Identifikasi Pengaruh dan Kepentingan S takeholder

67 Tabel 6.2 Biaya transaksi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan No. Jenis biaya DKP Subang 1 Kelompok nelayan 2 1. Biaya informasi - Biaya perencanaan teknis bidang kelautan dan perikanan - Biaya rapat koordinasi dan konsultasi ke luar daerah - Biaya konsultasi perencanaan pengelolaan 8.325.769 7.681.124 - - 7.100.485 2. Biaya keputusan bersama - Biaya sosialisasi peraturan perundang-undangan - Biaya sosialisasi Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan GEMARIKAN - Biaya sosialisasi Sertifikasi Hak Atas Tanah Nelayan SeHAT - Biaya rapat dan Rapat Anggota Tahunan RAT 4.615.384 8.296.466 3.845.384 - - - - 32.000.000 3. Biaya operasional - Biaya pengembangan pelabuhan perikanan - Biaya pengadaan sarana perikanan tangkap - Biaya pemberdayaan dan pembinaan nelayan kecil - Biaya pelatihan teknis usaha perikanan - Biaya operasi terpadu pengawasan di laut - Biaya kelancaran usaha - Biaya perizinan 44.029.307 67.082.615 5.740.384 7.692.307 3.834.538 - - - - - - - 9.322.865 3.500.000 Total per stakeholder 161.143.282 51.913.000 Total biaya transaksi Teluk Blanakan 213.056.282 Sumber: 1 LAKIP DKP Kabupaten Subang, 2014 2 Laporan Rapat Anggota Tahunan RAT, 2014 68 Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 6.2 total biaya transaksi yang dikeluarkan setiap tahun untuk pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan pada tahun 2014 sebesar Rp. 213.056.282. Jumlah tersebut terdiri dari biaya transaksi yang dikeluarkan DKP Subang sebesar Rp. 161.143.282 per tahun dan biaya transaksi yang dikeluarkan kelompok nelayan sebesar Rp. 51.913.000 per tahun. Komponen biaya transaksi pada tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 6.3. Sumber: Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah DKP Subang, 2014 Gambar 6.3 Komponen biaya transaksi pengelolaan tahun 2014 Biaya terbesar dari ketiga komponen biaya transaksi yaitu biaya operasional dengan jumlah Rp. 141.202.016 atau sebesar 66. Komponen ini mejadi biaya terbesar karena dalam pelaksanaannya membutuhkan pengembangan perikanan, pelaksanaan kebijakan serta pengawasan untuk meningkatkan manfaat benefit dari adanya kontrak kelembagaan pengelolaan. Komponen biaya berikutnya adalah biaya pengambilan keputusan bersama dengan proporsi sebesar 23 sedangkan biaya informasi merupakan komponen biaya terkecil dengan proporsi 11. Hasil estimasi biaya transaksi yang diperoleh akan menjadi acuan dalam implementasi alternatif kebijakan yang akan dibahas pada sub-bab berikutnya.

6.2 Kelembagaan Sebagai Aturan Main dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Teluk Blanakan

Pengelolaan sumberdaya perikanan memerlukan kelembagaan dalam pengaturan pemanfaatan dan pengawasan sumberdaya. Keberadaan kelembagaan Biaya informasi 11 Biaya pengambilan keputusan 23 Biaya operasional 66 69 menentukan aturan main dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pemanfaatan potensi perikanan yang ada pada suatu kawasan pesisir. Kelembagaan pengelolaan perikanan pada umumnya terdiri dari kelembagaan formal dan kelembagaan informal. Kelembagaan formal merupakan kelembagaan wewenang pemerintah untuk mengelola sumberdaya alam, sedangkan kelembagaan informal merupakan kelembagaan memiliki peraturan tak tertulis namun dijadikan sebagai kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Hasil dari identifikasi peraturan formal digunakan untuk menganalisis relevansi pengelolaan dengan kondisi sumberdaya perikanan yang sudah dalam kondisi pemanfaatan berlebih.

6.2.1 Kelembagaan Formal

Acuan pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan adalah aturan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan lihat Lampiran 6. Beberapa produk hukum dan peraturan yang menjadi dasar pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan yaitu: a. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan Undang-undang ini mengatur mengenai pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan prinsip keberlanjutan, sehingga dalam jangka panjang dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan. Pengaturan izin penangkapan yang terdiri dari Surat Izin Penangkapan Ikan SIPI, Surat Izin Usaha Perikanan SIUP dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan SIKPI didelegasikan kepada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pengaturan pungutan perikanan kepada pihak yang telah memperoleh manfaat langsung dari sumberdaya perikanan diatur dengan Peraturan Daerah. Pembinaan dan pengawasan usaha perikanan dilakukan oleh Tim Pengawas Perikanan beserta dengan masyarakat. Zonasi dan jalur penangkapan ikan diatur dengan ketentuan mengenai jumlah, jenis, ukuran dan penempatan alat bantu perikanan, daerah, jalur dan musim penangkapan ikan dengan tujuan untuk mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan. Setiap orang yang memanfaatkan sumberdaya perikanan dilarang melakukan tindakan yang dapat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya misalnya pengunaan bahan kimia, bahan biologis dan 70 bahan peledak. Pihak yang melanggar peraturan bidang perikanan akan diberikan sanksi berupa hukum pidana penjara dan denda. b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Undang-undang ini merupakan revisi dari UU No 32 Tahun 2004. Tujuannya ialah menyelenggarakan pemerintahan daerah yang dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dan kekhasan daerah. Berdasarkan revisi yang telah dilakukan, pembagian urusan bidang kelautan dan perikanan sub-urusan perikanan tangkap dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3 Pembagian sub-urusan perikanan tangkap berdasarkan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Tingkat kepemerintahan Kewenangan 1. Pemerintah Pusat a.Pengelolaan penangkapan di wilayah laut 12mil b.Estimasi stok ikan nasional dan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan c.Penerbitan izin usaha perikanan untuk kapal 30 GT dan kapal 30 GT yang menggunakan modal asing dan atau tenaga kerja asing d.Penetapan lokasi pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan nasional dan internasional 1. Pemerintah Pusat e.Penerbitan izin pengadaan kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dengan ukuran 30 GT f.Pendaftaran kapal perikanan 30 GT 2. Daerah Provinsi a.Pengelolaan penangkapan ikan di wilayah laut sampai dengan 12 mil b.penerbitan izin usaha perikanan tangkap untuk kapal perikanan ukuran 5GT – 30 GT c.Penetapan lokasi pembangunan serta pengelolaan pelabuhan perikanan provinsi d.Penerbitan izin kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan dengan ukuran 5GT – 30 GT 3. Daerah Kabupaten Kota a.Pemberdayaan nelayan kecil dalam Daerah Kabupaten Kota b.Pengelolaan dan penyelenggaraan Tempat Pelelangan Ikan TPI Sumber: UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah 71 c. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 06MEN2005 tentang Penggantian Bentuk dan Format Perizinan Usaha Penangkapan Ikan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan ini diterbitkan untuk mengganti Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP. 10MEN2003 tentang perizinan usaha penangkapan ikan. Izin tersebut meliputi Surat Izin Usaha Perikanan SIUP sebagai pengganti Izin Usaha Perikanan, Surat Penangkapan Ikan SIPI sebagai pengganti Surat Penangkapan Ikan SPI dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan SIKPI. Penggantian bentuk dan format perizinan usaha penangkapan ikan diberlakukan bagi semua perusahaan perikanan dan kapal perikanan yang telah memiliki izin atau akan membuat perizinan di bidang usaha penangkapan ikan yang sah. Surat Izin Usaha Perikanan SIUP berlaku selama berlaku selama pembuat izin masih melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pengangkutan ikan. Surat Penangkapan Ikan SIPI berlaku selama 3 tahun untuk usaha penangkapan yang menggunakan Alat Penangkapan Ikan API berupa jaring insang gill net, rawai tuna, pukat cincin dan huhate, sedangkan untuk alat tangkap lainnya hanya berlaku selama 2 tahun. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan SIKPI berlaku selama jangka waktu 3 tahun. d. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56PERMEN-KP2014 tentang Penghentian Sementara moratorium Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di WPPNRI Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan ini dilakukan untuk mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dan penanggulangan illegal, unreported and unregulated IUU fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia WPPNRI. PERMEN-KP ini menyatakan bahwa tidak diterbitkannya izin baru Surat Izin Usaha Perikanan SIUP, Surat Penangkapan Ikan SIPI dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan SIKPI. Apabila SIPI dan SIKPI yang telah habis masa berlakunya tidak dapat dilakukan perpanjangan dan bagi SIPI dan SIKPI yang masih berlaku dilakukan analisis dan evaluasi sampai masa berlaku SIPI dan SIKPI berakhir.