Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme

17 Dalam pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mempunyai peranan penting untuk membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar. Jadi, kedua faktor di atas dalam penelitian mempunyai peranan yang sangat penting.

6. Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme

Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini, dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut. Hakekat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri Brooks, 1990, Leinhardt, 1992. dalam Muhamad Nur dan Prima Retno Wikandari, 2000: 2 Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pada pengajaran top-down dari pada battom-up. Top-down berarti bahwa siswa mulai dengan masalah –masalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan dengan bantuan guru keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan Muhamad Nur dan Prima Retno Wikandari, 2000: 7 Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivistik Nickson dalam Herman Hudoyo, 2005: 20 adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsepprinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsepprinsip itu terbangun kembali, transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsepprinsip baru. Transformasi tersebut mudah terjadi bila pemahaman terjadi karena terbentuknya skemata dalam benak siswa. Dengan demikian, pembelajaran matematika adalah membangun pemahaman. Proses 18 membangun pemahaman inilah yang lebih penting daripada hasil belajar sebab pemahaman akan bermakna kepada materi yang dipelajari. Menurut kaum konstruktivisme, mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri Betten Court, 1989, dalam Paul Suparno, 1997: 5 Peran seorang guru sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses siswa belajar dengan baik. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut: 1 Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. Karena itu, jelas memberi kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru 2 Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. 3 Menyediakan saran yang merangsang siswa berpikir secara produktif. 4 Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa. Menyemangati siswa dan menyediakan pengalaman konflik. 5 Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau tidak. 6 Menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. 7 Membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa. 19 Pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme Nikon dalam Grouws, 1992: 106 adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep prinsip- prinsip dengan kemampuan sendiri melelui proses internalisasi sehingga konsep prinsip itu terbangun kembali. Transformasi informasi yang diperoleh menjadi konsepprinsip baru. Dengan demikian pembelajaran adalah membangun pemahaman. Kondisi lingkungan belajar konstuktif penting, namun tidak secara otomatis menghasilkan belajar konstruktif. Siswa perlu mengembangkan keyakinannya, kebiasaannya dengan gayanya dalam belajar sehingga kemampuan ketrampilan kognitif siswa berkembang. Menurut Marpaung 2003 pengetahuan objektif matematika oleh siswa dikondisikan ulang. Proses rekonstruksi matematika oleh siswa dijelaskan sebagai berikut: gabungan dan modifikasi dari Ernist, 1991 dan Leiken Zaslavsky, 1997 a. Pengetahuan objektif matematika direpresentasikan siswa dengan mengkontruksi melingkar yang ditujukan dengan alur mengkaji menyelidiki, menjelaskan, memperluas, mengevaluasi, sehingga terjadi rekonstruksi matematika sebagai konsepsi awal. b. Konsepsi awal sebagai hasil rekonstruksi individu tersebut merupakan pengetahuan subyektif matematika. c. Pengetahuan subyektif matematika tersebut dikolaborasikan dengan siswa lain, guru dan perangkat belajar siswa-siswa – guru – perangkat belajar sehingga terjadi rekonstruksi matematika. d. Matematika yang direkonstruksi dan yang direpresentasikan kelompok tersebut merupakan pengetahuan baru yaitu konsepsi siswa setelah belajar sehingga menjadi pengetahuan objektif matematika. Proses konstruksi matematika yang dialami siswa perlu dipahami guru bahkan dialaminya. Karena itu guru seyogyanya mampu mengkonstruksi pembelajaran sedemikian hingga siswa belajar matematika dengan pendekatan konstruktivistik. 