Studi Aspek Komoditi Rumput Laut

Petani rumput laut di Sulawesi Selatan pada umumnya menggunakan bibit yang berasal dari hasil panen sebelumnya. Diberbagai daerah sentra rumput laut seperti Kabupaten Takalar, Jeneponto, Bulukumba, Bone dan beberapa daerah lainnya di Sulawesi Selatan belum ada penangkaran dan penyediaan bibit rumput laut unggul atau berkualitas baik. Oleh karena itu, pemerintah daerah Sulawesi Selatan telah merencanakan untuk melakukan pelatihan sertifikasi penangkaran bibit rumput laut kualitas Standar Nasional Indonesia SNI bagi petani hingga pedagang yang nantinya akan memudahkan petani memperoleh bibit bermutu tinggi Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan, 2010. Berbagai langkah untuk mengembangkan rumput laut telah dilakukan pemerintah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten melalui pendanaan dari APBN dan APBD. Kegiatan program pengelolaan dan pengembangan sumberdaya perikanan budidaya rumput laut melalui : 1 pengadaan kebun bibit Eucheuma cottoni di Kabupaten Pangkep dan Bulukumba, 2 penyaluran paket penguatan modal pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma cottoni di 8 kabupaten sebanyak 57 paket, dan 3 penyaluran sarana budidaya rumput laut berupa bibit rumput laut, tali nomor 9, nomor 5, dan nomor 2 serta pelampung di 8 kabupaten.

2.3. Tinjauan Studi Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang komoditi rumput laut dan aspek-aspek yang berkaitan dengan usahatani rumput laut, daya saing kompetitif dan komparatif melalui pendekatan Policy Analysis Matrix PAM dan kebijakan telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

2.3.1. Studi Aspek Komoditi Rumput Laut

Studi terdahulu telah banyak membahas tentang komoditi rumput laut baik dari aspek pengembangan rumput laut, aspek produksi, sistem pemasaran sampai pada penawaran ekspor rumput laut Indonesia di pasar internasional. Zulham, Purnomo dan Apriliani 2007 telah melakukan penelitian tentang pengembangan klaster rumput laut Kabupaten Sumenep. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan pendekatan eksploratif yang menjelaskan fenomena lapangan. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pengembangan klaster rumput laut di Kabupaten Sumenep telah terbentuk secara alami yang terdiri dari jenis usaha pendukung proses produksi rumput laut, jenis perdagangan dan distribusi dan jenis usaha jasa pendukung, akan tetapi komponen tersebut belum tertata dengan baik sehingga kinerja dari industri rumput laut di Kabupaten Sumenep belum optimal. Selain itu, terjadi asimetris informasi tentang harga bahan baku rumput laut kering dan kualitas rumput laut yang dibutuhkan pasar. Oleh karena itu, terkait dengan upaya memfungsikan klaster rumput laut, terdapat tiga prinsip yang perlu diperhatikan agar klaster tersebut berfungsi secara optimal yaitu : 1 unit usaha dalam klaster rumput laut harus berorientasi pada permintaan konsumen, 2 klaster harus bersifat kolektif, dan 3 klaster dapat memperbaiki daya saing secara komulatif. Penelitian tentang produksi rumput laut dilakukan oleh Sobari 1993 dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dalam analisisnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penting yang harus diperhatikan dan dapat mempengaruhi berhasil tidaknya usaha budidaya rumput laut yaitu kondisi alam, teknologi yang digunakan dan kondisi sosial ekonomi. Setiap usaha budidaya rumput laut yang dilakukan tidak terlepas dari kondisi atau aspek ekonomi. Aspek ekonomi berkaitan dengan kelayakan usaha dari budidaya yang dikembangkan oleh pembudidaya. Penelitian yang mengkaji tentang kelayakan usaha budidaya rumput laut telah dilakukan oleh Zamroni, Purnomo dan Mira 2006. Penelitian ini menggunakan analisis RC Ratio dengan hasil analisis menunjukkan bahwa budidaya rumput laut yang dibudidayakan dengan metode longline di Bulukumba layak untuk dikembangkan. Hal ini dilihat dari hasil perhitungan RC ratio yang lebih dari satu RC ratio = 2.94 dan keuntungan yang diperoleh positif. Mustika 1999 melakukan penelitian mengenai Analisis Keragaan Finansial dan Produksi Dalam Usaha Budidaya Rumput Laut Petani Mitra dan Non Mitra dengan metode Analisis Finansial NVP, IRR, RC Ratio dan Regresi Berganda. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa Sebagian besar petani non mitra menggunakan modal sendiri untuk membeli seluruh sarana produksi yang dibutuhkan. Sementara hasil produksinya dijual kepada pembeli pada tingkat harga sebesar harga yang berlaku di pasar. Produktivitas faktor produksi yang berlaku terhadap produksi rumput laut kering per luasan areal adalah tali ris, tali rafia, karung pasir pemberat, bibit, tenaga kerja dan pelampung. Analisis usahatani budidaya rumput laut baik mitra maupun non mitra menguntungkan petani dengan nilai RC ratio untuk petani mitra adalah 8.03 dan non mitra sebesar 1.81. Analisis finansial yang dilakukan pada tingkat suku bunga 20 persen menunjukkan bahwa rumput laut layak untuk dikembangkan dengan IRR di atas 60 persen. Penelitian yang dilakukan oleh Hikmayani dan Aprilliani 2007 menyangkut aspek pemasaran rumput laut di wilayah potensial di Indonesia. Hasil penelitian tersebut memberikan informasi bahwa pemasaran rumput laut melibatkan beberapa lembaga pemasaran baik yang ada di lokasi maupun yang ada di luar lokasi budidaya baik di kabupaten maupun di provinsi. Lembaga pemasaran yang terlibat secara umum adalah pedagang pengumpul lokal, pedagang besar dan eksportir atau pabrik pengolahan. Struktur pasar rumput laut di seluruh tingkat pedagang pengumpul, pedagang besar dan industri serta eksportir bersifat oligopoli artinya dengan jumlah pedagang yang sedikit maka akan muncul pedagang yang paling dominan dalam struktur pasar ini dan pedagang tersebut dapat menjadi pedagang yang memiliki pangsa pasar terbesar sehingga pedagang tersebut dapat bertindak sebagai penentu harga dan memiliki jalur distribusi yang kuat. Yusuf dan Mira 2006 telah melakukan penelitian tentang potensi pasar rumput laut di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rumput laut di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan rumput laut , dimana industri rumput laut Indonesia harus memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri sebesar 14 000 ton dan pasar luar negeri sebesar 25 000 ton. Sedangkan di pasar internasional ternyata rumput laut memiliki pangsa pasar market share sebesar 15 persen, ini berarti Indonesia berada pada posisi kedua setelah Philphina yang memasok 80 persen kebutuhan dunia. Jika dilihat dari negara tujuan ekspor ternyata pasar Asia yang mengimpor rumput laut terbesar dari Indonesia, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasar rumput laut Indonesia yang terbesar adalah pasar Asia.

2.3.2. Studi Aspek Daya Saing