Model VEC SPESIFIKASI MODEL DAN HUBUNGAN CONTEMPORANEOUS
Dilihat dari perkembangan penerimaan negara Gambar 25, ternyata ada kenaikan penerimaan negara berupa pajak, yang mengalami peningkatan
pertumbuhan dari 16,89 di tahun 2004 menjadi 23,48 di tahun 2005. Tingginya penerimaan pajak memungkinkan pemerintah dapat membiayai
belanjanya termasuk subsidi yang lebih besar tanpa meningkatkan defisit anggaran. Sehingga kenaikan harga minyak dunia pada tahun 2005 relatif tidak
terlalu membebani APBN mengingat besarnya penerimaan pajak pada tahun bersangkutan.
Selain pemerintah tetap mensubsidi harga BBM domestik atas kenaikan harga minyak mentah dunia pada tahun 2005, pemerintah juga menaikkan harga
BBM domestik meski tidak sampai pada harga keekonomian. Akibatnya terjadi inflasi tinggi pada tahun 2005 yaitu sekitar 17,11. Untuk mengurangi dampak
negatif bagi perekonomian, pemerintah memberikan kompensasi bagi masyarakat tidak mampu melalui program Bantuan Langsung Tunai BLT, program
pemberdayaan usaha rakyat misalnya dengan Kredit Usaha Rakyat KUR serta berbagai stimulus fiskal. Oleh karena itu, dampak kenaikan harga minyak dunia
yang direspon pemerintah dengan menaikkan harga BBM domestik tidak terlalu mengkontraksi perekonomian domestik karena pemerintah melakukan ekspansi
fiskal.
Sumber: Kemenkeu, 2012, diolah Gambar 25 Perkembangan penerimaan pajak dan pembiayaan defisit anggaran
-40 -20
20 40
60 80
100 120
140 160
100 200
300 400
500 600
700 800
900 1,000
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 tr
iliu n
r u
p ia
h
tr iliu
n r
u p
ia h
penerimaan pajak
pembiayaan DN sumbu kanan
pembiayaan LN neto sumbu
kanan
Kenaikan harga minyak dunia juga terjadi pada tahun 2008 dan 2011. Hal ini juga direspon pemerintah dengan menaikkan subsidi yang berdampak pada
membesarnya defisit fiskal. Minyak dunia mencapai harga tertinggi pada tahun 2008 sekitar 139,96 USbarel dari harga tertinggi tahun 2007 sebesar 95,95
USbarel. Agar tidak menyebabkan kontraksi perekonomian, pemerintah menaikkan subsidi BBM domestik menjadi 139,11 triliun rupiah dari 83,79 triliun
rupiah di tahun 2007. Sehingga tambahan subsidi untuk tahun 2008 dibanding tahun sebelumnya sekitar 55,31 triliun rupiah. Bila dibandingkan dengan
tambahan subsidi pada tahun 2005, maka tambahan subsidi pada tahun 2008 adalah sebesar dua kali lipatnya.
Penerimaan pajak di tahun 2008 yang tumbuh 34,15 tidak mampu menutupi membengkaknya subsidi tersebut sehingga defisit fiskal meningkat dari
1,5 di tahun 2007 menjadi 2,1 di tahun 2008. Untuk membiayai defisit fiskal tersebut, pemerintah mengutamakan perolehan tambahan dana dari pinjaman
dalam negeri yang resikonya lebih rendah, dalam rangka menurunkan ketergantungan pada pinjaman luar negeri.
Respon pemerintah dengan meningkatkan subsidi tetap disertai dengan kenaikan harga BBM meski tidak sampai pada harga keekonomiannya. Akibatnya
terjadi inflasi karena peningkatan biaya produksi sehingga harga output juga ikut meningkat. Inflasi pada tahun 2008 tercatat 11,06, meningkat dari sekitar 6,59
pada tahun 2007. Ketika pendapatan tetap maka terjadi penurunan daya beli masyarakat. Hal ini menjadi disinsentif bagi produsen untuk meningkatkan output
di periode selanjutnya. Selain itu, terjadi krisis keuangan global yang bermula dari krisis perumahan di AS serta krisis hutang di zona Euro, yang sedikit banyak
berdampak bagi perekonomian domestik pada tahun 2009 misalnya melalui jalur penurunan ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa. Faktor-faktor ini berkontribusi
pada perlambatan PDB di tahun 2009 dan akhirnya berpengaruh pada turunnya penerimaan dalam negeri yang bersumber dari pajak. Oleh karena itu terjadi
defisit fiskal yang mencapai tingkat tertinggi sepanjang tahun 2000 yaitu sekitar minus 2,4 terhadap PDB pada tahun 2009.
