sektor  pertanian.    Menurut  Gittinger  1986,  tenaga  kerja  di  pedesaan  umumnya bukan  merupakan  tenaga  ahli  dan  kenyataan  masih  adanya  pengangguran.
Sehingga  dalam  penelitian  ini  pengukuran  harga  bayangan  tenaga  kerja menggunakan  pendekatan  produk  marginal  dimana  produk  marginal  sebenarnya
masih  dapat  ditingkatkan,  sehingga  tingkat  upah  bayangan  diduga  lebih  rendah dari upah aktual.  Tingkat upah bayangan adalah tingkat upah aktual di Kepulauan
Tanakeke  dikali persentase penduduk yang bekerja di Kabupaten Takalar. Secara  umum  pengukuran  harga  bayangan  tenaga  kerja  didasarkan  pada
formulasi sebagai berikut : HB Upah Tenaga Kerja = 100 -  pengangguran X HA Upah Tenaga Kerja
dimana : HB  =  Harga Bayangan
HA =  Harga Aktual Berdasarkan  data  Dinas  Tenaga  Kerja  dan  Transmigrasi  Kabupaten
Takalar  2010  dengan  adanya  pengangguran  sebesar  8  persen,  maka  harga bayangan  sosial  adalah  92    persen    dari  tingkat  upah  yang  berlaku  di  daerah
penelitian.    Tingkat  upah  aktual  yang  berlaku  adalah  Rp  2  500  per  HOK. Sehingga harga bayangan tenaga kerja adalah Rp 2 300 per HOK.
4.4.3.3.   Harga Bayangan Bibit Rumput Laut
Harga bayangan untuk benih rumput laut didekati dengan harga aktualnya. Hal  ini  disebabkan  karena  bibit  yang  digunakan  oleh  petani  rumput  laut  di
Kepulauan Tanakeke pada umumnya adalah bibit lokal, sehingga harga bayangan sama dengan harga pasarnya harga di Kepulauan Tanakeke.
4.4.3.4.  Harga Bayangan Sarana Produksi dan Peralatan
Penentuan harga bayangan sarana produksi dan peralatan didasarkan pada harga  border  price  untuk  input  tradable  dan  harga  domestik  untuk  input  non
tradable .  Dalam penelitian ini yang termasuk input tradable adalah tali rafia dan
solar, sedangkan bibit dan peralatan yang digunakan termasuk ke dalam input non tradable.
Harga bayangan tali rafia merupakan harga beli di lokasi penelitian harga pedagang  pengumpultoko  saprodi  setempat.    Hai  ini  didasari  asumsi    bahwa
border price hanya pada komponen atau bahan baku pembuatan tali rafia tersebut,
sehingga sulit untuk menentukan harga bayangan border price untuk bahan baku. Selain  itu,  tali  rafia  merupakan  input  sarana  produksi  yang  tidak  mendapatkan
subsidi  dari  pemerintah,  sehingga  harga  jual  dilepas  ke  mekanisme  pasar  pasar bebas.    Untuk  itu  harga  sosial  harga  bayangan  sama  dengan  harga  privatnya
harga aktualnya.   Biaya tali rafia terdiri dari tradable dan non tradable, dimana sebagian  bahan  bakunya  adalah  impor,  maka  ditetapkan  20  persen  dihitung
sebagai komponen tradable dan 80 persen non tradable. Harga  bayangan  untuk  peralatan  digunakan  harga  pasar  dengan
pertimbangan  tidak  ada  kebijakan  pemerintah  yang  mengatur  secara  langsung, sehingga  distorsi  pasar  yang  terjadi    amat  kecil  atau  pasar  mendekati  pasar
persaingan  sempurna.    Sementara  dalam  perhitungan  analisis  ekonomi  dan finansial,  nilai  harga  yang  dimasukkan  adalah  nilai  penyusutan  dari  masing-
masing  peralatan berdasarkan umur ekonomisnya.
