117 daerah tidak harus tergantung pada DAU, karena hal tersebut tidak memberikan
kebebasan daerah untuk mencari sumber-sumber pemasukan dari daerahnya. Ketergantungan daerah terhadap sumber-sumber penerimaan daerah dalam
implementasinya diperlukan berbagai pertimbangan rasional terutama berkaitan dengan besarnya jumlah retribusi dan pajak, terutama pajak bangunan dan
kendaraan bermotor, sehingga masyarakat tidak merasa terbebani dengan kebijakan tersebut.
Peningkatan penerimaan DAU berdampak pada Jumlah Penduduk Miskin MISTOT, dimana jumlah penduduk miskin total berkurang sebesar 1,18 dari
sebelumnya dan jumlah penduduk miskin perkotaan MISKT menurun sebesar 1,14 dan MISDS menurun sebesar 0,74 . Penurunan jumlah penduduk
miskin terjadi karena dengan otonomi daerah, PDRB meningkat sehingga beberapa sektor ekonomi mulai bergairah. Peningkatan sektor ekonomi pada
akhirnya akan meningkatkan pendapatan tenaga kerja dan memperluas peluang usaha ketika semua sektor ekonomi mampu bergerak.
6.2.2. Peningkatan Bagi Hasil Penerimaan Sumberdaya Alam Sebesar 10
Penerimaan Bagi Hasil Penerimaan Sumberdaya Alam merupakan
penerimaan yang cukup berarti bagi Provinsi Riau di mana penerimaan ini terus meningkat. Simulasi peningkatan bagi hasil penerimaan sumberdaya alam
BHPJSDA sebesar 10 , berdampak pada peningkatan total penerimaan daerah TPED sebesar 16,42 , namun tidak memberikan dorongan pada
peningkatan PAD. PAD meningkat sebesar satu persen dan peningkatan pajak daerah sebesar
3,16 . Peningkatan dana BHPJSDA menyebabkan penerimaan DAU sedikit
118 menurun sebesar 4,98 namun, total pendapatan daerah meningkat sebesar
16,42 . Perubahan pada penerimaan daerah sebagai dampak kebijakan akan
berdampak juga pada besaran dan distribusi pengeluaran antarsektor. Simulasi kebijakan peningkatan BHPJSDA sebesar 10 telah meningkatkan penerimaan
daerah, sehingga kapasitas fiskal juga meningkat dan ini berdampak terhadap penurunan kesenjangan fiskal antardaerah KabupatenKota. Pengeluaran
pembangunan pada semua sektor juga mengalami peningkatan dalam besaran yang beragam.
Peningkatan penerimaan bagi hasil sumberdaya alam BHPJSDA sebesar 10 memberikan dampak yang lebih besar terhadap peningkatan pengeluaran
pemerintah daerah dibandingkan dengan peningkatan DAU. Hal ini terjadi baik pada pengeluaran pengeluaran rutin maupun pembangunan. Sementara
pengeluaran sektoral mengalami peningkatan dengan besaran yang beragam untuk masing-masing sektor. Khusus untuk pengeluaran pelayan umum dan sosial
mengalami peningkatan namun relatif kecil. Namun kebijakan ini dalam jangka panjang tidak akan menstimulasi peningkatan kapasitas fiskal seiring dengan
kecenderungan menurunan tingkat produksi sumberdaya alam.
Dalam jangka pendek BHPJSDA sangat memberikan arti terhadap peningkatan kapasitas fiskal daerah sehingga akan mampu memacu pertumbuhan
ekonomi. Dengan demikian kebijakan ini meskipun membawa dampak lebih besar terhadap kinerja penerimaan dan pengeluaran daerah namun menimbulkan
peningkatan ketergantungan fiskal daerah terhadap pusat. Hal yang terpenting bagi daerah setelah desentralisasi fiskal seiring dengan kewenangan mengelola
119 potensi sumberdaya alam adalah bagaimana sumberdaya alam tersebut tidak
dieksploitasi secara berlebihan, sehingga ketersediaanya untuk jangka panjang akan memungkinkan untuk memberikan ketersediaan fiskal. Aspek mekanisme
dan cara pengelolaanya menjadi hal yang penting. Peningkatan penerimaan bagi hasil sumberdaya alam sebesar 10
memberikan juga dampak terhadap pertumbuhan perekonomian daerah yang relatif baik. Ekspor daerah meningkat sebesar 6,26 lebih besar dibandingkan
dengan kebijakan kenaikan Dana Alokasi Umum. Demikian halnya dengan dengan indikator-indikator perekonomian daerah lainya. Hal ini menunjukkan
stimulasi fiskal dari kenaikan BHPJSDA relatif besar dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan peningkatan penerimaan Bagi Hasil Pajak Sumberdaya Alam, Propinsi Riau yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang besar berdampak
pada penurunan pada jumlah penduduk miskin. Hasil simulasi memperlihatkan dengan peningkatan 10 BHPJSDA menyebabkan Jumlah Penduduk Miskin
MISTOT menurun sebesar 0,91 , sedangkan MISKT menurun sebesar 0,94 . Begitu juga jumlah penduduk miskin perdesaan mengalami penurunan sebesar
0,84 .
6.2.3. Simulasi Peningkatan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah sebesar 20