Analisis Terumbu Karang Analisis zona pesisir terdampak berdasarkan model dispersi thermal dari air buangan sistem air pendingin pt. Badak ngl di perairan bontang kalimantan timur

Echinopora, Pachyseris, Porites, Pectinia dan Acropora. Penutupan Substrat Dasar Terumbu Karang di Pulau Beras Basah disajikan dalam Gambar 68 di bawah. Kondisi terumbu karang di Pulau Beras Basah disajikan pada Lampiran 29. Gambar 68 Histogram Penutupan Substrat Dasar Terumbu Karang di Pulau Beras Basah. 4.8.1.2 Pulau Melahing Hasil pengamatan terumbu karang di lokasi Melahing menunjukkan nilai tutupan karang hidup sebesar 51 dan tergolong kedalam kondisi baik atau sehat menurut Gomez dan Yap 1988. Bentuk pertumbuhan karang yang banyak dijumpai pada daerah ini adalah bentuk pertumbuhan Coral Foliose, Coral Branching, dan Coral Soliter. Sedangkan genus karangnya berupa Echinopora, Pachyseris, Porites, Fungia dan Acropora. Penutupan Substrat Dasar Terumbu Karang di Pulau Beras Basah disajikan dalam Gambar 69 di bawah. Dokumentasi kondisi terumbu karang di Pulau Melahing dapat dilihat pada Lampiran 13. Gambar 69 Histogram Penutupan Substrat Dasar Terumbu Karang di Melahing. 4.8.2 Kondisi Terumbu Karang yang Terkena Dampak Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, diketahui bahwa ada dua lokasi yang terkena dampak dimana ditemukan adanya terumbu karang. Kedua lokasi tersebut adalah di depan Pulau Sieca dan di Sekambing Muara Gambar 15. Adapun profil suhu dan kondisi terumbu karang di kedua lokasi tersebut akan diuraikan pada bagian berikut. 4.8.2.1 Profil Suhu dan Kondisi Terumbu Karang di Depan Pulau Sieca 4.8.2.1.1 Struktur Vertikal Suhu pada Musim Kemarau saat Perbani Profil suhu di depan Pulau Sieca dimana ditemukan adanya terumbu karang diperoleh dari hasil simulasi yang dicuplik pada dua titik, yakni dibagian selatan PA2 dan bagian utara PA1 Stasiun J Gambar 15. Struktur vertikal suhu di depan Pulau Sieca menunjukkan adanya perbedaan suhu antara lapisan permukaan dengan lapisan di bawahnya. Perbedaan suhu tersebut relatif kecil, dimana untuk Pulau Sieca A1=0.01 o C dan Pulau Sieca A2=0.05 o C. Struktur vertikal suhu untuk masing-masing lokasi dapat dilihat pada Gambar 70. Gambar 70 Struktur vertikal suhu o C hasil simulasi pada musim kemarau saat perbani pada titik cuplik a PA1 b PA2 a b Adanya perbedaan suhu antara lapisan permukaan upper layer dan lapisan bawah lower layer dengan suhu yang lebih rendah pada lapisan bawah, menunjukkan bahwa pada lokasi ini masih ditemukan adanya pengaruh buangan air pendingin meskipun relatif kecil. 4.8.2.1.2 Struktur Vertikal Suhu pada Musim Kemarau saat Purnama Hasil simulasi menunjukkan bahwa struktur vertikal suhu di depan Pulau Sieca saat pasut purnama memiliki pola yang sama dengan pada saat pasut perbani, dimana keduanya memiliki suhu yang berbeda antara lapisan permukaan dengan lapisan di bawahnya stratificated. Perbedaan suhu untuk lapisan permukaan upper layer dengan lapisan bawah lower layer pada musim hujan di Pulau Sieca A1=0.01 o C =saat perbani dan di Pulau Sieca A2=0.01 o C saat perbani. Struktur vertikal suhu untuk masing-masing lokasi dapat dilihat pada Gambar 71. Gambar 71 Struktur vertikal suhu o C pada musim kemarau saat purnama untuk titik cuplik a PA1 b PA2.

