Analisis Deskriptif Prosedur Analisis Business Cycle Model Vector Autoregressive VAR

3.10 Analisis Sumber Guncangan Utama Business Cycle Indonesia

Untuk mengetahui guncangan mana yang paling berperan dalam menjelaskan setiap variabel makroekonomi dalam model digunakan Forecast Error Variance Decomposition FEVD. FEVD merupakan metode yang digunakan untuk melihat besarnya peran guncangan variabel tertentu dalam persentase terhadap variabilitas tiap variabel dalam model. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR. Melalui metode ini dapat diketahui kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel dalam kurun waktu yang panjang. Jadi melalui FEVD dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi variabel tertentu. Berdasarkan analisis ini dapat disimpulkan bagaimana peran guncangan-guncangan permintaan dan penawaran baik eksternal dan domestik terhadap business cycle Indonesia. Halaman ini sengaja dikosongkan

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

4.1 Produk Domestik Bruto PDB

PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara secara riil untuk periode waktu tertentu. Penurunan pertumbuhan PDB menunjukkan perlambatan perekonomian bahkan kontraksi perekonomian, sedangkan pertumbuhan PDB yang cepat menunjukkan perekonomian dalam masa ekspansi. Berbagai perubahan PDB tersebut bisa dijadikan indikasi membaik atau memburuknya perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, fluktuasi PDB penting dan menarik untuk dikaji. Perkembangan PDB riil Indonesia selama periode 1990 hingga 2011 serta pertumbuhannya dapat dilihat pada Gambar 10. Sumber: BPS 2012 diolah Gambar 10 Perkembangan PDB riil dan pertumbuhan riil tahunan 1990-2011 Selama kurun waktu 1990-1996, perekonomian Indonesia tumbuh pesat ditunjukkan oleh meningkatnya PDB secara riil dari hanya sekitar 918,73 triliun rupiah pada tahun 1990 menjadi 1.444,07 triliun rupiah pada tahun 1996. Dalam kurun waktu yang sama rata-rata pertumbuhan hampir mencapai 8 per tahun. Kondisi ini didukung oleh berhasilnya program industrialisasi yang dibangun pemerintah saat itu. Sektor industri pengolahan menjadi tumpuan transformasi dari sektor primer ke sektor sekunder. Sektor tersebut tumbuh cepat namun -15.00 -10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 19 90 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 20 07 20 08 20 09 20 10 20 11 p er sen tr iliu n r u p ia h PDB riil Pertumbuhan riil sumbu kanan dengan basis foot loose industry. Bahan baku yang melimpah dari dalam negeri seperti produk-produk pertanian tidak dimanfaatkan dengan baik. Justru industri yang dikembangkan lebih banyak menggunakan bahan baku impor, sehingga industrialisasi seperti ini sangat rentan terhadap gejolak eksternal. Kerentanan industri yang dibangun pemerintah tersebut mulai terbukti ketika perekonomian Indonesia melambat menuju resesi setelah tahun 1996. Pada akhir tahun 1997 perekonomian domestik terkena contagion effect dari krisis Baht yang melanda Thailand, negara satu kawasan dengan Indonesia. Peristiwa eksternal ini menyeret perekonomian domestik yang sedang booming memasuki masa kontraksi. Mata uang Rupiah terdepresiasi tajam, memukul sektor industri yang sedang ekspansif. Dampak dari krisis mata uang Rupiah yang terjadi pada penghujung tahun 1997 dan berlangsung sepanjang tahun 1998 tersebut ternyata sangat buruk bagi Indonesia. Tajamnya depresiasi Rupiah mempersulit dunia usaha khususnya industri dalam rangka membiayai pembelian bahan baku dan barang modal yang berasal dari impor yang berdenominasi US. Bagi