Keefektifan LKS IPA Berbasis Multiple Intelligence

layak diterapkan dalam pembelajaran. Hasil pengembangan LKS ini mendapat respon positif dengan pemberian skor maksimum, yaitu 4, pada pernyataan kegiatan dan penugasan dalam LKS berbasis multiple intelligences dapat membantu siswa memahami materi melalui kegiatan yang menyenangkan, variatif dan berpusat pada siswa. Sesuai dengan penelitian Arafah dkk 2012, dari hasil angket tanggapan guru menyatakan bahwa LKS dikembangkan dengan sistematika dan tujuan yang jelas guna mempermudah siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran untuk memahami materi animalia melalui gambar dan bahasa penyampai pesan yang efektif. Selanjutnya, saran dari guru IPA 1, yaitu menambahkan percobaan ketapel untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi besarnya energi potensial benda pada LKS 1. Secara keseluruhan, LKS IPA berbasis multiple intelligences dinyatakan layak untuk diimplementasikan dalam pembelajaran IPA kelas VII berdasarkan penilaian pakar serta angket tanggapan siswa dan guru. Hal ini sesuai dengan temuan Septiani 2013 yang juga mengembangkan LKS berbasis multiple intelligences pada materi pertumbuhan dan perkembangan dengan aspek kelayakan isi memperoleh skor 96,87 dan kelayakan media 89,56.

4.2.3 Keefektifan LKS IPA Berbasis Multiple Intelligence

s Efektivitas pengembangan LKS ini diharapkan dapat berperan dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam proses pembelajaran IPA. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar kemampuan berpikir kreatif serta hasil observasi sikap kreatif dan aktivitas motorik siswa. LKS IPA berbasis multiple intelligences berperan sebagai salah satu bahan ajar yang berbasis pada kecedasan majemuk siswa guna membantu belajar siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dalam penguasaan konsep IPA. Kegiatan pembelajaran dikembangkan untuk melatih perkembangan kreativitas melalui kegiatan proyek, diskusi, pertanyaan dan penugasan kreatif. Pertanyaan dan penugasan LKS ini didasari dengan indikator kemampuan berpikir kreatif siswa, seperti menjelaskan perubahan energi pada kincir angin pada LKS 1 kemampuan berpikir lancar, menjabarkan penyakit kekurangan gizi pada LKS 2 berpikir luwes, membuat skema sistem pencernaan makanan pada LKS 3 kemampuan berpikir orisinal, dan memerinci penjelasan pembentukan enrgi pada sistem pencernaan makanan pada LKS 3 kemampuan elaborasi. Hal ini sesuai dengan indikator kemampuan berpikir kreatif siswa, yaitu berpikir lancar, berpikir luwes, berpikir orisinal dan berpikir elaborasi Fauziah, 2011. Oleh karena itu, soal evaluasi dalam mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa dibuat berdasarkan keempat kecerdasan tersebut. Tes ini berbentuk uraian dan diberikan kepada siswa pada pertemuan pertama melalui kegiatan pretest dan pertemuan keenam melalui kegiatan posttest. Soal pretest dan posttest diambil dari hasil analisis butir soal dari segi validitas, reabilitas, daya beda soal, dan tingkat kesukaran soal, yang sebelumnya diujicobakan dikelas VIII A. Berdasar analisis uji coba soal, dari 23 soal uraian diambil 11 soal terbaik yang disesuaikan dengan kebutuhan kompetensi pembelajaran, terdiri dari 2 soal kemampuan berpikir lancar, 3 soal berpikir luwes, 3 soal berpikir orisinal dan 3 soal berpikir elaborasi. Soal pretest dan posttest memiliki substansi yang sama, hanya nomor urutnya saja yang dibuat acak. Selanjutnya, hasil penilaian tes dilakukan analisis uji N-gain untuk mengetahui peningkatan masing-masing indikator berpikir kreatif. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa antara hasil pretest dan posttest, yaitu perbedaan hasil tes siswa sebelum dan sesudah diterapkannya pembelajaran dengan LKS. Peningkatan ini sejalan dengan penelitian Saprahayuningsih 2010 yang menyatakan bahwa proses pembelajaran akan mampu meningkatkan kecerdasan dan kreativitas pabila siswa diberikan kesempatan untuk berpikir tidak hanya secara konvergen tetapi juga divergen, yakni dengan peningkatan indikator kemampuan berpikir kreatif. Hasil pretest kemampuan berpikir kreatif memperoleh nilai rata-rata sebesar 31,90 dengan tidak ada satu siswa pun yang tuntas. Hal ini dikarenakan siswa masih awam dengan materi yang diujikan, serta belum terbiasa mengerjakan soal uraian berpikir kreatif sehingga hasil belajarnya rendah. Setelah proses pembelajaran dengan LKS, hasil nilai posttest memperoleh nilai rata-rata 80,2. Hal ini berarti siswa telah memahami konsep IPA dan terbiasa mengerjakan soal berpikir kreatif. Berdasarkan analisis peningkatan skor rata-rata pretest dan posttest yang dihitung dengan menggunakan rumus N-gain didapatkan nilai peningkatan rata-rata sebesar 0,71. Demikian, peningkatan skor rata-rata pretest dan posttest berada pada kategori tinggi, dimana nilai untuk kategori tinggi yaitu g≥0,7. Penggunaan LKS dalam pembelajaran IPA juga sangat mempengaruhi ketuntasan klasikal. Ketuntasan klasikal hasil belajar pretest dan posttest dapat dilihat pada Tabel 4.13. Berdasarkan data dapat diketahui bahwa pada kelas penerapan ketuntasan belajar klasikal mencapai 90, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelas penerapan telah mencapai ketuntasan belajar klasikal minimal. Hal ini sesuai yang diungkapkan Mulyasa 2007 yaitu persentase kelulusan peserta didi k secara klasikal yaitu ≥ 85 dari jumlah keseluruhan peserta didik yang mengikuti tes. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada setiap indikatornya dapat dilihat melalui Tabel 4.14. Kemampuan berpikir lancar dapat diamati pada soal pretest nomor 1a dan 6. Siswa diharapkan dapat menjawab dengan tepat sumber energi pada kincir angin 1a dan memilih dengan benar zat yang mengandung karbohidrat 6. Indikator ini mengalami peningkatan kategori tinggi dengan skor rata-rata pada uji gain sebesar 0,77. Kemampuan berpikir luwes dapat diamati pada soal pretest nomor 1b, 8 dan 10. Siswa diharapkan dapat memerikan jawaban yang bervariasi tentang sumber energi 1b, memberikan kesimpulan pada suatu kasus 8, dan memberikan interprestasi pada gambar penyakit gizi 10. Indikator ini mengalami peningkatan kategori sedang dengan skor rata-rata pada uji gain sebesar 0,70. Kemampuan berpikir orisinal dapat diamati pada soal pretest nomor 4,7 dan 9. Siswa diharapkan dapat menjawab dengan pemikiranya sendiri tentang uji protein 4, merancang dengan kreatif uji karbohirat 7 dan membuat skema sederhana sistem pencernaan makanan dengan kreatif 6. Indikator ini mengalami peningkatan kategori tinggi dengan skor rata-rata pada uji gain sebesar 0,75. Kemampuan berpikir elaborasi dapat diamati pada soal pretest nomor 2,3 dan 5. Siswa diharapkan dapat memperluas gagasan tentang energi potensial pada ketapel 2, menyelesaikan masalah energi dengan langkah-langkah terperinci 3 dan mencari arti lebih dalam tentang pencernaan mekanis dan kimiawi 5. Indikator ini mengalami peningkatan kategori sedang dengan skor rata-rata pada uji gain sebesar 0,63. Secara keseluruhan, kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat dilihat dari hasil pretest dan postest dengan memperoleh skor rata-rata uji gain sebesar 0,71 dengan kategori tinggi selama empat kali pertemuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti 2009 tentang peningkatan hasil belajar kognitif dan kemampuan berpikir kreatif di SMA Negeri 5 Semarang yang dilakukan selama empat kali pertemuan. Menurut Munandar 2009, perilaku kreatif tidak hanya memerlukan kemampuan berpikir kreatif kognitif, tetapi juga sikap