17
Dalam pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mempunyai peranan penting untuk membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar.
Jadi, kedua faktor di atas dalam penelitian mempunyai peranan yang sangat penting.
6. Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme
Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini, dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna
dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar
menyadari dan secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai
tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut. Hakekat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa
siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri Brooks, 1990, Leinhardt, 1992. dalam Muhamad Nur dan Prima Retno Wikandari, 2000: 2
Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pada pengajaran top-down dari pada battom-up. Top-down berarti bahwa siswa mulai
dengan masalah –masalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya
memecahkan atau menemukan dengan bantuan guru keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan Muhamad Nur dan Prima Retno Wikandari, 2000: 7
Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivistik Nickson dalam Herman Hudoyo, 2005: 20 adalah membantu siswa untuk membangun
konsep-konsepprinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsepprinsip itu terbangun kembali, transformasi
informasi yang diperoleh menjadi konsepprinsip baru. Transformasi tersebut mudah terjadi bila pemahaman terjadi karena terbentuknya skemata dalam benak siswa.
Dengan demikian, pembelajaran matematika adalah membangun pemahaman. Proses
18
membangun pemahaman inilah yang lebih penting daripada hasil belajar sebab pemahaman akan bermakna kepada materi yang dipelajari.
Menurut kaum konstruktivisme, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa
membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis
dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri Betten Court, 1989, dalam Paul Suparno, 1997: 5
Peran seorang guru sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses siswa belajar dengan baik.
Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:
1 Menyediakan pengalaman
belajar yang
memungkinkan siswa
bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. Karena itu, jelas memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama
seorang guru 2 Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang
keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka.
3 Menyediakan saran yang merangsang siswa berpikir secara produktif. 4 Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung
proses belajar siswa. Menyemangati siswa dan menyediakan pengalaman konflik.
5 Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak.
6 Menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.
7 Membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa.
19
Pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme Nikon dalam Grouws, 1992: 106 adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep prinsip-
prinsip dengan kemampuan sendiri melelui proses internalisasi sehingga konsep prinsip itu terbangun kembali. Transformasi informasi yang diperoleh menjadi
konsepprinsip baru. Dengan demikian pembelajaran adalah membangun pemahaman.
Kondisi lingkungan belajar konstuktif penting, namun tidak secara otomatis menghasilkan belajar konstruktif. Siswa perlu mengembangkan keyakinannya,
kebiasaannya dengan gayanya dalam belajar sehingga kemampuan ketrampilan kognitif siswa berkembang.
Menurut Marpaung 2003 pengetahuan objektif matematika oleh siswa dikondisikan ulang. Proses rekonstruksi matematika oleh siswa dijelaskan sebagai
berikut: gabungan dan modifikasi dari Ernist, 1991 dan Leiken Zaslavsky, 1997 a. Pengetahuan objektif matematika direpresentasikan siswa dengan
mengkontruksi melingkar yang ditujukan dengan alur mengkaji menyelidiki, menjelaskan, memperluas, mengevaluasi, sehingga terjadi
rekonstruksi matematika sebagai konsepsi awal. b. Konsepsi awal sebagai hasil rekonstruksi individu tersebut merupakan
pengetahuan subyektif matematika. c. Pengetahuan subyektif matematika tersebut dikolaborasikan dengan siswa
lain, guru dan perangkat belajar siswa-siswa – guru – perangkat belajar
sehingga terjadi rekonstruksi matematika. d. Matematika yang direkonstruksi dan yang direpresentasikan kelompok
tersebut merupakan pengetahuan baru yaitu konsepsi siswa setelah belajar sehingga menjadi pengetahuan objektif matematika.
Proses konstruksi matematika yang dialami siswa perlu dipahami guru bahkan dialaminya. Karena itu guru seyogyanya mampu mengkonstruksi pembelajaran
sedemikian hingga siswa belajar matematika dengan pendekatan konstruktivistik.