4.8.2.1.3 Struktur Vertikal Suhu pada Musim Hujan Saat Perbani

Hasil simulasi menunjukkan bahwa struktur vertikal suhu di depan Pulau Sieca pada musim hujan untuk kondisi pasut perbani memiliki pola yang sama a b dengan pada musim kemarau untuk kondisi pasut yang sama, dimana terdapat perbedaan yang sangat kecil antara lapisan permukaan dengan lapisan di bawahnya. Perbedaan suhu untuk lapisan permukaan upper layer dengan lapisan bawah lower layer pada musim hujan pada saat perbani di titik cuplik PA1=0.01 o C =musim kemarau dan pada titik cuplik PA2=0.04 o C musim kemarau. Dengan kata lain terbentuk lapisan homogen mixed layer baik pada titik cuplik PA1 maupun pada titik cuplik PA2. Struktur vertikal suhu untuk masing-masing titik cuplik dapat dilihat pada Gambar 72. Gambar 72 Struktur vertikal suhu o C hasil simulasi pada musim hujan saat perbani pada titik cuplik a PA1 b PA2.

4.8.2.1.4 Struktur Vertikal Suhu pada Musim Hujan Saat Purnama

Perbedaan suhu untuk lapisan permukaan upper layer dengan lapisan bawah lower layer pada musim hujan di titik cuplik PA2 adalah homogen musim kemarau = 0.01 o C. Struktur vertikal suhu yang unik pada musim hujan ditemukan di titik cuplik PA2, dimana suhu pada lapisan atas sama dengan suhu pada lapisan bawah namun lebih kecil dari suhu pada lapisan tengah middle layer. Fenomena ini a b kemungkinan terjadi akibat adanya pertemuan massa air dari arah muara kanal pendingin dengan massa air dari laut. Struktur vertikal suhu hasil simulasi untuk kondisi cuplik di atas menunjukkan bahwa pengaruh musim di depan Pulau Sieca dimana ditemukan terumbu karang relatif kecil. Hal ini juga terlihat dari suhu permukaan yang relatif sama untuk kedua kondisi tersebut. Struktur vertikal suhu untuk masing-masing titik cuplik dapat dilihat pada Gambar 73. Sementara Kondisi suhu hasil simulasi di depan Pulau Sieca untuk musim kemarau dan musim hujan disajikan dalam Tabel 30. Gambar 73 Struktur vertikal suhu o Tabel 30 Kondisi suhu C hasil simulasi pada musim hujan saat purnama pada titik cuplik a PA1 b PA2. o Lokasi C hasil simulasi di depan Pulau Sieca untuk musim kemarau dan musim hujan Suhu o C Musim Kemarau Musim Hujan Perbani Purnama Perbani Purnama min max rata- rata min max rata- rata min max rata- rata min max rata- rata P. Sieca A1 P. Sieca A2 33.2 31.5 33.3 31.8 33.2 31.8 32.1 30.4 32.9 31.9 32.5 31.2 33.0 31.5 33.2 31.8 33.1 31.6 32.2 30.3 32.7 31.8 32.4 31.1 Suhu rata-rata sepanjang tahun = 32.11 o C a b

