segera menyusun program sanitasi dan mengembangkan standar baku bagi produk hasil perikanan dan prosesnya. Sedangkan rumput laut Indonesia masih
banyak yang belum memenuhi standar tersebut menyebabkan ketidakmampuan komoditi rumput laut Indonesia bersaing dengan negara-negara penghasil rumput
laut lainnya. Standar suatu produk akan mempengaruhi daya saing karena produk yang diekspor menjadi lebih murah. Kondisi ini tentunya akan memperlemah
daya saing rumput laut Indonesia di pasar internasional. Adapun persyaratan ekspor Eucheuma sp dapat dilihat pada Lampiran 7.
Peningkatan standar kualitas atau mutu terhadap produk pangan khususnya rumput laut oleh negara importir merupakan salah satu kendala sulitnya
menembus pasar rumput laut internasional. Selain itu meningkatnya produksi rumput laut di negara-negara pesaing seperti Philpina juga menyebabkan semakin
menurunnya posisi tawar eskportir rumput laut Indonesia. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pangsa dan nilai ekspor
rumput laut, kajian mengenai analisis daya saing rumput laut dirasakan penting untuk dilakukan untuk meningkatkan ekspor komoditi rumput laut Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan daerah penghasil rumput laut terbesar di Indonesia. Sumberdaya lahan untuk pengembangan rumput laut
masih cukup luas yaitu 193 700 hektar untuk budidaya Eucheuma sp di sepanjang 1 973 kilometer garis pantai. Apabila luas areal potensial yang dimiliki dapat
termanfaatkan dengan baik maka berpotensi menghasilkan rumput laut sebesar 785 000 ton per tahun dari jenis Eucheuma cottoni Hidayati, 2009.
Pada tahun 2010, produksi rumput laut Sulawesi Selatan memberi konstribusi sebesar 38.76 persen 1.5 juta ton terhadap produksi nasional 3.9 juta
ton dari jenis Eucheuma cottoni. Hal tersebut menjadikan Sulawesi Selatan sebagai salah satu eksportir terbesar di dunia untuk komoditi rumput laut.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Selatan dari tahun 2005-2010 bahwa total volume ekspor telah mencapai 146 513 ton.
Peningkatan volume ekspor tersebut menunjukkan posisi perdagangan di pasar
dunia semakin baik. Akan tetapi kondisi ini masih terkendala daya saing yang rendah dibandingkan dengan ekspor rumput laut dari negara lain.
Peningkatan volume ekspor ini tidak diikuti dengan penerimaan dari nilai ekspornya. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi
Selatan 2010 memperlihatkan tahun 2008 nilai ekspor rumput laut Sulawesi Selatan sebesar 16.8 juta US dengan volume ekspor 13 946 ton sedangkan pada
tahun 2009 nilai ekspor rumput laut hanya 17.6 juta US dengan volume ekspor sebesar 20 240 ton. Hal ini disebabkan tidak kondusifnya kondisi perdagangan
internasional bagi rumput laut Sulawesi Selatan serta adanya saingan dari negara- negara eksportir lainnya terutama Philpina. Ini merupakan indikasi bahwa daya
saing ekspor rumput laut Sulawesi Selatan dalam perdagangan internasional masih lemah. Daya saing ini dikaitkan dengan kemampuan untuk menghasilkan
rumput laut dengan biaya serendah mungkin efesien dan kualitas sesuai dengan standar pasar atau konsumen.
Kabupaten Takalar merupakan salah satu sentra produksi rumput laut di Sulawesi Selatan. Perkembangan produksi rumput laut mengalami fluktuasi
dengan trend yang meningkat yaitu tahun 2005 sebanyak 2 991 ton dan tahun 2010 mencapai 457 474 ton Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar,
2011. Sebagai salah satu daerah penghasil rumput laut terbesar di Sulawesi Selatan, maka produksi rumput laut Kabupaten Takalar sangat mempengaruhi
ekspor rumput laut Sulawesi Selatan. Peningkatan produksi rumput laut di Kabupaten Takalar mengalami
beberapa kendala yang tentunya akan menghambat proses pengembangan rumput laut di Takalar. Permasalahan yang dihadapi oleh petani rumput laut yaitu :
1 ketersediaan bibit bermutu dimana saat ini mulai terjadi degradasi kualitas bibit pada beberapa kawasan budidaya, 2 permasalahan jaminan mutu hasil
produksi budidaya yang berpotensi mengganggu rantai pasok suplly chain rumput laut, 3 penerapan teknologi belum sepenuhnya menerapkan terwujudnya
quality assurance, apalagi food safety, dan traceability, 4 pengendalian hama
penyakit maupun dampak lingkungan perairan yang fluktuatif, dan 5 sumberdaya petani masih terbatas.
