1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di abad modern dalam kehidupan setiap manusia ditandai berbagai perubahan dan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi yang berdampak pada seluruh aspek
dalam kehidupan dan kepribadian seseorang. Pendidikan sangat dibutuhkan oleh manusia, ini terlihat dari kenyataan bahwa manusia itu dilengkapi dengan hasrat ingin
tahu, naluri, dan pengetahuan untuk mengembangkan isi alam dalam masyarakat sosialnya. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi
perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara sebab dari situlah akan tercipta Sumber Daya Manusia SDM yang
berkualitas. Salah satu penunjang tersebut adalah pelajaran matematika. Pada umumnya
peserta didiksiswa merasa kurang tertarik dengan pelajaran matematika. Banyak siswa yang mengalami kesulitan didalam mengerjakan soal-soal matematika, baik itu
soal latihan, soal mid semester, soal semesteran, lebih-lebih soal ujian, mereka beranggapan bahwa matematika pelajaran yang sulit, sehingga banyak siswa yang
takut, minder, malu bertanya atau pesimis terhadap pelajaran matematika. Hal ini mengakibatkan mereka menjadi malas dan ogah-ogahan untuk mengerjakan soal-soal
latihan dalam belajar matematika, bahkan menganggap matematika membosankan, dan tidak menarik, mereka lebih baik diam, atau ngobrol dengan teman dari pada
mengerjakan soal latihan. Rasa takut, minder, malu bertanya itulah yang menyebabkan rendahnya semangat belajar, rendahnya keyakinan untuk dapat
memahami konsep-konsep matematika. Dari pengalaman peneliti selama mengajar dan wawancara dengan beberapa
teman sejawat memang banyak ditemukan siswa yang malas dalam belajar matematika atau tidak mau mencoba mengerjakan soal-soal latihan. Ini baru dilihat
dari keaktivannya dalam mengikuti pelajaran. Ada yang mau mencoba untuk
2
mengerjakan soal, tetapi menemui jalan buntu, kemudian melihat contoh yang ada juga menemui jalan buntu karena tidak mengetahui mengapa rumus itu digunakan
terhadap masalah tersebut, bagaimana rumus diturunkan, langkah selanjutnya dan dari mana asal usulnya sehingga tidak bisa melanjutkan atau meneruskan
penyelesaiaanya. Bukti lain bisa dilihat dari hasil nilai ulangan harian maupun ulangan semesteran, yang menunjukkan bahwa nilai matematika banyak yang berada
dibawah nilai Standar Kompetensi Belajar Minimal SKBM. Di sisi lain, guru sering terhambat oleh kurangnya kemampuan penguasaan materi bagi siswa terhadap
konsep matematika yang dijelaskan guru sebelumnya. Keadaan ini menimbulkan dilema, apakah guru harus mengulangi pengajaran topik yang belum dikuasai siswa
meskipun menyangkut kurangnya waktu untuk menjelaskan topik baru atau apakah pengajaran topik sebelumnya memang belum mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Berdasarkan observasi pendahuluan di lapangan dan wawancara kepada
beberapa guru SMP di Surakarta selama ini, metode mengajar yang banyak digunakan oleh guru adalah metode konvensional tradisional, dimana kegiatan
belajar mengajar didominasi oleh guru. Guru mentransfer pengetahuan ke pikiran siswa dan siswa hanya menerima, diam secara fisik dan penuh konsentrasi mental,
walaupun kurikulumnya sudah berganti menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK. Namum proses pembelajaran dan asesmen tidak pernah berubah.
Proses pembelajaran sifatnya cenderung mekanistik dan asesmennya berbentuk objektif. Pembelajaran yang dilaksanakan di kelas adalah berdasarkan paradigma
mengajar yang sangat dipengaruhi oleh pola pikir dalam psikologi tingkah laku behaviorik yaitu : reinforcement dan punishment. Pengaruh dari punishment ialah
siswa menyimpan rasa tidak senang dan dendam pada kondisi pembelajaran bahkan pada guru dan mata pelajaran. Selain hal tersebut di atas, sadar atau tidak, pada saat
siswa sedang berkonsentrasi mendengarkan penjelasan keterangan guru di papan tulis, pandangan siswa terkadang terhalang oleh guru itu sendiri. Padahal belajar
berarti membentuk makna, yaitu yang diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat,
3
dengar, rasakan dan yang dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia miliki. Karena pandangannya terganggu, hal ini bisa mengakibatkan terganggunya konsentrasi siswa
dalam membentuk makna dan mudah terlupakan. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan berbagai inovasi dan
program pendidikan yang dilaksanakan antara lain penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku ajar dan buku referensi lainnya. Juga peningkatan guru dan tenaga
pendidikan lainnya melalui berbagai latihan dalam peningkatan kualitas pendidikan guru, peningkatan manajemen pendidikan serta pengadaan fasilitas lain.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, guru harus mempunyai kemampuan untuk menyampaikan bahan ajar kepada siswanya. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain penguasaan materi, pemilihan metode pembelajaran yang tepat, pengelolaan kelas, penggunaan media pembelajaran dan lain-lain. Oleh karena itu
seorang guru matematika dituntut untuk dapat memahami dan mengembangkan suatu metode pembelajaran dan penggunaan media pembelajaran di dalam kelas untuk
mencapai suatu tujuan pembelajaran. Cara tepat oleh guru, akan menumbuhkan minat peserta didik, karena itu pula diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Proses belajar mengajar adalah suatu yang harus dialami oleh peserta didik yang tidak hanya menekankan pada apa yang dipelajari, tetapi juga menekankan
bagaimana siswa lebih banyak terlibat dan belajar dengan aktif. Aktivitas belajar siswa merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini
mengingat bahwa kegiatan belajar mengajar diadakan dalam rangka memberikan pengalaman-pengalaman belajar pada siswa. Jika siswa aktif dalam kegiatan tersebut
kemungkinan besar mereka dapat mengambil pengalaman-pengalaman belajar tersebut. Kegiatan belajar mengajar juga dapat dipandang sebagai kegiatan
komunikasi antara siswa dan guru. Kegiatan komunikasi ini tidak dapat tercapai apabila siswa tidak aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya keaktifan
siswa dalam belajar kemungkinan besar prestasi belajar yang dicapai akan lebih memuaskan.