4.4.3.5.  Harga Bayangan Nilai Tukar Rupiah
Harga  bayangan  nilai  tukar  uang    adalah  harga  uang  domestik  dalam kaitannya dengan mata  uang asing  yang terjadi  pada pasar nilai tukar uang pada
kondisi  persaingan  sempurna  Suryana,  1980.    Salah  satu  pendekatan  untuk menghitung harga bayangan nilai tukar uang adalah harga bayangan harus berada
pada tingkat keseimbangan nilai tukar uang.  Keseimbangan nilai tukar uang dapat dihitung menggunakan Standard Conversion Factor SCF sebagai faktor koreksi
terhadap nilai tukar resmi  yang berlaku.  Squire dan Van Der Tak 1982  dalam Gittinger 1986 menggunakan formula sebagai berikut :
SER
t
= OER
t
SCF
t
Dimana : SER
t
: Nilai Tukar Bayangan RpUS OER
t
: Nilai Tukar Resmi RpUS SCF
t
: Faktor Konversi Standar
Nilai    faktor  konversi  standar  yang  merupakan  rasio  dari  nilai  impor  dan  ekspor ditambah pajaknya dapat ditentukan sebagai berikut :
SCF
t
= Xt + Mt
Xt – Txt + Mt + Tmt
Dimana : SCFt
: Faktor konversi standar untuk tahun ke-t Xt
: Nilai ekspor Indonesia untuk tahun ke-t Rp Mt
: Nilai impor Indonesia untuk tahun ke-t  Rp Txt
: Penerimaan pemerintah dari pajak ekspor untuk tahun ke-t Rp Tmt
: Penerimaan pemerintah dari pajak impor untuk tahun ke-t Rp Harga  bayangan      nilai      tukar  dihitung  berdasarkan  metode  Squire  dan
Van Der Tak yaitu besarnya nilai ekspor tahun 2010 senilai Rp 1 423.505 milyar, nilai impor senilai Rp 1 223.97 milyar, pajak   ekspor   sebesar     Rp 8 030 milyar
dan pajak impor sebesar Rp 19 760 milyar BPS, 2010.  Sehingga diperoleh nilai SER sebesar Rp 9 062.12.  Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 9.
Berdasarkan uraian di atas, komponen input dipisahkan antara komponen tradable
dan komponen  non tradable domestik, maka metode penentuan harga bayangan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel  4.  Metode  Pendekatan  Penentuan  Harga  Privat  dan  Sosial  Usahatani Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, 2011
No. Uraian
Harga Privat Harga Bayangan Sosial
1 Output
Harga yang berlaku di pasaran Harga perbatasan FOB.
Harga  Bayangan  Rumput  Laut  = FOB  X  SER
– Biaya transportasi dan  penanganan  dari  pelabuhan  ke
tempat  penelitian  Pearson  et  all, 2005
2 Bibit
Harga yang berlaku di pasaran Sama dengan harga privat
3 Tali Rafia
Harga yang berlaku dipasaran Sama dengan harga privat
4 Solar
Harga yang berlaku dipasaran Sama dengan harga privat
5 Tenaga Kerja
Tingkat  upah  yang  berlaku  di daerah penelitian
Berdasarkan konsep produk marginal Gittenger, 1986
mempertimbangkan tingkat pengangguran 8 persen sehingga 92
persen dari upah aktual
6 Biaya
Peralatan Biaya penyusutan peralatan
Sama dengan harga privat 7
Nilai Tukar Nilai  tukar  yang  berlaku  pada
saat penelitian berlangsung Keseimbangan nilai tukar uang
yang didekati dengan menggunakan SCF Standar Conversion Factor
Berdasarkan  uraian  di  atas  mengenai  harga  bayangan,  maka  nilai  harga bayangan dan harga privat dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel  5.     Justifikasi  Nilai  Harga  Bayangan  Sosial  dan  Harga  Privat  Usahatani Rumput Laut di Kepulauan Tanakeke, 2011.
4.5. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu usahatani  rumput  laut  bila  terjadi  perubahan  terhadap  input  maupun  output.
Perubahan  ini  dapat  mempengaruhi  penerimaan  dan  biaya  petani  rumput  laut  di Kepulauan Tanakeke.
Analisis  sensitivitas  pada  penelitian  ini  dilakukan  dengan  mengubah besarnya  produksi  dan  harga  rumput  laut.      Penetapan  besarnya  perubahan-
perubahan tersebut didasarkan atas asumsi-asumsi sebagai berikut : 1.
Fluktuasi  harga  rumput  laut  sebesar  16  persen  per  tahun  ditetapkan berdasarkan kondisi fluktuasi harga yang terjadi di tempat penelitian.
2. Perubahan besarnya produksi rumput laut sebesar 30 persen.
No. Uraian
Satuan Harga Privat
Harga Bayangan Sosial
1 Output
RpKg 7 396.18
7 651 2
Bibit RpKg
3 000 3 000
3 Tali Rafia
RpKg 15 000
15 000 4
Tenaga Kerja RpHOK
2 500 2 300
5 Penyusutan
Peralatan Rp
2 465 813 2 465 813
6 Solar
RpL 4 500
4 500 7
Nilai Tukar Rp
9 022.14 9 062.12
V.  TINJAUAN UMUM  RUMPUT LAUT DI INDONESIA
5.1.  Perkembangan Rumput Laut Dunia
Rumput  laut  merupakan  salah  satu  komoditas  budidaya  laut  yang  dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek pasar yang baik serta
dapat meningkatkan pendapatan petani di wilayah pesisir.  Rumput laut seaweed merupakan  nama  dalam  perdagangan  untuk  jenis  alga  yang  dipanen  dari  laut.