Semua permasalahan tersebut menjadi kendala bagi petani dalam peningkatan produksi dan kualitas rumput laut yang dihasilkan. Kondisi ini akan
menuntut petani untuk dapat menawarkan rumput laut dengan kualitas dan harga yang bersaing. Kualitas rumput laut Kabupaten Takalar seringkali dinilai tidak
sesuai dengan standar teknis. Hal ini terkait dengan kinerja petani dan pedagang. Petani kurang memperhatikan umur panen rumput laut yang optimal, masih
banyak rumput laut yang dipanen terlalu muda dengan umur yang tidak seragam, sehingga menyebabkan kualitas rumput laut yang dihasilkan rendah. Berdasarkan
informasi yang diperoleh di lokasi penelitian, terjadi praktik moral hazard yang dilakukan oleh petani dan pedagang. Banyak petani setelah panen rumput laut
direndam lagi ke air laut semalaman baru dikeringkan. Tujuannya untuk meningkatkan berat komoditas tersebut pada saat dijual. Jika rumput laut
langsung dikeringkan, biasanya setiap 8 kg basah dihasilkan 1 kg rumput laut kering, sebaliknya jika direndam lagi dengan air laut, maka 4 kg basah akan
menghasilkan 1 kg rumput laut kering sebab kadar garamnya meningkat. Hal ini tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan mengenai kadar garam.
Kondisi tersebut di atas menyebabkan rumput laut yang dihasilkan petani berkualitas rendah sehingga daya tawar dalam penentuan harga menjadi lemah.
Hal ini akan mempengaruhi daya saing rumput laut khususnya di Kabupaten Takalar dan umumnya di Sulawesi Selatan.
Selain itu juga akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima oleh petani rumput laut, sebab keberlanjutan usahatani rumput laut tergantung pada
besar kecilnya keuntungan yang diperoleh. Rendahnya harga jual rumput laut yang diikuti dengan tingginya biaya produksi menyebabkan kemampuan petani
rumput laut untuk memperoleh keuntungan menurun. Dengan demikian, penting untuk dipertanyakan apakah usahatani rumput laut di Kabupaten Takalar masih
menguntungkan?. Pemerintah memiliki peran yang strategis dalam rangka mengembangkan
pengusahaan rumput laut di Provinsi Sulawesi Selatan pada umumnya dan Kabupaten Takalar pada khususnya. Banyak upayayang telah dilakukan
pemerintah demi memajukan pengusahaan rumput laut di Kabupaten Takalar seperti bantuan input, pembimbingan dan penyuluhan. Kebijakan tersebut akan
berpengaruh terhadap input maupun output pengusahaan komoditas rumput laut di Kabupaten Takalar. Daya saing komoditas rumput laut akan meningkat jika
kebijakan yang ada mengakibatkan biaya input menurun dan m,enambah nilai guna output. Begitu juga sebaliknya, apabila kebijakan pemerintah yang berlaku
mengakibatkan biaya input naik dan menurunkan nilai guna output, maka akanmenurunkan daya saing.
Berdasarkan kondisi tersebut, perlu dikembangkan kebijakan yang diharapkan mampu melindungi usahatani rumput laut. Sejumlah kebijakan terkait
dengan standar kualitas dan keamanan pangan telah diterbitkan oleh pemerintah diantaranya UU No.161992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
Peraturan Pemerintah No.152002 tentang Karantina Ikan dan PP No.2820904 tentang Keamanan Pangan, Mutu dan Gizi Pangan. Regulasi lainnya yang terkait
dengan pengaturan perdagangan antara lain UU No.1022000 tentang Standarisasi Nasional.
Terkait dengan standar produk yang akan diekspor, pemerintah mengeluarkan kebijakan ini dalam rangka mencapai ekuivalen dengan peraturan
negara tujuan ekspor. Melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 59M-DAGPER2010 tentang penerbitan Certificate of Legal Origin CoLo
untuk barang ekspor termasuk rumput laut. Sertifikat CoLo ini diterbitkan oleh Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan.
Sertifikat ini merupakan syarat untuk menembus pangsa pasar dunia. Di sisi lain, perizinan ini membutuhkan biaya yang besar dimana eksportir harus
mengeluarkan biaya CoLo sebesar Rp 1 juta sampai dengan Rp 1,5 juta per container. Biaya ini akan semakin membebani eksportir untuk melakukan ekspor
ke negara tujuan. Hal tersebut akan berdampak kepada petani, dimana eksportir akan mengurangi jumlah ekspornya dan menekan harga jual rumput laut di tingkat
petani. Selain itu, pada awal tahun 2010 hingga akhir tahun 2011, khusus ekspor rumput laut kering dari Indonesia ke China dikenakan pajak pemerintah sebesar
30 persen. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ekspor rumput laut kering dalam bentuk raw materil bahan baku dan meningkatkan bahan baku untuk industri
pengolahan dalam negeri Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2012.