kreatif afektif yang dioperasionalisasi dalam dimensi, terdiri atas 1 keterbukaan terhadap pengalaman baru; 2 kelenturan dalam berpikir; 3 kebebasan dalam ungkapan diri; 4 menghargai fantasi; 5 minat terhadap kegiatan kreatif; 6 kepercayaan terhadap gagasan sendiri; dan 7 kemandirian dalam memberi pertimbangan. Oleh karena itu, pengukuran sikap kreatif siswa dilakukan pada setiap pertemuan melalui lembar observasi oleh dua observer selama proses pembelajaran IPA di kelas penerapan. Aspek sikap kreatif yang diamati antara lain 1 keterbukaan terhadap pengalaman baru; 2 kebebasan dalam ungkapan diri; 3 menghargai fantasi; 4 minat terhadap kegiatan kreatif; dan 5 kepercayaan terhadap gagasan sendiri. Analisis sikap kreatif diperoleh berdasarkan hasil observasi sikap kreatif siswa. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa penggunaan LKS IPA berbasis multiple intelligences dalam penelitian ini dapat meningkatkan sikap kreatif siswa. Terbukti dari hasil observasi sikap kreatif siswa pada setiap pertemuan . Sikap kreatif siswa pada pertemuan 1 lebih rendah dibandingkan dengan pertemuan berikutnya. Hal ini dikarenakan pada pertemuan 1, siswa masih melakukan penyesuaian terhadap kegiatan pembelajaran yang disajikan dalam LKS. Siswa masih terlihat ragu-ragu dan malu dalam menyampaikan pendapat atau bertanya pada guru pada pertemuan 1. Meskipun demikian, keterbukaan dan minat terhadap kegiatan kreatif serta penghargaan terhadap fantasi siswa tinggi terhadap kegiatan pembelajaran. Indikator penilaian ini memperoleh rata-rata skor 62 dengan kriteria kreatif dan sangat kreatif. Hal ini berarti antusias siswa tinggi terhadap pengalaman yang baru untuk menghasilkan karya kreatif. Pada pertemuan berikutnya, sikap kreatif siswa dari semua aspek mengalami peningkatan. Peningkatan sikap ini sesuai dengan penelitian Safitri dkk 2013 tentang adanya pengaruh positif pada kelas eksperimen dengan pendekatan multiple intelligences melalui pembelajaran langsung terhadap sikap dan hasil belajar kimia. Hasil belajar kemampuan berpikir kreatif siswa dipengaruhi oleh aktivitas motorik siswa dalam pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran merupakan faktor pendukung dalam pengembangan kemampuan berpikir kreatif. Data hasil observasi aktivitas siswa digunakan untuk mengetahui keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran Arafah dkk, 2012. Sesuai dengan amanah kurikulum 2013, bahwa pembelajaran diselenggarakan secara student center yang melibatkan siswa secara penuh dalam penemuan konsep. Menurut Nuriadin dan Perbowo 2013 kemampuan berpikir kreatif dapat digali melalui aktivitas yang memberikan kebebasan siswa untuk melakukan pendekatan ide dan permasalahan dengan caranya sendiri. Aktivitas motorik ini diukur pada setiap pertemuan pembelajaran melalui lembar observasi oleh observer. Observer melakukan pengamatan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, mulai dari persiapan sampai pelaporan hasil belajar. Aspek yang dinilai terdiri atas persiapan alat dan bahan sesuai petunjuk LKS, ketepatan melakukan kerja ilmiah sesuai cara kerja LKS, ketepatan dalam menyelesaikan tugas dan komunikasi ilmiah. Analisis aktivitas motorik siswa diperoleh berdasarkan hasil observasi aktivitas motorik siswa. Berdasarkan data yang diperoleh dari rerata dua observer, dapat diketahui bahwa penggunaan LKS IPA berbasis multiple intelligences dalam penelitian ini dapat meningkatkan aktivitas siswa. Terbukti dari hasil analisis bahwa setiap pertemuan mengalami peningkatan. Aspek komunikasi ilmiah memiliki skor terendah pada setiap pertemuan dibandingkan rerata skor ketiga aspek lain. Siswa lebih percaya diri mengkomunikasikan hasil lewat tulisan dibandingkan secara lisan. Hal ini dikarenakan siswa