penciptaan nilai tambah nasional, kontribusi industri merupakan yang terbesar, diatas sektor pertanian. Oleh karena itu, ketika sektor industri ini kolaps maka akan sangat memukul perekonomian domestik. Perekonomian di tahun 1998 terkontraksi sangat dalam bahkan hingga minus 13. Disisi lain, sektor pertanian terbukti mampu bertahan dari krisis hebat tersebut. Bukti empiris ini memperkuat argumentasi bahwa agroindustri lebih tepat untuk menjadi jembatan kuat dalam proses transformasi struktur perekonomian dari primer ke sekunder. Pada tahun 1999 perekonomian mulai pulih dimana pertumbuhan mampu positif meski sangat rendah yaitu hanya sekitar 0,79. Pada tahun 2000, perekonomian sudah mampu tumbuh hampir mencapai tingkat 5. Selanjutnya perekonomian terus tumbuh positif meski belum mampu mencapai tingkat pertumbuhan seperti sebelum krisis ekonomi terjadi. Pada tahun 2000 hingga 2005, pertumbuhan ekonomi berkisar antara 3,64 - 5,69. Membaiknya performa ekonomi setelah krisis hebat pada tahun 1998 tersebut tidak menjamin kondisi perekonomian selanjutnya terus membaik. Berbagai peristiwa dapat mengganggu perjalanan ekonomi Indonesia pada masa setelah krisis moneter 1998. Harga minyak dunia mengalami beberapa kenaikan tajam setelah tahun 2000 yaitu yang terjadi pada tahun 2005, 2008 serta 2011 dan masih terus berlangsung hingga triwulan pertama 2012. Fenomena kenaikan harga minyak dunia tersebut bisa berakibat positif atau negatif. Ketika Indonesia masih menjadi negara net eksportir minyak dan tergabung dalam OPEC, kenaikan harga minyak dunia akan memberi keuntungan bagi Indonesia. Namun, sejak tahun 2004, Indonesia menjadi negara net importir minyak sehingga fluktuasi harga minyak dunia akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Subsidi minyak membengkak dan mempersulit keuangan negara serta mengurangi alokasi pengeluaran pemerintah bagi sektor produktif. Fluktuasi harga minyak dunia dapat memengaruhi perekonomian Indonesia karena sumber energi utama Indonesia masih bergantung pada minyak. Kenaikan harga minyak dunia pada tahun 2005 dan 2008 direspon pemerintah dengan menaikkan harga BBM meski tidak sampai pada harga keekonomiannya dan ternyata berdampak buruk bagi perekonomian domestik. Inflasi pada tahun 2005 mencapai 17,11 sedangkan inflasi pada tahun 2008 mencapai 11,06. Setelah inflasi tinggi di tahun 2005 dan 2008, pertumbuhan PDB pada tahun 2006 dan 2009 melambat. Pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi tercatat mengalami sedikit penurunan dari 5,69 di tahun 2005 menjadi 5,60 di tahun 2006. Sedangkan penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 lebih dalam yaitu turun menjadi 4,63 dari sekitar 6,01 pada tahun 2008. Mulai tahun 2007, perekonomian Indonesia mampu tumbuh antara 5 hingga 6 kecuali pada tahun 2009. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, berbagai gejolak eksternal dapat memengaruhi perekonomian domestik. Meski secara riil, PDB tahun 2009 tetap meningkat dibandingkan tahun 2008 yaitu dari 2.082,46 triliun rupiah menjadi 2.178,85 triliun rupiah, namun pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dibanding tahun 2008 tercatat melambat. Selain disebabkan oleh dampak kenaikan harga BBM domestik yang memicu inflasi, perlambatan di tahun 2009 kemungkinan juga disebabkan oleh imbas krisis keuangan global tahun 2008. Krisis ini bermula dari krisis sub prime mortgage di Amerika Serikat dan membangkrutkan lembaga keuangan dunia seperti Goldman Sachs dan Lehmann Brothers, yang kemudian menjalar ke 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 - 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 - 100 200 300 400 500 600 700 19 90: 1 19 91: 1 19 92: 1 19 93: 1 19 94: 1 19 95: 1 19 96: 1 19 97: 1 19 98: 1 19 99: 1 20 00: 1 20 01: 1 20 02: 1 20 03: 1 20 04: 1 20 05: 1 20 06: 1 20 07: 1 20 08: 1 20 09: 1 20 10: 1 20 11: 1 20 12: 1 p er sen tr iliu n r u p ia h PDB Riil Pertumbuhan Riil sumbu kanan berbagai negara di dunia. Selain itu, Uni Eropa juga mengalami krisis hutang. Transmisi krisis yang terjadi di Amerika Serikat dan Uni Eropa tersebut ke Indonesia dapat melalui jalur ekspor. Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat dan Eropa pada tahun 2009 mengalami. Pada tahun 2008, ekspor Indonesia ke Amerika Serikat tercatat 12,87 miliar US kemudian turun menjadi 10,80 miliar US pada tahun 2009. Sedangkan ekspor Indonesia ke Uni Eropa pada tahun 2008 sekitar 15,28 miliar US turun menjadi 13,60 miliar US BI 2012. Meski terimbas krisis keuangan global, dampak bagi makroekonomi Indonesia tidak seperti krisis moneter 1998. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 tetap positif meski lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 perekonomian kembali mampu tumbuh positif sebesar 6,20 dan 6,46 pada tahun 2011. PDB riil di tahun 2010 dan 2011 masing- masing sekitar 2.313,84 triliun rupiah dan 2.463,24 triliun rupiah. Selain itu, Indonesia juga termasuk salah satu anggota G-20 dengan posisi 17 besar perekonomian dunia Menko Perekonomian 2011. Hal ini merupakan indikasi makin besarnya peran Indonesia dalam perekonomian global. Sumber: BPS 2012 diolah Gambar 11 Perkembangan PDB riil dan pertumbuhan riil Indonesia triwulanan Selama periode krisis, ekonomi tumbuh dengan angka minus selama tiga triwulan berturut-turut yaitu pada 1997:4, 1998:1 dan 1998:2, masing-masing tercatat sekitar minus 2,06, minus 8,52 dan minus 8,75. Mulai 1998:3, 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000 19 90: 1 19 91: 1 19 92: 1 19 93: 1 19 94: 1 19 95: 1 19 96: 1 19 97: 1 19 98: 1 19 99: 1 20 00: 1 20 01: 1 20 02: 1 20 03: 1 20 04: 1 20 05: 1 20 06: 1 20 07: 1 20 08: 1 20 09: 1 20 10: 1 20 11: 1 20 12: 1 kurs nominal kurs riil perekonomian mampu tumbuh positif sebesar 2,74. Jika dilihat secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek ini menunjukkan pola yang sama mulai tahun 2001 dimana pada tiga triwulan pertama pertumbuhannya positif kemudian negatif pada triwulan keempat. Gambar 11 menunjukkan perkembangan PDB jika dilihat dalam jangka pendek yaitu dalam periode triwulanan. Dalam jangka panjang, PDB cenderung meningkat secara riil meski dalam jangka pendek terlihat fluktuasi naik dan turun. Dapat diamati bahwa fluktuasi pertumbuhan secara triwulanan sebelum periode krisis 1998 ternyata sangat tajam, terjadi dalam range yang besar yaitu plus minus 10. Setelah periode krisis 1998, fluktuasi pertumbuhan cenderung lebih stabil berkisar antara plus minus 4. Meski guncangan eksternal makin sering terjadi pada era 2000an dan berpotensi memperburuk perekonomian domestik, ternyata fluktuasi perekonomian Indonesia dalam periode triwulanan terlihat lebih stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa fundamental makroekonomi Indonesia sudah lebih kuat sehingga berbagai guncangan yang terjadi tidak sampai menyebabkan perekonomian terkontraksi.

4.2 Kurs Riil

Sebelum krisis moneter tahun 1998 terjadi, Indonesia menganut rezim fixed exchange rate dimana kurs Rupiah terhadap US dijaga fixed oleh pemerintah. Sumber: BI, BPS, US Bereau of Labor Statistics 2012 diolah Gambar 12 Perkembangan kurs nominal RpUS dan kurs riil