Penerapan pajak terhadap rumput laut kering ini menyebabkan penurunan ekspor. Menurunnya jumlah ekspor mengakibatkan kelebihan bahan baku di
dalam negeri, karena industri pengolahan belum banyak tersedia dan belum mampu menampung kelebihan bahan baku tersebut, sehingga petani sangat
dirugikan karena harga jual menjadi lebih rendah. Selain itu, dengan menurunnya ekspor, petani juga dirugikan karena harga jualnya terpotong oleh kebijakan pajak
tersebut. Dengan adanya kondisi tersebut, sejak tahun 2012 pemerintah tidak lagi mengenakan pajak pemerintah atau pajak menjadi nol persen terhadap ekspor
rumput laut kering. Kebijakan lain yang diterapkan dalam rangka memperbaiki kualitas ekspor
rumput laut Indonesia adalah Kebijakan Resi Gudang. Kebijakan ini telah diterapkan sejak tahun 2007, dimana sistem resi gudang dilakukan dengan
menggunakan hasil produksi rumput laut sebagai salah satu komoditas yang akan menjadi standar dan dipergunakan dalam sistem tersebut. Hal ini tertuang dalam
Peraturan Pemerintah PP Nomor 36 Tahun 2007 tentang Resi Gudang untuk melaksanakan ketentuan UU Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.
Akan tetapi kebijakan ini belum berjalan secara efektif, hal ini disebabkan banyaknya petani dan pedagang yang belum menerapkan sistem tersebut dengan
alasan administrasi dan birokrasi. Kebijakan pemerintah lainnya lebih diarahkan kepada pengembangan budidaya rumput laut yang tertuang ke dalam program
revitalisasi perikanan . Direktoral Jendral Perikanan Budidaya telah melakukan langkah kebijakan
konkrit diantaranya : 1 Penyediaan bibit rumput laut yang berkualitas, melalui pengembangan kebun bibit rumput laut di kawasan sentral budidaya rumput laut
serta kebijakan alokasi subsidi bibit rumput laut, 2 Pembinaan intensif secara berkelanjutan baik teknis maupun non teknis, 3 penguatan modal alokasi DPM,
Paket Wirausaha, subsidi benih ,PUMP, peluncuran skame kredit semisal KUR dan KPPE, 4 pengembangan kawasan pembudidayaan secara bertahap melalui
pengembangan kawasan minapolitan budidaya, dan 5 membangun kerjasama, sinergitas, persamaan persepsi dan tanggungjawab bersama antara seluruh
stakeholders dalam upaya pengembangan rumput laut nasional melalui kegiatan Forum Budidaya Rumput laut. Kebijakan pemerintah yang ada akan berpengaruh
terhadap input dan output dalam usahatani rumput laut. Kebijakan yang mengakibatkan biaya input menurun dan menambah nilai guna output akan
meningkatkan daya saing usahatani rumput laut, sedangkan kebijakan yang mengakibatkan biaya input menjadi naik dan nilai guna output menurun akan
menurunkan daya saing Porter, 2008. Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa potensi rumput laut di
Kabupaten Takalar
perlu mendapat
perhatian serius
dalam upaya
pengusahaannya, khususnya mengenai komoditas rumput laut yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas ekspor rumput laut di pasar internasional. Maka
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini mengenai : 1.
Bagaimana tingkat keuntungan yang diperoleh petani rumput laut di Kepulauan Tanakeke.
2. Bagaimana tingkat daya saing rumput laut melalui keunggulan komparatif
dan kompetitif. 3.
Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap keuntungan dan daya saing komoditas rumput laut di Kepulauan Tanakeke.
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, dimana usahatani rumput laut ini memiliki tantangan dan kendala. Kendala-kendala tersebut
menjadi penyebab rendahnya kualitas rumput laut yang dihasilkan sehingga berdampak pada ekspor rumput laut di pasar internasional. Oleh karena itu perlu
dilakukan upaya-upaya peningkatan keuntungan dan daya saing rumput laut yang didukung oleh kebijakan pemerintah.
1.2
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis:
1. Tingkat keuntungan privat dan sosial usahatani rumput laut di Kepulauan
Tanakeke. 2.
Daya saing rumput laut melalui keunggulan komparatif dan kompetitif. 3.
Dampak kebijakan pemerintah terhadap keuntungan dan daya saing komoditi rumput laut di Kepulauan Tanakeke.
1.4. Manfaat Penelitian