Dari  segi  morfologinya,  rumput  laut  tidak  memperlihatkan  adanya  antara  akar, batang  dan  daun.    Secara  keseluruhan,  tumbuhan  ini  mempunyai  bentuk  yang
sama, walaupun sebenarnya berbeda Yulianda, 2001. Rumput  laut  menjadi  salah  satu  komoditas  unggulan  dalam  Program
Revitalisasi  Perikanan  Budidaya  tahun  2006-2009  selain  udang  dan  tuna,  yang telah  dicanangkan  oleh  presiden  pada  tanggal  11  Juni  2005  dan  tertuang  dalam
Rencana  Pembangunan  Jangka  Menengah  Nasional  2004-2009  dalam  rangka peningkatan  kesejahteraan  masyarakat  nelayan,  menyumbang  ekspor  non  migas,
mengurangi  kemiskinan  dan  menyerap  tenaga  kerja  nasional  Burhanuddin, 2008.
Beberapa  hal  yang  menjadi    keunggulan  rumput  laut  antara  lain  :  1 peluang  pasar  ekspor  yang  terbuka  luas,  2  belum  ada  batasan  atau  kuota
perdagangan  bagi  rumput  laut,  3  teknologi  pembudidayaannya  sederhana, sehingga  mudah  dikuasai,  4  siklus  pembudidayaannya  relatif  singkat,  sehingga
cepat  memberikan  keuntungan,  5  kebutuhan  modal  relatif  kecil,  dan  6 merupakan komoditas yang tidak tergantikan, karena tidak ada produk sintetisnya
Anggadiretdja,  2006.      Oleh  karena  itu  rumput  laut  termasuk  komoditas unggulan yang perlu mendapat prioritas dalam penanganannya.
Rumput laut di Indonesia  pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Eropa Brown,  1983.    Rumput  laut  yang  diperdagangkan  di  pasar  internasional  terdiri
dari banyak jenis dengan kandungan dan manfaat yang berbeda-beda diantaranya Eucheuma cottoni
. Gracilaria sp dan sargassum  sp.  Perkembangan rumput laut di dunia ditandai dengan meningkatnya permintaan rumput laut khususnya rumput
laut  Eucheuma  cottoni  dalam  bentuk  raw  material  atau  rumput  laut  kering  oleh negara-negara konsumen.
5.1.1.  Produksi Rumput Laut Dunia
Rumput laut di pasar internasional pada umumnya diproduksi oleh negara- negara  Asia  seperti  Indonesia,  China,  Philphina,    Korea  dan  beberapa  negara
Eropa  seperti  Chili,  Prancis,  Tanzania  dan  Mexico  FAO,  2010.    Indonesia termasuk  salah  satu  produsen  terbesar  dunia,  bahkan  menjadi  peringkat  kedua
produsen rumput laut dunia setelah negara China untuk jenis Eucheuma cottoni. Indonesia  dengan  potensi  rumput  laut  yang  sangat  besar  berpeluang
menjadi salah satu produsen rumput laut terbesar dunia.  Adapun perkembangan produksi rumput laut dunia dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber : FAO, 2011 diolah
Gambar 6.  Perkembangan Produksi Rumput Laut Dunia Tahun 2005 – 2010
Gambar 6 memperlihatkan bahwa rumput laut di dunia diproduksi oleh 9 negara  utama  penghasil  rumput  laut  dan  selama  enam  tahun  terakhir    Negara
China menjadi produsen utama rumput laut dunia dengan produksi rata-rata 49.22 persen.    Pada  tahun  2010  Indonesia  menjadi  peringkat  kedua  produsen  rumput
laut dunia dengan produksi sebesar 3 082 113 ton.   Sejak tahun 2005, produksi rumput  laut  dunia  mencapai  11  980  219  ton,  akan  tetapi  pada  tahun  2009
mengalami  peningkatan  yang  cukup  besar  yaitu  produksi  rumput  laut  dunia mencapai  13  783  065  ton.      Perkembangan  produksi  rumput  laut  yang  demikian
tinggi mencerminkan adanya peluang dan permintaan yang semakin besar di pasar internasional.