Kemiskinan Kondisi Kesejahteraan Masyarakat

diperoleh. Jumlah jam kerja 35 jam seminggu seringkali dipakai sebagai patokan untuk mengelompokkan seorang pekerja apakah ia termasuk pekerja penuh atau pekerja tidak penuhsambilan. Penduduk yang jam kerjanya 0 jam, adalah penduduk yang termasuk kategori bekerja tetapi untuk sementara tidak bekerja, misalnya cuti untuk karyawan, dan sedang menunggu panen untuk petani. Penduduk yang bekerja penuh 35 jam lebih seminggu adalah sebesar 67,32 , dengan komposisi 85,31 di daerah perkotaan dan 60,19 di perdesaan. Ditinjau menurut jenis kelamin, terlihat bahwa persentase penduduk laki-laki yang bekerja penuh lebih besar dibandingkan penduduk perempuan, sebaliknya untuk pekerja tidak penuhsambilan, persentase perempuan terlihat lebih besar. Berdasarkan jumlah jam kerja ini dapat dikatakan bahwa hampir setengah dari penduduk yang bekerja di daerah perdesaan adalah pekerja tidak penuh sebagian besar diantaranya adalah penduduk perempuan yang berstatus pekerja keluarga. BPS, 2005 Tabel 7. Perkembangan Tingkat Kesejahteraaan di Provinsi Riau Indikator 1999 2002 2005 IPM 67.3 69.0 73.6 TPAK 52.1 52.5 52.2 Angka kematian bayi 28 25 22 Harapan hidup th 67.8 67.9 68.1 Sumber: BPS berbagai tahun