20
Dari uraian di atas tersirat bahwa guru matematika perlu berusaha memahami bagaimana siswa belajar, yaitu proses siswa dalam mengkonstruksi konsep
matematika. Dengan demikian pula dikaji bagaimana guru berpikir untuk mengajarkan matematika, bagaimana guru mengajar matematika agar siswa berpikir
matematika Lampert dalam Richardson, 1997. Ini berarti perlu dipikirkan bagaimana mengubah pembelajaran di kelas yang “konvensional“ menjadi
memperhatikan cara siswa berpikir matematika. Dengan demikian guru perlu mengkonstruksi teori belajarnya yang merefleksikan bagaimana ia mengaplikasikan
teori belajar tersebut ke matematika dan kemudian mendesain metodenya untuk mengaplikasikan teorinya yang telah tersusun ke dalam kegiatan kelas. Ini
mengindikasikan bahwa pembelajaran matematika berpusat agar siswa berpikir. Kelas dikembangkan melalui hubungan antara siswa dan guru menjadi sistem
komunikasi yang interaktif. Komunikasi berarti baik guru maupun siswa kedua- duanya sebagai pengirim dan penerima informasi secara timbal balik sehingga kedua-
duanya saling berfungsi. Dengan demikian peran guru dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan kontruktivistik adalah sebagai berikut:
a. Sebagai pembimbing dan memberi sugesti memfasilitasi lingkungan agar siswa menemukan penilaian berkelanjutan terhadap perkembangan belajar
siswa, mengklasifikasikan konflik kognitif, untuk merangsang berpikir matematika dan mendorong interaksional. Ini mengindikasikan perhatian
guru terhadap faktor pengembangan berpikir matematika siswa. b. Dalam mengacu proses rekonstruksi matematika guru perlu memahami
siswanya sehingga guru dapat membimbing siswa dalam tingkat pembimbingan yang tepat dan akhirnya secara gradual melepaskan
bimbingan dan siswa dapat memahami perilaku siswa, atensi yang kuat terhadap kerja siswa, dan tetap mengembangkan proses yang relevan dan
kesimpulan yang bermakna. c. Guru perlu berkesempatan untuk mengobservasi siswa sehingga guru
mengetahui pengetahuan awal yang dimiliki siswa dan dapat melihat
21
bagaimana menyelesaikan bantuannya ke tingkat pemahaman siswa. Ini mengindikasikan bahwa pembelajaran berpusat agar siswa berpikir dan
mendorong siswa untuk merepresentasikan matematika yang dipikirkan. d. Guru perlu berpartisipasi secara aktif dengan siswa secara berkelanjutan,
terutama pada tahap-tahap awal penanaman konsep matematika. Bagi siswa yang lebih tuadewasa dalam kelompok yang “lebih
ber pengalaman” tidak begitu penting keterlibatan aktif guru.
Dengan peran guru seperti di atas, dapat dilukiskan keadaan kelas dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivistik
adalah sebagai berikut: siswa mau dan berani mengemukakan model matematika dalam menyelesaikan masalah matematika. Selain itu, siswa
mampu merepresentasikan proses mengkonstruksi konsep matematika dan kemudian memproduksinya. Ini mengindikasikan terjadinya interaksi aktif
antara siswa-siswa – guru sehingga proses belajar siswa diutamakan, tidak
sekedar hasil belajar. e. Dalam pendekatan konstruktivisme peran guru dalam menilai keberhasilan
belajar siswa, tidak cukup hanya sekedar dari hasil tesujian saja melainkan juga memonitor secara berkelanjutan dan komprehensif dari
semua kegiatan yang dilakukan siswa selama kegiatan berlangsung. Dengan demikian keberhasilan belajar siswa ditentukan sebagai hasil
monitoring yang berlanjutan dan komprehensif. Menurut Marpaung 2003 penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif
tersebut meliputi gabungan dan modifikasi dari model pandangan Hilbert dan Lefreve 1986 Savada 1997 dan Kilpatrik dkk 2001 sebagai berikut:
1 Kelancaran siswa dalam berpikir matematika untuk menyelesaikan masalah. Beberapa banyak solusi atau beberapa cara menyelesaikan
masalah yang dapat dihasilkan oleh setiap siswa. 2 Siswa fleksibel dalam menentukan ide-ide matematika.
22
3 Keaslian respon siswa yang ditujukan ketinggian derajat ide-ide yang dikemukakan siswa.
4 Elegensi ide yang dikemukakan siswa yang ditunjukkan derajat keunggulan ide yang dikemukakan siswa. Ide yang ambigo tentu berbeda
dengan ide yang sederhana, tetapi jelas dan tepat. 5 Pemahaman konseptual yang ditunjukkan dengan kejelasan hubungan-
hubungan konsepprinsip matematika yang dikuasai siswa. 6 Pemahaman prosedural yang ditunjukkan tersusunnya bahasa formal atau
sistem representasi simbol matematika termasuk didalamnya algoritme atau aturan untuk menyelesaikan masalah.
7 Kompeten dalam
strategi yang
ditunjukkan kemampuan
memformulasikan, menyatakan dan menyelesaikan masalah –masalah dari
masalah yang dihadapi. 8 Penalaran yang adaptif yang menunjukkan kapasitas berpikir logika,
refleksi, penjelasan dan jusifikasi. 9 Disposisi produktif yang menunjukkan kecenderungan kebiasaan dalam
melihat matematika sebagai kegunaan, kebermanfaatan dan percaya dan yakin akan pilihannya sendiri.