20 Dari uraian di atas tersirat bahwa guru matematika perlu berusaha memahami bagaimana siswa belajar, yaitu proses siswa dalam mengkonstruksi konsep matematika. Dengan demikian pula dikaji bagaimana guru berpikir untuk mengajarkan matematika, bagaimana guru mengajar matematika agar siswa berpikir matematika Lampert dalam Richardson, 1997. Ini berarti perlu dipikirkan bagaimana mengubah pembelajaran di kelas yang “konvensional“ menjadi memperhatikan cara siswa berpikir matematika. Dengan demikian guru perlu mengkonstruksi teori belajarnya yang merefleksikan bagaimana ia mengaplikasikan teori belajar tersebut ke matematika dan kemudian mendesain metodenya untuk mengaplikasikan teorinya yang telah tersusun ke dalam kegiatan kelas. Ini mengindikasikan bahwa pembelajaran matematika berpusat agar siswa berpikir. Kelas dikembangkan melalui hubungan antara siswa dan guru menjadi sistem komunikasi yang interaktif. Komunikasi berarti baik guru maupun siswa kedua- duanya sebagai pengirim dan penerima informasi secara timbal balik sehingga kedua- duanya saling berfungsi. Dengan demikian peran guru dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan kontruktivistik adalah sebagai berikut: a. Sebagai pembimbing dan memberi sugesti memfasilitasi lingkungan agar siswa menemukan penilaian berkelanjutan terhadap perkembangan belajar siswa, mengklasifikasikan konflik kognitif, untuk merangsang berpikir matematika dan mendorong interaksional. Ini mengindikasikan perhatian guru terhadap faktor pengembangan berpikir matematika siswa. b. Dalam mengacu proses rekonstruksi matematika guru perlu memahami siswanya sehingga guru dapat membimbing siswa dalam tingkat pembimbingan yang tepat dan akhirnya secara gradual melepaskan bimbingan dan siswa dapat memahami perilaku siswa, atensi yang kuat terhadap kerja siswa, dan tetap mengembangkan proses yang relevan dan kesimpulan yang bermakna. c. Guru perlu berkesempatan untuk mengobservasi siswa sehingga guru mengetahui pengetahuan awal yang dimiliki siswa dan dapat melihat 21 bagaimana menyelesaikan bantuannya ke tingkat pemahaman siswa. Ini mengindikasikan bahwa pembelajaran berpusat agar siswa berpikir dan mendorong siswa untuk merepresentasikan matematika yang dipikirkan. d. Guru perlu berpartisipasi secara aktif dengan siswa secara berkelanjutan, terutama pada tahap-tahap awal penanaman konsep matematika. Bagi siswa yang lebih tuadewasa dalam kelompok yang “lebih ber pengalaman” tidak begitu penting keterlibatan aktif guru. Dengan peran guru seperti di atas, dapat dilukiskan keadaan kelas dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan konstruktivistik adalah sebagai berikut: siswa mau dan berani mengemukakan model matematika dalam menyelesaikan masalah matematika. Selain itu, siswa mampu merepresentasikan proses mengkonstruksi konsep matematika dan kemudian memproduksinya. Ini mengindikasikan terjadinya interaksi aktif antara siswa-siswa – guru sehingga proses belajar siswa diutamakan, tidak sekedar hasil belajar. e. Dalam pendekatan konstruktivisme peran guru dalam menilai keberhasilan belajar siswa, tidak cukup hanya sekedar dari hasil tesujian saja melainkan juga memonitor secara berkelanjutan dan komprehensif dari semua kegiatan yang dilakukan siswa selama kegiatan berlangsung. Dengan demikian keberhasilan belajar siswa ditentukan sebagai hasil monitoring yang berlanjutan dan komprehensif. Menurut Marpaung 2003 penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif tersebut meliputi gabungan dan modifikasi dari model pandangan Hilbert dan Lefreve 1986 Savada 1997 dan Kilpatrik dkk 2001 sebagai berikut: 1 Kelancaran siswa dalam berpikir matematika untuk menyelesaikan masalah. Beberapa banyak solusi atau beberapa cara menyelesaikan masalah yang dapat dihasilkan oleh setiap siswa. 2 Siswa fleksibel dalam menentukan ide-ide matematika. 22 3 Keaslian respon siswa yang ditujukan ketinggian derajat ide-ide yang dikemukakan siswa. 4 Elegensi ide yang dikemukakan siswa yang ditunjukkan derajat keunggulan ide yang dikemukakan siswa. Ide yang ambigo tentu berbeda dengan ide yang sederhana, tetapi jelas dan tepat. 5 Pemahaman konseptual yang ditunjukkan dengan kejelasan hubungan- hubungan konsepprinsip matematika yang dikuasai siswa. 6 Pemahaman prosedural yang ditunjukkan tersusunnya bahasa formal atau sistem representasi simbol matematika termasuk didalamnya algoritme atau aturan untuk menyelesaikan masalah. 7 Kompeten dalam strategi yang ditunjukkan kemampuan memformulasikan, menyatakan dan menyelesaikan masalah –masalah dari masalah yang dihadapi. 8 Penalaran yang adaptif yang menunjukkan kapasitas berpikir logika, refleksi, penjelasan dan jusifikasi. 