II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kemiskinan
Pengertian kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga, di antaranya adalah: Bappenas 1993 mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi
serba kekurangan yang terjadi bukan karena kehendaki oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya.
Faturochman dan Molo 1994 mendefinisikan bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dan atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya. Sedangkan me nurut Ellis 1994 kemiskinan merupakan gejala multidimensional yang dapat ditelaah dari dimensi ekonomi, sosial dan politik.
Friedman 2002 mengemukakan kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial yang meliputi: aset
tanah, perumahan, peralatan, kesehatan, sumber keuangan pendapatan dan kredit yang memadai, organisasi sosial politik yang dapat dimanfaatkan untuk
mencapai kepentingan bersama, jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang atau jasa, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan informasi
yang berguna. Dalam konteks strategi penanggulangan kemiskinan, kemiskinan
didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi kemiskinan ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin, baik laki-
laki maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan anggota
masyarakat lainnya. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan
perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.
Kajian Chambers 1983 lebih melihat masalah kemiskinan dari dimensi si miskin itu sendiri dengan deprivation trap, yang terdiri dari 5 unsur yaitu 1
kemiskinan itu sendiri, 2 kelemahan fisik, 3 keterasingan, 4 kerentanan dan 5 ketidakberdayaan.
Perbedaaan pandangan dari setiap ahli tentang kemiskinan merupakan hal yang wajar. Hal ini bukan karena data, dan metode penelitian yang berbeda,
tetapi justru terletak pada latar belakang ideologisnya. Ideologi bukan saja menentukan macam masalah yang dianggap penting, tetapi juga mempengaruhi
cara mendefinisikan masalah secara sosial ekonomis dan bagaimana masalah ekonomi itu diatasi. Kemiskinan disepakati sebagai masaalah sosial ekonomi,
tetapi penyebab dan cara mengatasinya tekait denga n idiologi yang melandasinya. Untuk memahami idiologi tersebut ada dua pandangan yang berbeda
tentang kemiskinan, yait kulturalis dan strukturalis. Kulturalis cenderung menyalahkan kaum miskin. Meskipun kesempatan ada pada mereka, tetapi
mereka gagal memanfaatkannya karena mereka terjebak pada budaya kemiskinan. Strukuturalis beranggapan bahwa sumber kemiskinan tidak terdapat pada diri
orang miskin, tetapi adalah sebagai akibat dari perubahan periodik dalam bidang sosial dan ekonomi seperti kehilangan pekerjaan, rendahnya tingkat upah,
diskriminasi dan sebagainya. Implikasi dari dua pandangan ini juga berbeda. Terhadap konsep kulturalis perlu dilakukan perubahan aspek kultural seperti
pengubahan kebiasaan hidup. Hal ini akan sulit, memakan waktu lama, dan biaya yang tidak sedikit. Terhadap konsep strukturalis perlu dilakukan pengubahan
struktur seperti lembaga ekonomi, sosial dan kelembagaan lain yang terkait. Kultural dan Struktur merupakan konsep abstrak yang mengacu pada
fenomena yang menggambarkan adanya interaksi yang berkesinambungan satu sama lain. Hubungan keduanya bersifat dualistik, kultur secara
berkesinambungan merupakan satu produk interaksi sosial dan satu faktor dalam perubahan sosial dan kultural. Karena itu, memadukan berbagai sudut pandang
tersebut dalam totalitas berfikir akan memberikan gambaran yang utuh tentang kemiskinan. Konsep-konsep ini akan saling melengkapi untuk mencapai tingkat
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik di mana secara struktural terjadi perbaikan dan penguatan lembaga dengan peran aktif pemerintah dan program-
program pemberdayaan masyarakat, di sisi lain terjadi penguatan terhadap kultur yang baik seperti etos kerja yang tinggi, disiplin, kreatif sehingga mampu
memanfaatkan peluang yang ada dan memanfaatkan sumberdaya di sekitarnya. Adapun studi ini menitikberatkan pada peran pemerintah dalam
pengentasan kemiskinan dengan memilih program-program penguatan kapasitas manusia seperti perhatian pada sektor pendidikan dan kesehatan, pembukaan
akses pelayanan bagi masyarakat terhadap pasar, sumber keuangan, jaringan sosial dan sumberdaya dengan peningkatan pelayanan umum serta pembukaan
keterisoliran dan keterkaitan ekonomi dan sosial dengan pembangunan infrastruktur seperti jalan, listrik, koran dan jaringan telpon serta terbukanya dan
majunya struktur lembaga sosial. Jika program-perogram ini berjalan dengan baik, diiringi dengan perubahan budaya dan paradigma ingin untuk lebih maju dan
terberdayanya masyarakat dengan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, tanggap dan terbuka terhadap informasi, akan memberikan kesejahteraan kepada
masyarakat.
2.2. Konsep Kesejahteraan