Analisis Dampak Kenaikan Suhu terhadap Fitoplankton Analisis Dampak Kenaikan Suhu terhadap Terumbu Karang
Tabel 7 Karakter komponen harmonik pasut di Pelabuhan Sekangat, Kota Bontang, 13 September 2008-11 Oktober 2008
So M2
S2 N2
K2 K1
O1 P1
M4 MS4
A cm 206.9
55.3 36.7
8.5 8.4
21.2 13.1
7.0 1.3
0.5
G 157.6
206.2 150.6
206.2 276.2
256.0 276.2
350.5 114.6
Sumber : Hasil analisis 2008
Keterangan : A : Amplitudo
G : Beda fase M2 : Komponen utama bulan pasut ganda
P1 : Komponen utama bulan harian S2 : Komponen utama matahari pasut ganda
K2 : Komponen luni bulan ganda N2 : Komponen eliptik besar bulan pasut ganda
K1 : Komponen luni bulan harian M4 : Komponen utama perempat harian
MS4 : Komponen perairan dangkal bulan-matahari perempat harian O1 : Komponen utama matahari harian
Tabel di atas menunjukkan bahwa komponen harmonik pasut dominan adalah M2 principal lunar Pond and Pickard, 1981. Adapun klasifikasi sifat pasut di
lokasi tersebut ditentukan dengan menggunakan rumus Formzahl, sebagaimana diberikan pada persamaan 3.1.
Dengan memasukkan nilai amplitudo komponen pasut kedalam persamaan 3.1, maka diperoleh nilai F = 0.37. Nilai ini menunjukkan bahwa tipe pasut di
perairan Bontang adalah tipe pasang campuran ganda dominan dimana pasang surut dalam waktu 24 jam terjadi dua kali air tinggi dan dua kali air rendah semi diurnal
tide . Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Wirtky 1961.
4.1.2 Hasil Pengukuran Suhu 4.1.2.1 Suhu Permukaan
Hasil pengukuran suhu permukaan pada beberapa stasiun pengamatan
menunjukkan adanya kenaikan suhu perairan akibat adanya buangan air pendingin PT. Badak NGL dengan pola sebaran yang berbeda pada saat air pasang dan saat air
surut baik pada pasut purnama maupun pasut perbani. Dalam hal ini sebagian stasiun menunjukkan suhu yang lebih tinggi pada saat purnama dibanding saat perbani,
sementara pada beberapa stasiun lainnya menunjukkan sebaliknya. Fenomena ini menunjukkan bahwa kondisi pasang surut sangat menentukan pola sebaran suhu di
Perairan Bontang akibat adanya buangan air pendingin dari perusahaan tersebut. Suhu yang lebih tinggi pada saat air pasang dibanding saat air surut ditemukan
di Pelabuhan Baltim Stasiun 3, Sekambing Bulu Stasiun 5, Sekambing Muara 1 Stasiun 10 dan Sekambing Muara 2 Stasiun 11. Tingginya suhu pada saat air
pasang dibanding saat air surut di Stasiun 3 dan 5 disebabkan oleh adanya gerakan massa air dari laut ke dalam kolam pendingin sehingga massa air panas yang keluar
dari outfall terdorong ke stasiun tersebut. Adapun kenaikan suhu pada Stasiun 10 dan 11 disebabkan oleh adanya dorongan massa air yang keluar dari muara kanal
pendingin ke arah stasiun tersebut akibat air pasang. Stasiun lainnya mengalami peningkatan suhu yang lebih tinggi pada saat air
surut disebabkan aliran massa air pendingin yang keluar dari outfall bergerak ke stasiun-stasiun tersebut mengikuti air yang sedang surut. Dalam hal ini luas perairan
yang mengalami kenaikan suhu yang lebih tinggi terjadi pada saat air surut. Hasil
pengukuran suhu permukaan dan hasil simulasi dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.1.2.2 Suhu Arah Vertikal
Hasil pengukuran suhu arah vertikal di Stasiun 8 menunjukkan adanya lapisan terstratifikasi di lokasi ini, dimana suhu pada lapisan permukaan lebih tinggi daripada
suhu di lapisan bawahnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wu et al.
2001, yang didasari oleh teori bahwa air dengan densitas lebih rendah berada di atas massa air yang berdensitas lebih tinggi. Suhu pada setiap lapisan juga senantiasa
berubah menurut kondisi pasang surut dengan fenomena suhu lebih tinggi pada saat air surut dan lebih rendah pada saat air pasang. Suhu arah vertikal hasil pengukuran
dapat dilihat pada Lampiran 3. 4.1.3 Kondisi Sungai di Wilayah Penelitian
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kondisi kelima sungai yang bermuara ke daerah model memiliki karakteristik yang hampir sama dalam hal debit dan suhu
air baik untuk musim hujan maupun musim kemarau. Hal ini disebabkan selain