9 Disposisi produktif yang menunjukkan kecenderungan kebiasaan dalam melihat matematika sebagai kegunaan, kebermanfaatan dan percaya dan yakin akan pilihannya sendiri. De Uries dan Kohlberg mengikhtisarkan beberapa prinsip konstruktivisme Piaget yang perlu diperhatikan dalam mengajar matematika sebagai berikut: a. Struktur psikologis harus dikembangkan dulu sebelum persoalan bilangan diperkenalkan. Bila murid mencoba menalarkan bilangan sebelum mereka menerima struktur logika matematis yang cocok dengan persoalannya, tidak akan jalan. b. Struktur psikologis skemata harus dekembangkan dulu sebelum simbol formal diajarkan. Simbol adalah bahasa matematis suatu bilangan tertulis yang merupakan representasi suatu konsep, tetapi bukan konsepnya sendiri. 23 c. Murid harus mendapat kesempatan untuk menemukan membentuk relasi matematis sendiri, jangan hanya selalu dihadapkan kepada pemikiran orang dewasa yang sudah jadi. d. Suasana berpikir harus diciptakan. Sering pembelajaran matematika hanya mentransfer apa yang dipunyai guru kepada murid dalam wujud pelimpahan fakta matematis dan prosedur perhitungan. Murid menjadi pasif. Banyak guru menekankan perhitungan dan bukan penalaran sehingga banyak murid menghafal belaka. Paul Suparno, 1997: 70 Struktur psikologis skemata adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi hipotesis, seperti intelektual, kreativitas, kemampuan dan naluri. Memang diakui bahwa struktur logis dan matematis adalah abstraks, sedangkan pengetahuan fisis adalah kongkret. Menurut Paul Suparno 1997 bahwa Drive dan Oldham dalam Matthews 1994 mendriskripsikan beberapa ciri mengajar konstruktivisme sebagai berikut: a. Orientasi. Murid diberi kesempatan untuk menmgembangkan motivasi dalam mempelajaari suatu topik. Murid diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang mudah dipelajari. b. Elisitasi Murid dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasikan, dalam wujud tulisan, gambar, ataupun poster. c. Restrukturisasi ide Dalam hal ini ada tiga hal yaitu: 1 Klasifikasi ide yang dikonstruksikan dengan ide-ide orang lain atau teman lewat diskusi ataupun lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide-ide lain, seseorang dapat terangsang untuk merekonstruksi 24 gagasannya kalau tidak cocok atau sebaliknya, menjadi lebih yakin bila gagasannya cocok. 2 Membangun ide yang baru. Ini terjadi bila dalam diskusi itu idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman. 3 Mengevaluasi ide barunya dengan eksperimen. Kalau dimungkinkan ada baiknya bila gagasan yang baru dibentuk itu diuji dengan suatu percobaan atau persoalan yang baru. d. Penggunaan ide dalam banyak situasi. Ide atau pengetahuan yang telah dibentuk oleh siswa perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi. Hal ini akan membuat pengetahuan murid lebih lengkap dan rinci dengan segala macam pengecualiannya. e. Review, bagaimana ide itu berubah. Dapat terjadi bahwa dalam aplikasi pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, seseorang perlu merevisi gagasan entah dengan menambah suatu keterangan ataupun mungkin dengan mengubahnya menjadi lenngkap. Penggunaan paradigma belajar didukung oleh filsafat konstruktivisme, yang mengatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang adalah bentukan dari orang itu sendiri bdk. Suparno, 1997. Dalam rangka membentuk atau mengkonstruksi pengetahuan itu orang yang belajar tersebut harus aktif, dalam arti aktif berpikir mental dan aktif berbuat jasmani. Menurut Brooks dan Brooks 1993: 15, dalam Marpaung, 2003, pembelajaran konstrukvistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Kurikulum disajikan dari keseluruhan ke bagian-bagian dengan menekankan ide-ide besar. b. Keberanian siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan dinilai tinggi. 25 c. Aktivitas kurikuler bersandar pada sumber-sumber data primer dan penggunaan benda-benda manipulatif. d. Siswa dianggap sebagai pemikir dengan memunculkan teori-teori tentang dunia. e. Guru pada umumnya bertingkah laku yang interaktif, dengan memediasi lingkungan pada siswa menggunakan lingkungan sebagai titik tolak pembelajaran. f. Guru berusaha menyelidiki pandangan siswa untuk memahami konsepsinya yang akan digunakan pada pelajaran berikutnya. g. Asesmen hasil belajar siswa terintegrasi dengan pembelajaran melalui pengamatan oleh guru selama siswa belajar, melalui pameran siswa akan kemampuannya dan portofolio. h. Mengutamakan belajar dalam kelompok Di lain pihak Suparno 1997 menyebutkan bahwa ciri-ciri belajar konstruktivis adalah: 1 Belajar berarti membentuk makna. 2 Belajar berarti mengkonstruksi terus-menerus. 3 Belajar adalah mengembangkan pemikiran, bukan mengumpulkan fakta- fakta dan menghafalkannya. 4 Belajar berarti menimbulkan situasi ketidakseimbanngan. 5 Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pebelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. 6 Hasil belajar pebelajar tergantung pada apa yang telah dimiliki olehnya. 7 Belajar dalam kelompok adalah baik dan dianjurkan. 8 Dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator dan mediator. Dapat dikatakan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik guru tidak lagi mengajari siswa apa yang harus siswa lakukan dan bagaimana dia melakukannya, tetapi memotivasi siswa dan memfasilitasinya agar 26 mau secara aktif mengolah informasi, baik secara individual atau melalui interaksi dan negosiasi dalam kelompok. Marpaung, 2003 Dengan melihat batasan-batasan di muka dapat dijelaskan bahwa belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan yang dipengauhi oleh pengertian yang telah ia punyai. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ketidak-seimbangan adalah situasi yang baik untuk memacu belajar. Ada beberapa kesulitan yang dihadapi pada pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan konstruktivistik antara lain memerlukan banyak waktu, memerlukan fasilitas yang cukup, kurang aktifnya siswa dalam proses belajar mengajar. Untuk mengatasi kesulitan tersebut diperlukan kepandaian guru dalam mengelola waktu dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu dengan memilih kegiatan mana yang memerlukan waktu yang lebih dan mana yang tidak. Selain itu perlu diusahakan fasilitas yang memadai, antara lain buku-buku pelajaran dan media pembelajaran. Kemudian juga diperlukan motivasi belajar siswa. Keuntungan yang didapat pada pembelajaran matematika dengan menggunakan konstruktivistik antara lain dapat mengembangkan potensi intelektual siswa, dapat meningkatkan motivasi intrinsik, dapat memperpanjang proses ingatan, dapat meningkatkan cara berpikir dan cara mendapatkan pengetahuan sehingga dapat menyiapkan siswa untuk masa depan, siswa dapat belajar secara aktif. Menurut Muhammad Shohibul Kahfi 2003 langkah-langkah pembelajaran matematika dengan model konstruktivisme disusun dalam dua tahap, yaitu pra kegiatan pembelajaran dan detil kegiatan pembelajaran. Detil kegiatan pembelajaran meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Kegiatan inti dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep, dan fase pendalaman konsep. Pra Kegiatan Pembelajaran Persiapan 27 1. Bahanmateri 2. Bahan manipulatif 3. Membagi murid ke dalam kelompok Rencana kegiatan 1. Kegiatan awal: apersepsi 2. Kegiatan inti: 1 Tahap ekplolasi 2 Tahap pengenalan konsep 3 Tahap pendalaman konsep 3. Kegiatan akhir Detil Kegiatan Pembelajaran Kegiatan awal 1. Informasikan kepada siswa materi yang mereka pelajari, kaitkan dengan kehidupan nyata yang dialami siswa, bangkitkan keingintahuan dan motivasi siswa dengan demonstrasi yang menarik 2. Ajak siswa untuk menentukan tujuan dan kegiatan pembelajaran 3. Minta siswa membentuk kelompok 4. Kaji dan cek pengetahuan prasyarat dan ketrampilan yang dimiliki siswa Kegiatan Inti 1. Tahap eksplorasi a Gali pengetahuan awal siswa dengan kuistes dan pertanyaan- pertanyaan yang efektif b Kembangkan kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan pengalaman secara kongkrit c Beri kesempatan siswa untuk mengemukakan ide dan gagasannya, biarkan terjadi pertentangan dan sebat, serta ajak mereka menganalisis argumen dan mengapa mereka mempunyai gagasan demikian d Berikan penjelasan mengapa suatu jawabangagasan itu benar atau salah 28 2. Tahap pengenalan konsep a Berikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing siswa untuk berkolaborasi, membuat refleksi, dan interpretasi terhadap pengalaman kongkrit pada tahap eksplorsi b Optimalkan pola interaktif guru-murid, murid-murid, guru – murid- murid agar interaksi sosial benar-benar efektif memberikan konstribusi kepada siswa untuk mengkonstruk pemahamannya c Panggil siswa secara acak dan mintalah untuk mengerjakan soal atau contoh d Mintalah siswa mengerjakan tugas-tugas kelas secara individualkelompok, jangan berikan tugas kelas yang memerlukan waktu panjang e Presentasi tugas dan diskusi kelas f Tes Kegiatan akhir 1. Merangkum pelajaran 2. Refleksi Mediasumber pembelajaran 1. Bahan ajar 2. Mediabahan manipulatif 3. Lembar tugas 4. kuispedoman pertanyaan Penilaian 1. Penilaian proses 2. Skor kuis 3. Skor tugas 4. Skor tes Langkah-langkah pembelajaran ini tertuang dalam bentuk rencana pembelajaran RP 29