4.8.2.2 Kondisi Terumbu Karang di Depan Pulau Sieca

Pengamatan substrat dasar terumbu karang dilakukan di depan Pulau Sieca dengan kedalaman ±4 meter. Di lokasi ini ditemukan nilai penutupan karang hidup Hard Coral sebesar 6.48. Untuk jenis karang lunak Soft coral memiliki nilai sebesar 18,78. Bentuk pertumbuhan karang yang banyak dijumpai berupa Coral Massive dan Acropora Brancing. Penutupan Substrat Dasar Terumbu Karang di depan Pulau Sieca disajikan dalam Gambar 74 di bawah. Dokumentasi kondisi terumbu karang di Depan Pulau Sieca dapat dilihat pada Lampiran 8. Gambar 74 Histogram penutupan substrat dasar terumbu karang di depan Pulau Sieca Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di Perairan Bontang untuk perairan dengan suhu maksimum 33.3 o C, suhu minimum 30.3 o C dan suhu rata-rata 32.11 o Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan suhu perairan sampai 33.3 C sepanjang tahun, memiliki tutupan karang hidup yang lebih kecil dibandingkan dengan tutupan karang di perairan yang memiliki suhu alami terumbu karang di Beras Basah dan Melahing. o C ∆T=4 -5 o C akibat baungan air pendingin PT. Badak NGL dapat mempengaruhi kehidupan terumbu karang di perairan tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Coles 1975 dan Neudecker 1981 yang menyatakan bahwa kenaikan suhu sebesar 3-5°C diatas suhu ambien telah terbukti mempengaruhi kehidupan karang dewasa di berbagai wilayah geografik. 4.8.2.3 Profil Suhu dan Kondisi Terumbu Karang di Sekambing Muara 4.8.2.3.1 Struktur Vertikal Suhu pada Musim Kemarau Saat Perbani Struktur vertikal suhu di Sekambing Muara dimana ditemukan adanya terumbu karang diperoleh dari hasil simulasi yang dicuplik pada dua titik, yakni di bagian selatan SM1 dan bagian utara SM2 Stasiun I Gambar 15. Struktur vertikal suhu menunjukkan adanya perbedaan suhu yang relatif kecil antara lapisan permukaan dengan lapisan di bawahnya. Dalam hal ini suhu pada lapisan permukan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pada lapisan di bawahnya yang bervariasi antara 0.06-0.09 o C. Gambar 75 di bawah menunjukkan Struktur vertikal suhu hasil simulasi pada musim kemarau saat perbani pada titik cuplik SM1 dan SM2. Gambar 75 Struktur vertikal suhu o

4.8.2.3.2 Struktur Vertikal Suhu pada Musim Kemarau Saat Purnama

C hasil simulasi pada musim kemarau saat perbani pada titik cuplik a SM1 b SM2. Hasil simulasi menunjukkan adanya perbedaan suhu untuk lapisan permukaan upper layer dengan lapisan bawah lower layer pada musim hujan di SM1 sekitar 0.1 o C saat perbani dan SM2 = 0.05 o C saat perbani, dimana suhu pada lapisan permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di lapisan bawah. Struktur vertikal suhu hasil simulasi pada musim kemarau saat purnama pada titik cuplik SM1 dan SM2 dapat dilihat pada Gambar 76 di bawah. a b Gambar 76 Struktur vertikal suhu o

4.8.2.3.3 Struktur Vertikal Suhu pada Musim Hujan Saat Perbani

C hasil simulasi pada musim kemarau saat purnama pada titik cuplik a SM1 b SM2 Perbedaan suhu untuk lapisan permukaan upper layer dengan lapisan bawah lower layer pada musim hujan pada saat perbani di Sekambing Muara 1 sekitar 0.11 o C musim kemarau dan Sekambing Muara 2 = 0.09 o C musim kemarau. Struktur vertikal suhu untuk masing-masing lokasi dapat dilihat pada Gambar 77. Gambar 77 Struktur vertikal suhu o C hasil simulasi pada musim hujan saat perbani pada titik cuplik a SM1 b SM2 a b a b a