De Uries dan Kohlberg mengikhtisarkan beberapa prinsip konstruktivisme Piaget yang perlu diperhatikan dalam mengajar matematika sebagai berikut:
a. Struktur psikologis harus dikembangkan dulu sebelum persoalan bilangan diperkenalkan. Bila murid mencoba menalarkan bilangan sebelum mereka
menerima struktur logika matematis yang cocok dengan persoalannya, tidak akan jalan.
b. Struktur psikologis skemata harus dekembangkan dulu sebelum simbol formal diajarkan. Simbol adalah bahasa matematis suatu bilangan tertulis
yang merupakan representasi suatu konsep, tetapi bukan konsepnya sendiri.
23
c. Murid harus mendapat kesempatan untuk menemukan membentuk relasi matematis sendiri, jangan hanya selalu dihadapkan kepada pemikiran
orang dewasa yang sudah jadi. d. Suasana berpikir harus diciptakan. Sering pembelajaran matematika hanya
mentransfer apa yang dipunyai guru kepada murid dalam wujud pelimpahan fakta matematis dan prosedur perhitungan. Murid menjadi
pasif. Banyak guru menekankan perhitungan dan bukan penalaran sehingga banyak murid menghafal belaka. Paul Suparno, 1997: 70
Struktur psikologis skemata adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi hipotesis, seperti intelektual, kreativitas, kemampuan dan naluri. Memang
diakui bahwa struktur logis dan matematis adalah abstraks, sedangkan pengetahuan fisis adalah kongkret.
Menurut Paul Suparno 1997 bahwa Drive dan Oldham dalam Matthews 1994 mendriskripsikan beberapa ciri mengajar konstruktivisme sebagai berikut:
a. Orientasi. Murid diberi kesempatan untuk menmgembangkan motivasi dalam
mempelajaari suatu topik. Murid diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang mudah dipelajari.
b. Elisitasi Murid dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan
berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan, dalam wujud
tulisan, gambar, ataupun poster. c. Restrukturisasi ide
Dalam hal ini ada tiga hal yaitu: 1 Klasifikasi ide yang dikonstruksikan dengan ide-ide orang lain atau
teman lewat diskusi ataupun lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide-ide lain, seseorang dapat terangsang untuk merekonstruksi
24
gagasannya kalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok.
2 Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman. 3 Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan
ada baiknya bila gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan suatu percobaan atau persoalan yang baru.
d. Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan
pada bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan murid lebih lengkap dan rinci dengan segala macam
pengecualiannya. e. Review, bagaimana ide itu berubah.
Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasan entah dengan
menambah suatu keterangan ataupun mungkin dengan mengubahnya menjadi lenngkap.
Penggunaan paradigma belajar didukung oleh filsafat konstruktivisme, yang mengatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang adalah bentukan dari orang
itu sendiri bdk. Suparno, 1997. Dalam rangka membentuk atau mengkonstruksi pengetahuan itu orang yang belajar tersebut harus aktif, dalam arti aktif berpikir
mental dan aktif berbuat jasmani. Menurut Brooks dan Brooks 1993: 15, dalam Marpaung, 2003,
pembelajaran konstrukvistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Kurikulum disajikan dari keseluruhan ke bagian-bagian dengan
menekankan ide-ide besar. b. Keberanian siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan dinilai tinggi.
25
c. Aktivitas kurikuler bersandar pada sumber-sumber data primer dan penggunaan benda-benda manipulatif.
d. Siswa dianggap sebagai pemikir dengan memunculkan teori-teori tentang dunia.
e. Guru pada umumnya bertingkah laku yang interaktif, dengan memediasi lingkungan pada siswa menggunakan lingkungan sebagai titik tolak
pembelajaran. f. Guru berusaha menyelidiki pandangan siswa untuk memahami
konsepsinya yang akan digunakan pada pelajaran berikutnya. g. Asesmen hasil belajar siswa terintegrasi dengan pembelajaran melalui
pengamatan oleh guru selama siswa belajar, melalui pameran siswa akan kemampuannya dan portofolio.
h. Mengutamakan belajar dalam kelompok Di lain pihak Suparno 1997 menyebutkan bahwa ciri-ciri belajar
konstruktivis adalah: 1 Belajar berarti membentuk makna.
2 Belajar berarti mengkonstruksi terus-menerus. 3 Belajar adalah mengembangkan pemikiran, bukan mengumpulkan fakta-
fakta dan menghafalkannya. 4 Belajar berarti menimbulkan situasi ketidakseimbanngan.
5 Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya.
6 Hasil belajar pebelajar tergantung pada apa yang telah dimiliki olehnya. 7 Belajar dalam kelompok adalah baik dan dianjurkan.
