 1984 mengungkapkan bahwa, seorang wiraswastawan harus memiliki enam kekuatan mental yang
membangun kepribadian, yaitu; 1 kemauan yang keras, 2 keyakinan yang tinggi atas kekuatan atau pondasi yang dimiliki, 3 kejujuran dan
tanggung jawab yang tinggi, dan untuk itu dibutuhkan disiplin dan moral yang tinggi, 4 ketahan fisik dan ketahanan mental, yang berupa
ketabahan dan kesabaran, 5 ketekunan dan keuletan untuk bekerja keras, dan 6 memiliki pemikiran yang konstruktif dan kreatif.
68
The Australian GovernmentInternational Education Network 2004 mencanangkan kegiatan pendidikan vokasionalnya melalui
program-program pendidikan dan pelatihan kejuruan yang melibatkan pekerjaan praktis di bidang industri. Dengan demikian, semua program
pendidikan dan pelatihan memberikan persiapan untuk memasuki lapangan kerja.
Unjuk kerja lulusannya masih rendah. Industri berorientasi kepada bisnis dengan keuntungan, sedangkan sekolah kejuruan
berorientasi pada pelatihan dan pembentukan sumber daya manusia. Perbedaan ini dianggap mengganggu kegiatan industri Syafrudi, H.A.,
1996. Salah satu ciri kewiraswastaan adalah kelengkapan komunikasi dalam perusahaan Maidique, M.A. dan Hayes, R.H., 1999.
Kemandirian guru untuk berusaha berkreasi, berinovasi dan dinamis dalam menumbuhkembangkan motivasi peserta didik untuk
belajar dalam proses pembelajaran menuntut mental kewiraswastaan guru. Kondisi ini diperlukan otonomi guru dalam manajemen
pembelajaran. Jiwa kewiraswastaan diindikasikan oleh inisiatif guru membaca perkembangan dunia kerja, perkembangan teknologi, tingkat
kebutuhan hidup masyarakat dan permintaan dunia industri. Keterbatasan wacana tersebut menjadikan guru bersikap skeptis dan
apatis. Sikap tersebut akan memperlemah kinerja guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
2.7. Kerangka Berfikir