4.8.2.3.4 Struktur Vertikal Suhu pada Musim Hujan Saat Purnama

Perbedaan suhu untuk lapisan permukaan upper layer dengan lapisan bawah lower layer pada musim hujan pada titik cuplik SM1 sekitar 0.11 o C musim kemarau, sementara pada titik cuplik SM2=0.05 o Struktur vertikal suhu hasil simulasi untuk empat kondisi cuplik yang menunjukkan adanya perbedaan suhu yang sangat kecil antara lapisan permukaan upper layer dengan lapisan bawah lower layer sebagaimana diuraikan di atas, mengindikasikan bahwa pengaruh musim di Sekambing Muara di mana ditemukan terumbu karang sangat kecil. Dengan kata lain adanya limpasan air sungai dari Sungai Muara Sekambing tidak berpengaruh terhadap kondisi perairan di lokasi ini. Hal ini juga terlihat dari adanya nilai suhu yang relatif sama untuk keempat kondisi tersebut. Struktur vertikal suhu untuk masing-masing titik cuplik dapat dilihat pada Gambar 78. Sementara Kondisi suhu hasil simulasi di Sekambing Muara untuk musim kemarau dan musim hujan disajikan dalam Tabel 31. C =musim kemarau. Dengan kata lain terbentuk lapisan yang relatif homogen pada titik cuplik SM1 dan SM2. Gambar 78 Struktur vertikal suhu o C hasil simulasi pada musim hujan saat purnama pada titik cuplik a SM1 b SM2. a b Tabel 31 Kondisi suhu o Lokasi C hasil simulasi Sekambing Muara untuk musim kemarau dan musim hujan Suhu o C Musim Kemarau Musim Hujan Perbani Purnama Perbani Purnama min max rata- rata min max rata- rata Min max rata- rata min max rata- rata S. Muara 1 S. Muara 2 34.8 34.4 35.3 34.7 35.0 34.6 33.2 33.3 34.9 34,4 34.1 33.8 34.7 34.2 35.1 34.6 34.9 34.4 33.1 33.2 34.8 34.3 34.0 33.7 Suhu rata-rata sepanjang tahun = 34.31 o C

4.8.2.4 Kondisi Terumbu Karang di Sekambing Muara

Hasil survei yang dilakukan terhadap terumbu karang di Sekambing Muara menunjukkan kondisi terumbu karang di lokasi ini telah mengalami kematian secara keseluruhan. Kematian terumbu karang di lokasi ini dapat dipastikan disebabkan oleh adanya kenaikan suhu yang tinggi sebagai akibat adanya buangan air pendingin dari PT. Badak NGL. Lokasi ini merupakan lokasi yang terisolir dari aktifitas penduduk akibat adanya pengawasan dari pihak perusahaan, sehingga kematian terumbu karang di lokasi ini tidak berhubungan dengan eksploitasi terumbu karang oleh penduduk seperti yang terjadi pada lokasi lain di Perairan Bontang. Kesimpulan akan matinya terumbu karang akibat kenaikan suhu perairan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, mengingat suhu ambien normal terumbu karang di ASEAN termasuk Indonesia menurut Neudecker 1981 adalah 28-30°C. Selain itu Coles et al 1976 menemukan bahwa kenaikan suhu hingga 4-5°C diatas suhu ambien menyebabkan kematian pada sebagian besar jenis karang di daerah tropis Eniwetak, Atoll, Marshall Islands dan subtropis Kaneohe Bay, Hawai. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan suhu perairan akibat buangan air pendingin PT. Badak NGL dengan suhu maksimum 35.30 o C, suhu minimum 33.20 o C dan suhu rata-rata 34.31 o C ∆T=5-6 o C sepanjang tahun di Sekambing Muara telah mengakibatkan kematian terumbu karang secara keseluruhan di lokasi tersebut. Dokumentasi kondisi terumbu karang di Sekambing Muara dapat dilihat pada Lampiran 13.