7. Pembelajaran Konstruktivistik dengan Multimedia Komputer

Dokumen yang terkait

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS IX SMP KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008 2009

4 54 248

Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri Kota Surakarta Tahun Pelajaran 2007 – 2008

1 26 227

EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS XII IPS SMA NEGERI KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 2009

1 4 96

Eksperimentasi model pembelajaran kooperatif tipe stad pada pokok bahasan fungsi ditinjau dari motivasi belajar siswa kelas viii Smp negeri kota surakarta Tahun pelajaran 2008 2009

0 3 100

Eksperimentasi pembelajaran matematika melalui pendekatan realistik ditinjau dari gaya belajar siswa kelas v sd di kecamatan leuwisari tasikmalaya Tahun pelajaran 2008 2009

1 4 82

Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Humanistik Berbasis Konstruktivistik Menggunakan ICT Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa

0 4 8

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING DITINJAU DARI AKTIVITAS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 WONOGIRI TAHUN AJARAN 2009/ 2010.

0 1 9

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE RESITASI MENGGUNAKAN LKS DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS VIII MTsN CEPOGO, BOYOLALI TAHUN AJARAN 2008/2009.

0 1 8

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAVI DAN RME PADA POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK DITINJAU DARI KREATIVITAS BELAJAR SISWA (Pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 8 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009).

0 1 12

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN “SAVI” DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA ( Eksperimen pada siswa kelas VIII Semester II Tahun Pelajaran 2008/2009 SMP Negeri 1 Wuryantoro).

0 0 11