4
Sebagai guru yang ingin lebih baik dari serangkaian upaya yang telah dilakukan, munculah gagasan untuk mengemas pembelajaran yang lebih menarik dan
menyenangkan dan memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya sendiri, membuat informasi menjadi sangat bermakna dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Bisa dikatakan bahwa
metode merupakan kemasan yang dibuat untuk menyampaikan meteri agar lebih mudah dipahami, menarik, tidak menjenuhkan sehingga tujuan dari pembelajaran
yang dilakukan dapat dicapai. Metode yang diterapkan bisa dijadikan sebagai parameter untuk melihat sejauh mana siswa dapat menerima dan mengaplikasikan
materi yang disampaikan guru dengan mudah dan menyenangkan. Oleh karena itu guru harus kreatif dalam mengatur lingkungan belajar,
inovatif dalam memilih metode mengajar, penggunaan media belajar dan penerapan model mengajar yang tepat. Hal ini diharapkan dapat menciptakan situasi belajar
mengajar yang lebih banyak melibatkan keaktivan siswa secara optimal, sehingga menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik.
Sesuai dengan kurikulum yang dipakai yaitu KTSP, proses pembelajaran menggunakan
pendekatan konstruktivistik.
Pada prinsipnya
pembelajaran konstruktivistik menyatakan bahwa para siswa dalam membangun pengetahuan
dilakukan sendiri dengan bekal pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, sehingga pembentukan makna oleh siswa tidak mudah terlupakan. Dengan demikian,
penguasaan konsep matematika dapat dikuasai siswa, sehingga mereka dapat mengetahui langkah-langkah menyelesaikan soal, dan tidak sekedar menggunakan
rumus. Andaikan siswa lupa, dapat dimungkinkan untuk menemukan kembali atau mengkonstruksi kembali pengetahuan atau makna yang telah mereka bentuk dan
miliki di benak mereka. Untuk membangun pengetahuan yang dilakukan sendiri oleh siswa dengan bekal pengetahuan yang dimiliki memang perlu waktu yang cukup
lama. Terkadang harus mengingatkan kembali materi sebelumnya atau prasyaratnya harus dikuasai lebih dulu. Disinilah peran guru, harus dapat mendesainmerencana
5
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik yang efektif dan efisien. Dengan demikian, fungsi guru adalah bagaimana membelajarkan siswa, dan berperan sebagai
mediator dan fasilitator yang membantu agar proses siswa belajar dengan baik, sehingga metode ceramah terus menerus sudah tidak relevan dalam kurikulum ini.
Tidak dapat dipungkiri lagi, mengapa banyak siswa tidak jemu berlama-lama di depan televisi menonton sinetron yang ditayangkan, juga daya gugah iklan di
televisi yang begitu menarik? Hal ini disebabkan tayangan tersebut dikemas begitu canggih, menarik dan mempesona dengan memanfaatkan keunggulan multimedia
komputer. Sehingga terbuka peluang yang lebar bagi guru dalam merancang dan mengemas pembelajaran dengan memanfaatkan multimedia komputer agar menjadi
seindah tayangan televisi. Bahkan akurasi, efisiensi dan efektivitas pemanfaatan multimedia komputer bagi keberhasilan pembelajaran. Dengan demikian,
terhalangnya pandangan saat guru perlu memberi penjelasan tidak terganggu lagi. Sealin itu, jika ada siswa yang belum jelas pada topik sebelumnya dan guru harus
mengulangi pembelajaran tentang topik yang belum dikuasai siswa meskipun menyangkut waktu, dapat diatasi.
Dari beberapa masalah yang ada maka perlu adanya inovasi pembelajaran yang menyenangkan, menarik, yang lebih efektif dan efisien, bila siswa perlu
penjelasan dari guru tidak terhalang pandangannya sehingga proses terbentuknya makna tetap bisa berlangsung. Salah satu alternatif bentuk pembelajaran agar siswa
terkondisikan seperti tersebut di atas adalah pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivistik dengan multimedia komputer.
B. Identifikasi Masalah