Kebijakan Terhadap Output The Impact of Government Policies on Profitability and Competitiveness of Seaweed at Tanakeke Islands, South Sulawesi Province
diimbangi oleh pengembangan mata rantai pemasaran rumput laut seperti penyerapan produksi, stabilitas harga dan jaminan kualitas produksi belum
konsisten. Harga rumput laut yang tidak menentu di pasar internasional, kualitas rumput laut yang kurang memenuhi standar dunia dan permintaan yang inelastis
sehingga persaingan rumput laut dunia semakin ketat. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang tepat dalam pengembangan rumput laut di Indonesia.
Kebijakan pengembangan rumput laut meliputi kebijakan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau lokal. Kebijakan pemerintah dalam
pengembangan rumput laut di Provinsi Sulawesi Selatan mengacu pada kebijakan pemerintah pusat, sehingga kebijakan tersebut dapat bersinergi dengan program
lainnya dan berkesinambungan. Adapun kebijakan nasional pengembangan rumput laut yang telah dan akan dilaksanakan adalah : 1 kebijakan peningkatan
produksi rumput laut, 2 kebijakan peningkatan produk derivatif rumput laut, 3 kebijakan kelembagaan, dan 4 kebijakan intensifikasi pasar. Kebijakan-
kebijakan tersebut dapat dirinci sebagai berikut : 1.
Kebijakan peningkatan produksi rumput laut melalui : a.
Mengoptimalkan potensi dan pengembangan kawasan budidaya rumput laut. b.
Mengembangkan jumlah unit lahan budidaya pada kawasan-kawasan strategis dan potensial pengembangan rumput laut di Indonesia melalui
klaster budidaya rumput laut untuk kawasan Indonesia bagian Barat Aceh, Kepri, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jatim, Jabar dan Jateng, kawasan
Indonesia bagian Tengah Bali, NTB, NTT, Kaltim, Kalsel, Sulut, Sulteng, Sulsel sedangkan kawasan Indonesia Timur meliputi Maluku dan Papua.
c. Mengembangkan input teknologi budidaya yang secara langsung berdampak
pada peningkatan jumlah unit budidaya dan kapasitas produksi. d.
Penyediaan bibit rumput laut yang berkualitas melalui pengembangan kebun bibit rumput laut di kawasan sentral budidaya rumput laut.
e. Kebijakan alokasi subsidi bibit rumput laut
f. Penyediaan pendanaan perbankan nasional seperti pemberian kredit usahatani
dan pengembangan UMKM 2.
Kebijakan Peningkatan Produk Derivatif Rumput Laut
a. Memperbanyak jumlah industri pengolah rumput laut penghasil ekstrak chip
dan bubuk powder dalam negeri melalui nota kesepahaman pengembangan kawasan budidaya dan industri rumput laut di 7 provinsi yaitu Propinsi NTT,
NTB, Sulawesi Tengah, Maluku, MalukuUtara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi
Selatan. Nota
kesepahaman tersebut
melibatkan 6
lembagakementerian yakni
Kementerian Kelautan
dan Perikanan,
Kementerian PDT, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UMKM, dan Badan Koordinasi Penanaman
Modal. b.
Peningkatan kegiatan penelitian untuk menciptakan diversifikasi produk rumput laut
c. Pengembangan teknologi berbasis mutu dan keamanan pangan
3. Kebijakan Kelembagaan
a. Membangun kerjasama, sinergitas, persamaan persepsi dan tanggungjawab
antara seluruh steakholder dalam upaya pengembangan rumput laut nasional melalui Forum Budidaya Rumput Laut dan menjadikan Forum rumput laut
nasional sebagai agenda tahunan. b.
Pengembangan dan pemantapan hubungan kerja Asosiasi Petani dan pengusaha Rumput Laut Indonesia ASPERLI dengan pemerintah pusat
maupun daerah. c.
Pengembangan kelembagaan penunjang seperti koperasi yang dikelola secara professional di kawasan pengembangan rumput laut untuk menjamin
pergerakan rantai pasok Suply Chain. d.
Membentuk kemitraan usaha melalui pola inti plasma atau CSR Cooperate Social Responsibility
4. Kebijakan Intensifikasi Pasar
a. Pengembangan jaringan pemasaran dalam negeri dan ekspor
b. Promosi produk-produk rumput laut Indonesia, baik dalam bentuk raw
material rumput laut kering dengan standar mutu yang berkualitas maupun produk turunan rumput laut.
c. Melakukan ekspansi pasar ke negara-negara yang bukan merupakan negara
tujuan ekspor untuk memperluas pasar ekspor