Setelah sempat melambat di tahun 2009, perekonomian mulai membaik sehingga penerimaan negara dari pajak pada tahun 2010 ikut meningkat yaitu
mampu tumbuh sekitar 21,48 dibanding penerimaan pajak tahun sebelumnya. Harga minyak pun sempat turun bahkan mencapai 44,60 USbarel. Namun pada
tahun 2011, harga minyak dunia kembali meningkat. Pemerintah kembali meresponnya dengan meningkatkan subsidi BBM dalam jumlah yang sangat
besar. Kenaikan harga minyak dunia pada tahun 2008 yang direspon pemerintah
dengan menaikkan subsidi atas harga BBM domestik ternyata tidak dilakukan dengan menurunkan subsidi non energi seperti subsidi pupuk, subsidi pangan dan
lainnya Gambar 26. Subsidi non energi ikut meningkat untuk menjaga pertumbuhan ekonomi seluruh sektor tetap baik meski harga minyak dunia
meningkat. Konsekuensi dari hal ini adalah pada membesarnya subsidi yang memperbesar defisit anggaran. Meski demikian, besaran defisit anggaran terhadap
PDB masih dalam batas wajar yaitu masih dibawah 3. Oleh karena itu perekonomian domestik tidak terlalu terimbas dampak kenaikan harga minyak
dunia yang negatif.
Sumber: Kementrian Keuangan 2012 diolah Gambar 26 Perkembangan subsidi BBM dan subsidi non energi
Wangke 2012 menemukan bahwa dampak kenaikan subsidi BBM adalah pada melambatnya pertumbuhan ekonomi. Subsidi tersebut menjaga harga BBM
domestik tetap terjangkau masyarakat sehingga tidak menekan inflasi dan akhirnya dapat menurunkan kemiskinan. Penurunan subsidi BBM dan realokasi
- 50.00
100.00 150.00
200.00 2005
2006 2007
2008 2009
2010 2011
triliun rupiah subsidi non energi
subsidi BBM
dana subsidi BBM ke sektor produktif mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan harga minyak dunia pada tahun 2011 yang menembus angka diatas 100 USbarel ternyata banyak menyedot anggaran pemerintah sehingga
alokasi subsidi non energi menjadi lebih rendah dari tahun sebelumnya. Untuk membiayai defisit anggaran utamanya pada tahun 2008 dan 2011, pemerintah
memperoleh pinjaman dari dalam negeri. Dalam kurun waktu yang sama, pemerintah memperolah penerimaan dari pajak yang melonjak tinggi akibat
membaiknya perekonomian dan reformasi di bidang perpajakan dalam hal transparansi dan akuntabilitas administrasi perpajakan.
Seiring dengan kenaikan harga minyak mentah maka sumber energi alternatif seperti biofuel mulai diminati. Hal ini menjadi pemicu naiknya harga
produk pertanian seperti minyak sawit di pasar komoditas internasional. Indonesia merupakan negara pengekspor produk-produk pertanian ini sehingga ikut
memperoleh keuntungan atas kenaikan harga tersebut. Pemerintah memperoleh tambahan penerimaan dari peningkatan pajak ekspor, sehingga bisa dipergunakan
untuk membiayai impor minyak mentah dan produk-produk olahannya.
Sumber: IFS 2012 diolah Keterangan: indeks harga terhadap base year 2000=100
Gambar 27 Perkembangan indeks harga minyak mentah dan indeks harga produk
pertanian Gambar 27 menunjukkan bahwa pergerakan indeks harga karet, kopi dan
minyak sawit mengikuti pergerakan indeks harga minyak mentah dunia. Kenaikan harga minyak dunia utamanya pada tahun 2008 dan 2011 memicu kenaikan harga
0.00 100.00
200.00 300.00
400.00 500.00
600.00
20 01:
1 20
01: 3
20 02:
1 20
02: 3
20 03:
1 20
03: 3
20 04:
1 20
04: 3
20 05:
1 20
05: 3
20 06:
1 20
06: 3
20 07:
1 20
07: 3
20 08:
1 20
08: 3
20 09:
1 20
09: 3
20 10:
1 20
10: 3
20 11:
1 20
11: 3
20 12:
1
minyak mentah karet
kopi minyak sawit