8 Dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator dan mediator.
Dapat dikatakan
bahwa dalam
pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivistik guru tidak lagi mengajari siswa apa yang harus siswa lakukan dan
bagaimana dia melakukannya, tetapi memotivasi siswa dan memfasilitasinya agar
26
mau secara aktif mengolah informasi, baik secara individual atau melalui interaksi dan negosiasi dalam kelompok. Marpaung, 2003
Dengan melihat batasan-batasan di muka dapat dijelaskan bahwa belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat,
dengar, rasakan, dan yang dipengauhi oleh pengertian yang telah ia punyai. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam keraguan yang
merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak-seimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
Ada beberapa kesulitan yang dihadapi pada pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik antara lain memerlukan banyak waktu,
memerlukan fasilitas yang cukup, kurang aktifnya siswa dalam proses belajar mengajar.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut diperlukan kepandaian guru dalam mengelola waktu dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu
dengan memilih kegiatan mana yang memerlukan waktu yang lebih dan mana yang tidak. Selain itu perlu diusahakan fasilitas yang memadai, antara lain buku-buku
pelajaran dan media pembelajaran. Kemudian juga diperlukan motivasi belajar siswa. Keuntungan
yang didapat pada pembelajaran matematika dengan menggunakan konstruktivistik antara lain dapat mengembangkan potensi intelektual
siswa, dapat meningkatkan motivasi intrinsik, dapat memperpanjang proses ingatan, dapat meningkatkan cara berpikir dan cara mendapatkan pengetahuan sehingga dapat
menyiapkan siswa untuk masa depan, siswa dapat belajar secara aktif. Menurut Muhammad Shohibul Kahfi 2003 langkah-langkah pembelajaran
matematika dengan model konstruktivisme disusun dalam dua tahap, yaitu pra kegiatan pembelajaran dan detil kegiatan pembelajaran. Detil kegiatan pembelajaran
meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Kegiatan inti dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase pendalaman konsep.
Pra Kegiatan Pembelajaran Persiapan
27
1. Bahanmateri 2. Bahan manipulatif
3. Membagi murid ke dalam kelompok Rencana kegiatan
1. Kegiatan awal: apersepsi 2. Kegiatan inti:
1 Tahap ekplolasi 2 Tahap pengenalan konsep
3 Tahap pendalaman konsep 3. Kegiatan akhir
Detil Kegiatan Pembelajaran Kegiatan awal
1. Informasikan kepada siswa materi yang mereka pelajari, kaitkan dengan kehidupan nyata yang dialami siswa, bangkitkan keingintahuan dan motivasi
siswa dengan demonstrasi yang menarik 2. Ajak siswa untuk menentukan tujuan dan kegiatan pembelajaran
3. Minta siswa membentuk kelompok 4. Kaji dan cek pengetahuan prasyarat dan ketrampilan yang dimiliki siswa
Kegiatan Inti 1. Tahap eksplorasi
a Gali pengetahuan awal siswa dengan kuistes dan pertanyaan- pertanyaan yang efektif
b Kembangkan kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan pengalaman secara kongkrit
c Beri kesempatan siswa untuk mengemukakan ide dan gagasannya, biarkan terjadi pertentangan dan sebat, serta ajak mereka menganalisis
argumen dan mengapa mereka mempunyai gagasan demikian d Berikan penjelasan mengapa suatu jawabangagasan itu benar atau
salah
28
2. Tahap pengenalan konsep a Berikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing siswa untuk
berkolaborasi, membuat refleksi, dan interpretasi terhadap pengalaman kongkrit pada tahap eksplorsi
b Optimalkan pola interaktif guru-murid, murid-murid, guru – murid-
murid agar interaksi sosial benar-benar efektif memberikan konstribusi kepada siswa untuk mengkonstruk pemahamannya
c Panggil siswa secara acak dan mintalah untuk mengerjakan soal atau contoh
d Mintalah siswa
mengerjakan tugas-tugas
kelas secara
individualkelompok, jangan berikan tugas kelas yang memerlukan waktu panjang
e Presentasi tugas dan diskusi kelas f Tes
Kegiatan akhir 1. Merangkum pelajaran
2. Refleksi Mediasumber pembelajaran
1. Bahan ajar 2. Mediabahan manipulatif
3. Lembar tugas 4. kuispedoman pertanyaan
Penilaian 1. Penilaian proses
2. Skor kuis 3. Skor tugas
4. Skor tes Langkah-langkah pembelajaran ini tertuang dalam bentuk rencana
pembelajaran RP
29
7. Pembelajaran Konstruktivistik dengan Multimedia Komputer