Uji Ordo Optimal VARVECM
dengan basis foot loose industry. Bahan baku yang melimpah dari dalam negeri seperti produk-produk pertanian tidak dimanfaatkan dengan baik. Justru industri
yang dikembangkan lebih banyak menggunakan bahan baku impor, sehingga industrialisasi seperti ini sangat rentan terhadap gejolak eksternal. Kerentanan
industri yang dibangun pemerintah tersebut mulai terbukti ketika perekonomian Indonesia melambat menuju resesi setelah tahun 1996.
Pada akhir tahun 1997 perekonomian domestik terkena contagion effect dari krisis Baht yang melanda Thailand, negara satu kawasan dengan Indonesia.
Peristiwa eksternal ini menyeret perekonomian domestik yang sedang booming memasuki masa kontraksi. Mata uang Rupiah terdepresiasi tajam, memukul sektor
industri yang sedang ekspansif. Dampak dari krisis mata uang Rupiah yang terjadi pada penghujung tahun
1997 dan berlangsung sepanjang tahun 1998 tersebut ternyata sangat buruk bagi Indonesia. Tajamnya depresiasi Rupiah mempersulit dunia usaha khususnya
industri dalam rangka membiayai pembelian bahan baku dan barang modal yang berasal dari impor yang berdenominasi US. Bagi penciptaan nilai tambah
nasional, kontribusi industri merupakan yang terbesar, diatas sektor pertanian. Oleh karena itu, ketika sektor industri ini kolaps maka akan sangat memukul
perekonomian domestik. Perekonomian di tahun 1998 terkontraksi sangat dalam bahkan hingga minus 13. Disisi lain, sektor pertanian terbukti mampu bertahan
dari krisis hebat tersebut. Bukti empiris ini memperkuat argumentasi bahwa agroindustri lebih tepat untuk menjadi jembatan kuat dalam proses transformasi
struktur perekonomian dari primer ke sekunder. Pada tahun 1999 perekonomian mulai pulih dimana pertumbuhan mampu
positif meski sangat rendah yaitu hanya sekitar 0,79. Pada tahun 2000, perekonomian sudah mampu tumbuh hampir mencapai tingkat 5. Selanjutnya
perekonomian terus tumbuh positif meski belum mampu mencapai tingkat pertumbuhan seperti sebelum krisis ekonomi terjadi. Pada tahun 2000 hingga
2005, pertumbuhan ekonomi berkisar antara 3,64 - 5,69. Membaiknya performa ekonomi setelah krisis hebat pada tahun 1998
tersebut tidak menjamin kondisi perekonomian selanjutnya terus membaik. Berbagai peristiwa dapat mengganggu perjalanan ekonomi Indonesia pada masa
setelah krisis moneter 1998. Harga minyak dunia mengalami beberapa kenaikan tajam setelah tahun 2000 yaitu yang terjadi pada tahun 2005, 2008 serta 2011 dan
masih terus berlangsung hingga triwulan pertama 2012. Fenomena kenaikan harga minyak dunia tersebut bisa berakibat positif atau negatif. Ketika Indonesia masih
menjadi negara net eksportir minyak dan tergabung dalam OPEC, kenaikan harga minyak dunia akan memberi keuntungan bagi Indonesia. Namun, sejak tahun
2004, Indonesia menjadi negara net importir minyak sehingga fluktuasi harga minyak dunia akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Subsidi
minyak membengkak dan mempersulit keuangan negara serta mengurangi alokasi pengeluaran pemerintah bagi sektor produktif.
Fluktuasi harga minyak dunia dapat memengaruhi perekonomian Indonesia karena sumber energi utama Indonesia masih bergantung pada minyak. Kenaikan
harga minyak dunia pada tahun 2005 dan 2008 direspon pemerintah dengan menaikkan harga BBM meski tidak sampai pada harga keekonomiannya dan
ternyata berdampak buruk bagi perekonomian domestik. Inflasi pada tahun 2005 mencapai 17,11 sedangkan inflasi pada tahun 2008 mencapai 11,06. Setelah
inflasi tinggi di tahun 2005 dan 2008, pertumbuhan PDB pada tahun 2006 dan 2009 melambat. Pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi tercatat mengalami
sedikit penurunan dari 5,69 di tahun 2005 menjadi 5,60 di tahun 2006. Sedangkan penurunan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 lebih dalam yaitu
turun menjadi 4,63 dari sekitar 6,01 pada tahun 2008. Mulai tahun 2007, perekonomian Indonesia mampu tumbuh antara 5
hingga 6 kecuali pada tahun 2009. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, berbagai gejolak eksternal dapat memengaruhi perekonomian domestik.
Meski secara riil, PDB tahun 2009 tetap meningkat dibandingkan tahun 2008 yaitu dari 2.082,46 triliun rupiah menjadi 2.178,85 triliun rupiah, namun
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dibanding tahun 2008 tercatat melambat. Selain disebabkan oleh dampak kenaikan harga BBM domestik yang
memicu inflasi, perlambatan di tahun 2009 kemungkinan juga disebabkan oleh imbas krisis keuangan global tahun 2008. Krisis ini bermula dari krisis sub prime
mortgage di Amerika Serikat dan membangkrutkan lembaga keuangan dunia
seperti Goldman Sachs dan Lehmann Brothers, yang kemudian menjalar ke