4.9 Analisis Kondisi Perairan Berdasarkan Kriteria Suhu untuk Fitoplankton

Untuk mengetahui kondisi perairan akibat buangan air pendingin, maka penentuan kriteria perairan dalam penelitian ini mengacu pada Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut dan hasil analisis dampak kenaikan suhu terhadap fitoplankton dan terumbu karang sebagaimana yang telah dibahas dalam subbab 4.7 dan 4.8, serta beberapa referensi dari penelitian sebelumnya. Adapun kriteria tersebut ditetapkan sebagai berikut : 1. Batas zona terdampak adalah suhu 37.90 o C ∆T9.60 o C. Nilai ini didasarkan pada hasil analisis dampak kenaikan suhu terhadap fitoplankton yang menunjukkan adanya perbedaaan yang nyata antara fitoplankton pada Stasiun Kontrol suhu alami dengan fitoplankton pada suhu 37.90 o C. Selain itu nilai ini juga didasarkan pada hasil penelitian Poernima et al. 2005 yang menunjukkan jumlah klorofil-a dan jumlah sel fitoplankton berkurang 35-70 dengan kenaikan suhu ∆T7.3-9.3 o C dan Chuang et al. 2009 yang menemukan klorofil-a fitoplankton berkurang secara signifikan dengan kenaikan suhu ±10 o 2. Batas zona potensial besar kena dampak berkisar 34.00-37.90 C. o C ∆T5.70 o C. Nilai ini didasarkan pada hasil analisis dampak kenaikan suhu terhadap fitoplankton yang menunjukkan jumlah spesies dan kelimpahan fitoplankton relatif berkurang dan Laporan Gesamp 1984 yang menunjukkan berkurangnya jumlah sel fitoplankton 10-60 dengan meningkatnya suhu hingga 7 o 3. Batas zona potensial kena dampak berkisar antara 31.30-34.00 C . o C. Nilai ini didasarkan pada hasil analisis dampak kenaikan suhu terhadap fitoplankton yang telah dilakukan dan hasil penelitian Poernima et al. 2005 yang menunjukkan jumlah klorofil-a dan jumlah sel fitoplankton berkurang 15-50 dengan kenaikan suhu 3.4-5.9 o C, serta hasil penelitian Li et al. 2011 yang menemukan berkurangnya diatom dari 82.0 menjadi 53.1 akibat peningkatan suhu 3.7 o 4. Batas zona terdampak adalah pada suhu 30.30 C dari suhu ambien. o C ∆T2.00 o C. Hal ini didasarkan pada Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut yang menetapkan diperbolehkannya terjadi perubahan suhu sampai dengan 2 o C dari suhu alami baik untuk perairan pelabuhan, wisata bahari maupun untuk biota laut. Sementara suhu alami Perairan Bontang berkisar antara 28.30-29.30 o Mengingat pola sebaran suhu di sekitar buangan air pendingin PT. Badak NGL sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut, maka analisis kondisi perairan dilakukan dengan melihat pola sebaran suhu yang diperoleh dari hasil simulasi untuk 4 kondisi cuplik dengan perbedaan yang relatif ekstrim untuk masing-masing kondisi seperti telah dibahas dalam subbab 4.3 sebelumnya. Keempat kondisi tersebut adalah saat air menuju pasang, pasang maksimum, menuju surut dan surut maksimum, yang dicuplik pada saat pasut purnama. C.

4.9.1 Kondisi Menuju Pasang

Hasil simulasi menujukkan bahwa pada kondisi air menuju pasang kondisi Perairan Bontang yang terkena dampak kenaikan suhu lebih cenderung ke arah selatan perairan Teluk Nyerakat, hal ini disebabkan adanya pergerakan massa air dari laut yang mengangkut buangan air pendingin yang keluar dari muara kanal pendingin ke wilayah ini. Kawasan zona terdampak 37.90 o C hanya ditemukan tepat di ujung muara kanal pendingin, sementara zona yang berpotensi besar terkena dampak 34.00-37.90 o Hasil simulasi juga menunjukkan zona terdampak berdasarkan baku mutu yang ditetapkan dalam Kepmen LH No.51 Tahun 2004 30.30 C lebih cenderung menyebar ke arah selatan daerah model Gambar 79. o C lebih luas sekitar ±17.19 Ha dibandingkan dengan luas zona terdampak berdasarkan hasil analisis dan studi literatur. Luas perairan berdasarkan kriteria kenaikan suhu yang diperoleh dari hasil simulasi untuk kondisi cuplik saat air menuju pasang pada saat pasut purnama dapat dilihat pada Tabel 32.