Analisis Biaya Transaksi Metode Analisis Data

BAB V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Lokasi Penelitian

Letak geografis Kabupaten Subang berada pada 107˚31 BT - 107 ˚54 BT dan 6 ˚11 LS - 6 ˚30 LS. Secara administratif, batas wilayah Kabupaten Subang yaitu: 1. Sebelah Utara : Laut Jawa 2. Sebelah Selatan : Kabupaten Bandung 3. Sebelah Timur : Kabupaten Indramayu 4. Sebelah Barat : Kabupaten Purwakarta Kabupaten Subang memiliki luas wilayah 205.176,95 ha dengan ketinggian 1500 meter diatas permukaan air laut serta memiliki panjang garis pantai sepanjang 68 Km. Berdasarkan PP Nomor 48 Tahun 1999 wilayah administrasi Kabupaten Subang terbagi atas 30 kecamatan, 253 desa dan 8 kelurahan. Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Subang 2010 secara Gambar 5.1 Peta Kabupaten Subang Sumber: BPS Subang, 2014 42 topografi wilayah berdasarkan klasifikasi ketinggian di Kabupaten Subang terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu: 1. Daerah pegunungan pada Subang bagian selatan dengan ketinggian 500- 1500 m dpl dengan luas wilayah 41.035,09 ha atau 20 dari luasan Kabupaten Subang. Daerah pegunungan in meliputi Kecamatan Jalan Cagak, Ciater, Cisalak, Kasomalang, Sagalaherang, Serangpanjang dan Tanjungsiang. 2. Daerah berbukit pada Subang bagian tengah dengan ketinggian 50-500 m dpl dengan luas wilayah 71.501,71 ha atau 34,85 dari luasan Kabupaten Subang. Daerah Subang tengah ini meliputi Kecamatan Subang, Cijambe, Cibogo, Kalijati, Dawuan, Cipeundeuy, Purwadadi, Cikaum dan Pagaden Barat. 3. Daerah dataran rendah dan pantai pada Subang bagian utara dengan ketinggian 0-50 m dpl dengan luas wilayah 92.639,7 ha atau 45,15 dari luasan Kabupaten Subang. Daerah dataran rendah ini meliputi Kecamatan Blanakan, Binong, Tambakdahan, Cikaum, sebagian Pagaden Barat Cipunagara, Compreng, Patok Beusi Ciasem, Pabuaran, Pagaden, Pusakanagara, Pamanukan, Sukasari dan Legon Kulon Pantura Subang. Daerah pesisir di Kabupaten Subang terdiri dari beberapa kecamatan yang secara geografis berada di pantai utara Jawa dan daerah ini dekat dengan akses Jalan Raya Pantura yang selama ini berperan penting dalam akses mobilitas barang dan jasa. Pesisir di Kabupaten Subang tersebut berada di Kecamatan Blanakan, Kecamatan Legonkulon dan Kecamatan Pusakanagara. Dari beberapa kecamatan tersebut, Blanakan merupakan kecamatan dengan jumlah desa pesisir terbanyak se- Kabupaten Subang lihat Tabel 5.1. Tabel 5.1 Wilayah kecamatan pesisir di Kabupaten Subang Kecamatan Luas km 2 Desa pesisir 1.Pusakanagara 2.Sukasari 3.Legon Kulon 68,40 Patimban 51,79 Anggasari dan Sukaraja 98,47 Pangarengan, Tegal urung dan Legon Wetan 4.Blanakan 97,15 Rawameneng, Rawamekar, Jayamukti, Blanakan, Langensari, Muara dan Tanjungtiga Sumber: Bappeda Kabupaten Subang, 2010 43 Wilayah Kecamatan Blanakan yang merupakan daerah pesisir terluas di Kabupaten Subang terdiri dari sembilan desa, namun dari kesembilan desa yang ada di Kecamatan Blanakan hanya tujuh desa yang termasuk desa pesisir. Salah satu dari ketujuh desa pesisir di Kecamatan Blanakan adalah Desa Blanakan yang memiliki luas 12,88 km 2 . Desa Blanakan terletak pada 6˚10’ - 6˚22’ Lintang Selatan dan 107˚30’ - 107˚53’ Bujur Timur, dengan batas administratif wilayah Desa Blanakan sebagai berikut: 1. Sebelah utara : Laut Jawa 2. Sebelah selatan : Desa Ciasem Baru dan Kecamatan Ciasem 3. Sebelah timur : Desa Langensari 4. Sebelah barat : Desa Jayamukti Jarak tempuh dari Desa Blanakan menuju Ibu Kota Kecamatan Blanakan adalah 0,5 Km. Jarak tempuh dari Desa Blanakan menuju Ibu Kota Kabupaten Subang adalah 50 Km. Serta jarak tempuh dari Desa Blanakan menuju Ibu Kota Provinsi Jawa Barat Bandung adalah 80 Km Data Profil Desa Blanakan, 2014.

5.2 Karakteristik Fisik Perairan, Pesisir dan Laut Kabupaten Subang

Perairan di Blanakan memiliki morfologi dan topografi pantai yang menjorok ke arah daratan sehingga berbentuk teluk. Daerah pesisir di Kabupaten Subang yang memiliki morfologi daratan yang menjorok ke arah lautan berada di Kecamatan Legon Kulon. Sungai yang bermuara ke Laut Utara Jawa dari pesisir Teluk Blanakan adalah sungai Blanakan. Manfaat keberadaan Sungai Blanakan untuk nelayan setempat yaitu sebagai jalur keluarmasuk armada perahu, oleh sebab itu jalur ini merupakan jalur sungai yang paling ramai se-Kabupaten Subang. Tingginya intensitas aktivitas keluarmasuk perahu nelayan, mengakibatkan tingkat sedimentasi sungai yang cukup tinggi. Perkembangan intensitas keluar masuk armada tangkap pada 2009 hingga 2014 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2009 hingga 2010 cenderung menurun dan terjadi peningkatan jumlah armada tangkap pada tahun 2010 hingga 2014. Peningkatan ini didominasi oleh aktivitas nelayan andon yang memanfaatkan fasilitas docking, SPDN, TPI karena pelayanannya cenderung lebih baik dibandingkan pelabuhan sekitarnya. 44 Tabel 5.2 Intensitas aktivitas keluar masuk armada tangkap per tahun di Teluk i Blanakan tahun 2009-2014 No. Tahun Intensitas keluar masuk armada tangkap Unit 1. 2008 58.677 2. 2009 57.480 3. 2010 45.565 4. 2011 50.486 5. 2012 62.330 6. 2013 63.674 7. 2014 64.178 Sumber: Laporan Rapat Anggota Tahunan KUD Mandiri Mina Fajar Sidik, 2014 Tingkat suhu perairan di perairan Pantai Utara Subang berfluktuasi secara dinamis dengan suhu maksimum sebesar 28,7°C pada bulan Mei dan November dan suhu minimum sebesar 27,5°C pada bulan Agustus puncak musim Timur dan bulan Februari puncak musim Barat. Rata-rata salinitas bulanan di perairan Pantai Utara Subang adalah 31,5‰ – 33,7‰. Salinitas maksimum terjadi pada bulan September dengan kadar salinitas 33,7‰, sedangkan salinitas minimum terjadi pada bulan Februari dan Mei dengan kadar salinit as sebesar 31.3‰ Destilawaty,

2012. 5.3 Demografi

Jumlah penduduk di Desa Blanakan adalah 11.907 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 6.511 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 5.396 jiwa. Kepadatan penduduk di Desa Blanakan adalah 12 JiwaKm 2 dengan jumlah Kepala Keluarga KK sebanyak 4.473 KK. Mayoritas agama di Desa Blanakan adalah Islam dengan jumlah pemeluk sebanyak 11.907 jiwa. Mata pencaharian dominan di Desa Blanakan adalah buruh tani sebanyak 2.152 jiwa, sebagai petani sebanyak 1.603 jiwa dengan areal pertanian seluas 424.062 Ha, sebagai petambak sebanyak 127 jiwa dan sebagai nelayan sebanyak 215 jiwa. Sebagian besar penduduk Desa Blanakan mengenyam pendidikan pada jenjang SDSMP dengan jumlah sebanyak 4.203 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang tidak bersekolah pada rentang usia 7 – 18 tahun terdapat 2.863 jiwa. Secara umum, bahasa keseharian masyarakat Blanakan adalah Bahasa Jawa dialek Cirebon. Hal ini terjadi karena banyaknya nelayan pendatang dari Pantura 45 Jawa Tengah dan Jawa Barat yang terdiri dari Brebes, Tegal, Rembang, Indramayu dan Cirebon yang merantau serta menetap di Desa Blanakan untuk menjual hasil tangkapannya ke TPI Blanakan. Mengakibatan warga Desa Blanakan yang merupakan suku Sunda seharusnya menggunakan bahasa keseharian Bahasa Sunda, justru berubah menggunakan Bahasa Jawa dialek Cirebon seiring berjalannya waktu.

5.4 Keadaan Umum Perikanan Tangkap TPI Blanakan

Pendaratan ikan di Desa Blanakan terpusat di Pelabuhan Perikanan Pantai PPP Blanakan dengan tipe C berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 12MEN2004. Pengelolaan PPP Blanakan berada dibawah manajemen KUD Mandiri Mina Fajar Sidik dengan binaan teknis pelabuhan dan mekanisme pelelangan hasil pendaratan ikan, dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang.

5.4.1 Produksi dan Nilai Produksi

Data menunjukkan bahwa hasil tangkapan ikan yang didaratkan satuan ton di PPP Blanakan pada tahun 2008 hingga 2011 cenderung mengalami penurunan. Penurunan jumlah produksi tersebut disebabkan karena menurunnya stok sumberdaya ikan yang diiringi dengan penetapan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.PER.06MEN2008 mengenai penggunaan alat tangkap pukat hela yang hanya diperbolehkan di perairan Kalimantan Timur bagian utara dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP.06MEN2010 mengenai pengoperasian alat penangkapan ikan di WPPNRI. Kedua produk hukum tersebut secara tersirat, tidak melegalkan penggunaan trawl salah satu bentuk trawl di Pantura adalah arad di kawasan barat wilayah pengelolaan perikanan atau WPPNRI. Sehingga secara statistik, pelaporan pendataan mengenai jumlah alat tangkap arad cenderung menurun pada tahun 2008 hingga tahun 2010, karena alat tangkap tersebut merupakan salah satu jenis mini- trawl yang pengoperasiannya dilarang digunakan di perairan pantai Rowandi, 2011. Data perkembangan jumlah produksi dan nilai produksi perikanan tangkap di KUD Mandiri Mina Fajar Sidik, Blanakan tersaji dalam Tabel 5.1. 46 Tabel 5.3 Data jumah produksi dan nilai produksi perikanan tangkap di KUD i Mandiri Mina Fajar Sidik, Blanakan tahun 2010-2015 Tahun Jumlah produksi Kg Nilai produksi Rp 2008 3.370.470 18.684.828.000 2009 3.183.100 18.586.292.000 2010 2.523.300 17.081.767.000 2011 2.276.400 18.926.624.000 2012 2.808.930 23.366.950.000 2013 2.867.300 23.872.105.000 2014 2.880.700 24.022.632.000 Sumber: Data Produksi KUD Mandiri Mina Fajar Sidik, 2014 Peningkatan produksi perikanan tangkap terjadi pada tahun 2011 hingga 2014. Jumlah peningkatan tersebut disebabkan karena peningkatan jumlah nelayan pendatang yang diiringi dengan perluasan fishing ground dalam aktivitas penangkapan ikan. Data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa aktivitas nelayan andon berkontribusi dalam meningkatkan jumlah ikan yang di daratkan di Teluk Blanakan. Kontribusi nelayan andon tersebut diperoleh dari jangkauan fishing ground area yang lebih luas karena kapasitas dan kekuatan armada tangkap nelayan andon lebih memadai dibandingkan nelayan lokal dengan dominansi ukuran kapal 20 GT. Sebelum tahun 2011 fishing ground nelayan didominansi pada Jalur I dan Jalur II. Aktivitas perikanan tangkap di Teluk Blanakan sebelum tahun tersebut belum banyak nelayan andon menyebabkan perkembangan teknologi belum modern sehingga mempengaruhi jangkauan area tangkapan. Dengan teknologi yang belum modern dan sumberdaya ikan yang masih melimpah pada tahun 2008 hingga 2009, maka hasil penangkapan ikan di Jalur I dan Jalur II pun sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun semakin meningkatnya jumlah alat tangkapyang digunakan maka terjadi penurunan kuantitas ikan. Hal tersebut dinyatakan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP 45MEN2011 mengenai status pemanfaatan berlebih di Laut Jawa. Kondisi tersebut justru mendorong nelayan untuk meningkatkan teknologi alat tangkap serta memperluas area tangkapan. Setelah tahun 2011 perbaikan manajemen KUD Mandiri Mina Fajar Sidik meningkatkan aktivitas nelayan andon sehingga mempengaruhi produksi perikanan