masih malu-malu dan belum terbiasa dalam mengemukakan pendapat di muka umum. Rasa percaya diri siswa masih perlu dipupuk dengan motivasi guru dan strategi pembelajaran yang kreatif. Meskipun demikian, setiap persentase aspek komunikasi ilmiah mengalami peningkatan. Pada pertemuan keempat, aspek ini meraih rerata skor sebesar 85,42 dengan kriteria sangat aktif. Jika dibandingkan pertemuan pertama, aspek komunikasi ilmiah mengalami peningkatan sebesar 14,59. Hal ini menandakan adanya respon positif siswa dalam meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara lisan melalui diskusi maupun tugas kreatif dengan mengembangkan kecerdasan interpersonal. Aspek persiapan alat dan bahan sesuai petunjuk LKS mengalami penurunan sebesar 5,83 pada pertemuan kedua, yaitu dalam kegiatan eksperimen uji makanan. Hal ini dikarenakan ada satu kelompok yang membawa alat dan bahan yang kurang lengkap. Namun, pada pertemuan berikutnya mengalami peningkatan yang signifikan terutama pada pertemuan keempat. Pada pertemuan keempat semua siswa membawa perlengkapan untuk presentasi kreatif sesuai rancangan. Sementara itu, pada pertemuan keempat aspek ketepatan menyelesaikan tugas juga mengalami penurunan sebesar 11,63 jika dibandingkan pada pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan keempat siswa melakukan kegiatan presentasi kreatif. Penurunan ini dikarenakan setiap kelompok memerlukan persiapan lebih lama untuk tampil sehingga melebihi alokasi waktu pembelajaran. Aspek ketepatan melakukan kerja ilmiah senantiasa mengalami peningkatan pada setiap pertemuan, sehingga pada pertemuan keempat meraih skor maksimal. Secara keseluruhan, pengembangan LKS IPA berbasis multiple intelligences dapat dikatakan efektif diterapkan dalam pembelajaran IPA. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Karsli dan Sahin 2009 tentang pengembangan berbasis multiple intelligences yang efektif digunakan dalam pembelajaran materi daya larut di laboaratorium. Saprahayuningsih 2010 menyatakan bahwa kreativitas dan kecerdasan secara berkombinasi menentukan prestasi belajar siswa. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi LKS ini adalah manajemen waktu dan manajemen kelas yang baik agar dapat terlaksana kegiatan pembelajaran yang lancar dan menyenangkan. 77

BAB 5 PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: 1. Karakteristik pengembangan LKS IPA berbasis multiple intelligences ini meliputi: a. Kegiatan pembelajaran pada LKS disusun berdasar kecerdasan dominan siswa. b. Adanya stimulus untuk mengajak siswa mengenali kecerdasan yang dimilikinya. c. Pengembangan kecerdasan eksistensial-spiritual melalui artikel ilmiah dan pertanyaan kreatif dengan kegiatan pemahaman nilai kehidupan. d. Pengembangan kecerdasan interpersonal melalui proyek kerja kelompok. e. Pengembangan kecerdasan logis-matematis melalui kegiatan analisis hasil dan kesimpulan percobaan serta pemecahan masalah kreatif. f. Pengembangan kecerdasan visual-spasial melalui kegiatan pengamatan dan fotografi. g. Pengembangan kecerdasan jasmaniah-kinestetik melalui kegiatan proyek kreatif. h. Adanya penugasan untuk menyikapi masalah sains dengan karya kreatif sesuai kecerdasan yang dimiliki. 2. LKS IPA berbasis multiple intelligences tema energi dan kesehatan yang telah dikembangkan berdasarkan penilaian pakar penyajian, isi dan bahasa dinyatakan layak digunakan sebagai bahan ajar IPA kelas VII pada proses pembelajaran dengan skor rata-rata komponen penyajian sebesar 3,67, komponen isi sebesar 3,70 dan komponen bahasa sebesar 3,89. 3. LKS IPA berbasis multiple intelligences tema energi dan kesehatan yang telah dikembangkan efektif untuk digunakan sebagai bahan ajar IPA kelas VII dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran