Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan

110

5.5.2. Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan

Pengeluaran Sektor Ekonomi PESE dan Populasi signifikan terhadap pengeluaran sektor infrastruktur PEINF dengan hubungan yang positif. Sedangkan Bagi Hasil Pajak Daerah BHPJSDA, DAU dan Penyerapan Tenaga Kerja PTKP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap MISDS. Tabel 14. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan dan Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan Model Variabel Parameter Estimasi Elastisitas Prob|T| Kepatutan Statistik SR LR Jumlah Penduduk Miskin Perkotaan MISKT Dana Alokasi Umum DAU -0.00000510 0.234 0.02954 R 2 =0.9208 Populasi POP 0.000022058 0.0777 F hit =92.60 Upah Sektor non Pertanian UPSNP -0.000127 0.0083 DW = 1.131 Pengeluaran Sektor Umum PEPSU 0.000005282 1.13 1.45 0.1785 Penyerapan Tenaga Kerja non Pertanian PTKNP -0.00016 0.0027 Dummy Otonomi DDF -100.876347 0.0001 Jumlah Penduduk Miskin Perdesaan MISDS Pengeluaran Sektor Ekonomi PESE 0.000039084 0.0001 Bagi Hasil Pajak Sumberdaya Alam BHPJSDA -0.00001714 1.412 1.4205 0.0001 R 2 =0.981 Dana Alokasi Umum DAU -0.00002121 0.02126 Populasi POP 0.000037548 0.4414 F hit =424.27 Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian PTKP -0.000177 0.0110 DW = 0.650 Dummy Otonomi DDF -368.005782 0.5109 Hal ini menunjukan bahwa meningkatnya BHPJSDA, DAU dan PTKP akan berdampak terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di perdesaan Berdasarkan hasil analisis di atas, guna mengurangi tingkat kemiskinan, maka pemerintah daerah harus membuka lapangan kerja seluas-luasnya baik di perkotaan maupun perdesaan. Hal ini akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyaraka t.

VI. DAMPAK DESENTRALISASI TERHADAP PENGURANGAN TINGKAT KEMISKINAN

6.1. Hasil Validasi Model

Analisis dampak dilakukan dengan melakukan berbagai skenario simulasi. Simulasi terdiri dari simulasi kebijakan yang bertujuan untuk menganalisis sekaligus mengevaluasi dampak berbagai alternatif kebijakan dengan cara mengubah nilai peubah kebijakannya. Sebelum melakukan simulasi, dilakukan validasi model untuk melihat apakah nilai dugaan sesuai dengan nilai aktual masing-masing peubah endogen Pindyck dan Rubinfield, 1991. Model desentralisasi fiskal KabupatenKota di Provinsi Riau telah divalidasi untuk periode 1996-2004 terhadap tujuh daerah yang terdiri dari sembilan daerah kabupaten dan dua daerah kota sebagai agregasi data Provinsi. Indikator validasi statistik yang digunakan adalah R Squares R 2 dan Theil’s Inequality Coefficient U. Hasil validasi model agregasi Kabupaten dan Kota disajikan pada Tabel 14. Secara umum hasil validasi cukup baik sehingga model dapat digunakan untuk simulasi. Setelah melakukan validasi maka nilai R Squares yang diperoleh bervariasi antara 0.6 hingga 0.9. Berdasarkan indikator validasi yang diperoleh maka model layak untuk disimulasi.