4.2.3. Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau setiap tahunnya terus bertambah seiring pertambaha n penduduknya. Petambahan penduduk miskin meningkat pesat pada tahun setelah tahun 2002 di mana penduduk miskin di Provinsi Riau berjumlah 722.400 jiwa. Jumlah penduduk miskin yang bertambah setelah tahun 2002 ini terjadi karena bertambahnya kriteria pengukuran kemiskinan yang dilakukan oleh BPS sehingga banyak keluarga yang sebelumnya tidak termasuk keluarga miskin setelah tahun 2002 dikategorikan menjadi keluarga miskin. Walaupun jumlah penduduk miskin terus bertambah, persentase penduduk miskin punya kecenderungan terus menurun walaupun meningkat di tahun 2003. Hal ini menggambarkan bahwa pertumbuhan jumlah penduduk miskin lebih kecil dari pertumbuhan jumlah penduduk di Provinsi Riau. Begitu juga tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang terus menurun yang terlihat pada Tabel 8. Jumlah, Persentase, Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan di Provinsi Riau, 1996-2005 Tahun Jml Penduduk Miskin 000 Persentase Pddk Miskin Kedalaman Kemiskinan P1 Keparahan Kemiskinan P2 1996 496.7 12.62 1999 589.7 14.00 2.28 0.65 2000 485.6 10.38 1.88 0.56 2001 491.6 10.06 2.14 0.54 2002 722.4 13.67 2.01 0.48 2003 751.3 13.52 2.46 0.66 2004 744.4 13.12 2.28 0.70 2005 714.1 12.52 2.15 0.64 Sumber: BPS berbagai tahun. Pengukuran kemiskinan dapat dilakukan dengan mengukur Indeks Kemiskinan Manusia. IKM Indeks Kemiskinan Manusia digunakan untuk mengukur kemiskinan dengan variabel-variabel yang digunakan berupa persentase penduduk yang diperkirakan tidak mencapai usia 40 tahun, persentase penduduk dewasa yang buta huruf, dan deprivasi dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi secara keseluruhan, baik yang bersifat publik atau bukan, yang diwakili oleh persentase penduduk yang tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan dan air bersih, dan persentase anak berumur lima tahun ke bawah dengan berat badan rendah kurang gizi Tabel 9. Tingkat Kemiskinan di Perkotaan dan Perdesaan di Provinsi Riau, 1996- 2005 Tahun Daerah Perkotaan Daerah Perdesaan Perkotaan dan Perdesaan Penduduk Miskin 000 Penduduk Miskin 000 Penduduk Miskin 000 1996 589,70 9,06 411,80 15,96 496,70 12,62 1999 142,70 11,05 447,00 16,95 589,70 14,00 2000 115,60 5,84 370,00 13,71 485,60 10,38 2001 85,71 4,19 405,89 14,30 491,60 10,06 2002 178,87 7,40 543,63 18,79 722,41 13,61 2003 178,70 7,47 572,60 18,08 751,30 13,52 2004 160,50 6,44 583,90 18,36 744,40 13,12 2005 150,90 5,74 564,20 17,76 714,10 12.52 Sumber : BPS berbagai tahun IKM Provinsi Riau pada tahun 2002 sebesar 25,1 dengan memperlihatkan penurunan jika dibandingkan IKM tahun 1999. Penurunan ini telah menempatkan Provinsi Riau pada ranking 20. Sementara sebelumnya pada ranking 24. Penurunan IKM tidak hanya terjadi pada level Provinsi, IKM untuk kabupaten dan kota mengalami penur unan. IKM paling rendah dimiliki oleh Kota Pekanbaru dan IKM paling tinggi berada di Kabupaten Indragiri Hilir. Indeks kemiskinan manusia menggunakan indikator-indikator deprivasi yang paling mendasar yaitu berumur pendek, ketersediaan pendidikan, akses terhadap sumberdaya publik dan sumberdaya privat. Indeks ini berlandaskan pada konsep deprivasi dimana kemiskinan dipandang sebagai akibat dari tidak tersedianya kesempatan dan pilihan. Untuk para pembuat kebijakan, kemiskinan dari sudut pandang tersedianya pilihan-pilihan dan kesempatan sering lebih relevan dibandingkan dengan kemiskinan dari sudut pandang pendapatan karena perhatian lebih terfokus pada penyebab dari kemiskinan dan secara langsung terkait dengan strategi pemberdayaan dan upaya-upaya lainnya untuk meningkatkan kesempatan bagi semua orang. Salah satu komponen yang berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah kebijakan pemerintah yang melibatkan langsung penduduk miskin. Selama ini program-program pemerintah yang bersentuhan langsung dengan penduduk miskin banyak berasal dari kebijakan pusat seperti IDT Inpres Desa Tertinggal, Raskin, Gakin dan BLT Bantuan Langsung Tunai. Di Provinsi Riau, program yang untuk masyarakat miskin mulai banyak dilakukan di antaranya program Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan, program pemberantasan K2I Kebodohan, Kemiskinan dan Infrastruktur dan Bantuan Desa. Selain itu sudah dibentuk badan khusus yang menangani kemiskinan tingkat provinsi atau pun kotakabupaten yaitu Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat dan Komite Pemberantasan Kemiskinan Daerah. Hal ini merupakan bentuk peran nyata pemerintah dalam mengangkat masyarakat Riau dari jurang kemiskinan. Tabel 10. Tingkat daya beli masyarakat di Provinsi Riau, 1996-2005 Tahun Makanan Non Makanan 1996 61.9 38.1 1999 69.9 30.1 2002 62.1 37.9 2005 60.2 39.8 Sumber : BPS berbagai tahun Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah meningkatnya daya beli. Hal ini terlihat dari pengeluaran per kapita yang dibelanjakan untuk konsumsi dibandingkan dengan yang dibelanjakan untuk non konsumsi. Perkembangan daya beli masyarakat Riau mengalami peningkatan di mana porsi pengeluaran untuk makanan semakin menurun dan pengeluaran untuk porsi non makanan mengalami peningkatan. Hal ini disajikan pada Tabel 10. Di samping peningkatan yang menggembirakan dalam beberapa aspek kesejahteraan rakyat yang telah disebutkan, beberapa indikator lain yang perlu diperhatikan secara serius adalah di bidang kesehatan antara lain angka kematian bayi, balita dengan gizi buruk, persentase penduduk yang berobat jalan ke Puskesmas masih pada kondisi yang memprihatinkan. Selain itu dalam bidang infrastruktur telihat masih kecilnya proporsi rumah tangga dengan sumber air minum ledeng, dan rumah tangga pema kai listrik.

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN