Kelembagaan Formal Kelembagaan Sebagai Aturan Main dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Teluk Blanakan

77

6.2.2 Relevansi Alokasi Anggaran Dinas Terhadap Permasalahan i

Pemanfaatan Berlebih Perikanan di Teluk Blanakan Aturan formal yang telah dijelaskan sebelumnya menjadi dasar dalam penentuan arah kebijakan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten Subang Nomor 7 Tahun 2008, pembangunan kelautan dan perikanan diserahkan kepada dinas teknis kabupaten, yaitu DKP Kabupaten Subang. Visi DKP Kabupaten Subang yaitu “Terwujudnya sektor kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan melalui pembangunan yang berbasis gotong royong”. Lebih lanjut, visi tersebut dijelaskan melalui misi, tujuan, sasaran dan kebijakannya lihat Tabel 6.6. Tabel 6.6 Strategi pencapaian pembangunan kelautan dan perikanan 2010-2014 No. Rencana Strategi Pencapaian 1. Misi 1 Meningkatnya kualitas dan kuantitas SDM kelautan dan perikanan yang produktif; 2 Meningkatkan pembangunan dan atau pengadaan sarana dan prasarana kelautan dan perikanan; 3 Meningkatnya produk kelautan dan perikanan yang berkualitas; 4 Meningkatnya kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan 5 Penanggulangan dan pengendalian hama penyakit ikan 2. Tujuan Misi 1: a Penambahan jumlah SDM kelautan dan perikanan yang produktif; b Peningkatan kualitas SDM kelautan dan perikanan Misi 2: a Peningkatan pembangunan sarana dan prasarana kelautan dan perikanan; b Rehabilitasi sarana dan prasarana kelautan dan perikanan; dan c Peningkatan pengadaan sarana dan prasarana kelautan dan perikanan Misi 3: Peningkatan produksi kelautan dan perikanan yang berkualitas Misi 4: a Peningkatan kelestarian SD ikan di laut dan wilayah pesisir pantai; dan b Peningkatan kelestarian SD ikan di perairan umum Misi 5: a Pencegahan hama penyakit ikan dan b Penanggulangan dan pengendalian hama penyakit ikan Sumber: LAKIP DKP Kabupaten Subang, 2014 78 Tabel 6.6 Lanjutan No. Rencana Strategi Pencapaian 4. Sasaran Misi 1:SDM nelayan, pembudidaya, pengolah dan pemasar ikan dan aparatur kelautan dan perikanan Misi 2:Sarana dan prasarana perikanan tangkap, budidaya, pengolahan dan pemasaran ikan dan UPTD Misi 3:Produksi hasil tangkapan, budidaya dan produk olahan Misi 4: SD ikan di laut, pesisir pantai dan di perairan umum Misi 5: Budidaya tambak dan air tawar 5. Kebijakan Misi 1: Meningkatnya SDM kelautan dan perikanan Misi 2: Meningkatnya pembangunan rehabilitasi dan pengadaan sarana prasarana perikanan tangkap, budidaya, pengolah dan pemasaran ikan dan UPTD Misi 3: Meningkatnya produksi ikan Misi 4: Meningkatnya konservasi dan kelestarian sumberdaya ikan Misi 5: Meningkatnya penanggulangan dan pengendalian hama penyakit ikan Sumber: LAKIP DKP Kabupaten Subang, 2014 Arah kebijakan DKP Kabupaten Subang berdasarkan Tabel 6.6 menunjukkan bahwa kata kunci pembangunan kelautan dan perikanan yang dicanangkan adalah memiliki daya saing dan berwawasan lingkungan. Hal tersebut ditindaklanjuti melalui tujuan, sasaran dan kebijakan yang telah sesuai. Pelaksanaan program yang dilakukan mengacu pada kebijakan yang telah dirumuskan serta berpedoman kepada kebijakan pusat yang telah mencanangkan pengembangan kelautan dan perikanan yang lebih berwawasan lingkungan melalui program konservasi perikanan tangkap. Wujud program tersebut yaitu meningkatkan pengawasan penggunaan alat penangkapan yang merusak lingkungan dan melakukan perbaikan kondisi sumberdaya perikanan. Analisis relevansi alokasi anggaran dinas dengan permasalahan perikanan tangkap yang sudah melebihi kapasitas tangkap ideal diidentifikasi dalam 2 tahap. Tahap pertama yaitu mengidentifikasi proporsi realisasi anggaran pelaksanaan program urusan pilihan terhadap program urusan wajib. Program urusan wajib merupakan program yang dialokasikan untuk meningkatkan kinerja aparatur dinas. Terdiri dari biaya: 1 pelaksanaan administrasi perkantoran; 2 peningkatan 79 sarana dan prasarana aparatur; 3 peningkatan disiplin aparatur; 4 peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur dan 5 peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dinas. Program urusan pilihan merupakan program pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan. Terdiri dari: 1 pengembangan budidaya perikanan; 2 pengembangan perikanan tangkap; 3 optimalisasi pengelolaan dan pemasaran ikan; 4 konservasi dan rehabilitasi perikanan; 5 perencanaan pembangunan kelautan dan perikanan; 6 peningkatan sumberdaya manusia dalam pengembangannya; 7 ekstensifikasi kelautan dan perikanan dan 7 pengelolaan sumebrdaya laut dan pesisir. Trend data mengenai perbandingan program urusan wajib dengan program urusan pilihan tahun 2010 hingga tahun 2014 tersaji pada Tabel 6.7. Tabel 6.7 Proporsi realisasi pendanaan berdasarkan program urusan terhadap total pendanaan tahunan pada 2010-2014 Tahun Anggaran Urusan Wajib Rp Proporsi Urusan Wajib Anggaran Urusan Pilihan Rp Proporsi Urusan Pilihan Pendanaan Per Tahun 2010 247.243.828 8,74 2.581.617.570 91,26 2.828..861.398 2011 325.270.823 5,73 5.355.230.450 94,27 5.680.501.273 2012 940.308.707 14,43 5.578.059.550 85,57 6.518.368.257 2013 895.246.565 15,02 5.065.089.774 84,98 5.960.336.339 2014 2.320.488.571 20,04 9.258.234.500 79,96 11.578.723.071 Proporsi rata-rata d = 15,79 e = 87,20 Sumber: LAKIP DKP Kabupaten Subang tahun 2010-2014 Kriteria kinerja: a. Urusan pilihan menjadi sangat prioritas jika e d b. Urusan pilihan kurang prioritas jika e d c. Urusan pilihan setara prioritasnya jika jika d = e Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai proporsi e sebesar 87,20 sedangkan nilai d hanya 15,79. Kriteria menunjukkan bahwa DKP Kabupaten Subang cenderung memprioritaskan program urusan pilihan dibandingkan program urusan wajib. Kesimpulan membuktikan bahwa DKP Kabupaten Subang lebih banyak mengalokasikan anggarannya untuk program kinerja pembangunan kelautan dan perikanan dibandingkan program untuk belanja aparatur dinas. Hal 80 ini membuktikan bahwa pelaksanaan program dinas sudah sesuai dengan kebijakan pusat yang lebih memprioritaskan program urusan pilihan. Tahap kedua dilakukan identifikasi kesesuaian rencana anggaran, realisasi dan tingkat ketercapaian program yang dilaksanakan untuk program urusan pilihan bidang perikanan tangkap. Pelaksanaan program untuk perikanan tangkap terdiri dari beberapa program yaitu: 1 pengembangan pelabuhan perikanan; 2 pengadaan sarana dan prasarana perikanan tangkap; 3 pendampingan dan pembinaan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan PUMP; 4 sosialisasi Sertifikat Hak Atas Tanah Nelayan SeHAT dan 5 pembinaan dan pemberdayaan nelayan skala kecil. Trend data mengenai anggaran dan pelaksanaan bidang perikanan tangkap tahun 2010 hingga tahun 2014 tersaji pada Tabel 6.8 perhitungan terperinci dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 6.8 Anggaran dan pelaksanaan program perikanan tangkap tahun 2010 - 2014 Tahun Rencana anggaran Rp Realisasi anggaran Rp Tingkat Ketercapaian Harapan pencapaian Gap 2010 2.087.007.000 2.056.520.070 98,5 100 1,5 2011 1.081.278.000 1.066.577.000 98,7 100 1,3 2012 1.351.528.500 1.311.163.000 97,0 100 3,0 2013 1.119.012.000 1.102.897.500 98,6 100 1,4 2014 2.258.074.000 2.242.874.000 99,3 100 0,7 Rata-rata kesenjangan 1,6 ii Sumber: LAKIP DKP Kabupaten Subang tahun 2010-2014 Kriteria alokasi: a. Kesenjangan gap rendah jika f 50 b. Kesenjangan gap sedang jika f = 50 c. Kesenjangan gap tinggi jika f 50 Perhitungan rata-rata kesenjangan gap menghasilkan nilai sebesar 1,6. Berdasarkan kriteria, nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan gap rendah yang menunjukkan pelaksanaan program sudah sesuai dengan harapan yang telah ditargetkan. Namun pelaksanaan program tersebut belum berdampak terhadap peningkatan stok sumberdaya ikan di Teluk Blanakan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sumberdaya ikan masih berstatus overfishing lihat Tabel 6.9. Sehingga dalam mewujudkan pengelolaan yang berkelanjutan diperlukan kebijakan yang dapat meningkatkan upaya pelestarian kondisi sumberdaya perikanan. Kebijakan tersebut dapat diperoleh 81 dengan cara memperbaiki tata kelola pemanfaatan sumberdaya yang terdiri dari multi-stakeholder pada kondisi lembaga pengelolaan saat ini existing institution menjadi sistem tata kelola kelembagaan perikanan yang ideal hypothetical institution. Tabel 6.9 Kondisi perikanan di Teluk Blanakan pada tahun 2010-2014 No Sumber kajian Kondisi perikanan Kebijakan yang disarankan 1. Sinaga, 2010 Biological dan recruitment overfishing Pembatasan penangkapan menjadi 480 trip per tahun 2. Destilawaty, 2012 Biological,recruitment, dan economic overfishing Pembatasan penangkapan menjadi 131 trip per tahun dan pembatasan kuota menjadi 38 ton per tahun 3. Syarifuddin, 2014 Overfishing Pembatasan kuota dan upaya penangkapan Sumber: Data Sekunder diolah, 2015

6.3 i

Rekomendasi Kebijakan dalam Memperbaiki Kelembagaan Menjadi Tata Kelola Kelembagaan yang Sesuai hypothetical institution Kebijakan dalam menindaklanjuti permasalahan pengelolaan perikanan memerlukan suatu kajian agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dan diterima dengan baik oleh stakeholder yang bertindak sebagai penerima dampak kebijakan. Kajian yang dapat diadopsi untuk menghasilkan kebijakan yang dapat diimplementasikan dan diterima oleh sasaran salah satunya adalah kajian dengan menggunakan metode Regulatory Impact Assessment RIA, output dari kajian ini berupa opsi-opsi kebijakan yang dapat diimplementasikan untuk mengatasi kondisi ketidakseimbangan peran stakeholder pada kondisi sumberdaya yang telah mengalami kondisi pemanfaatan berlebih. Berdasarkan panduan penerapan metode analisis RIA yang diterbitkan Sekretariat Jenderal DPR RI tahun 2008, tahapan dalam penerapan RIA terdiri atas: 1. Perumusan masalah Permasalahan pengelolaan perikanan yang terjadi di Teluk Blanakan yaitu ketidakseimbangan peran stakeholder dalam pengelolaan perikanan yang telah mengalami kondisi pemanfaatan berlebih. Stakeholder tersebut adalah pihak-pihak yang berada pada Kuadran I atau subject dalam actors grid. Kondisi kelembagaan pengelolaan saat ini existing institution menunjukkan 82 bahwa Kuadran I hanya berperan sebagai penerima kebijakan saja. Penyebabnya yaitu perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan tidak berdasarkan pada hal-hal yang dibutuhkan oleh daerah lokal, namun kebijakan lebih menyesuaikan dengan hal yang telah dicanangkan oleh pemerintah pusat meskipun bersifat kurang sesuai dengan kebutuhan daerah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan di lapangan indepth interview, stakeholder pada Kuadran I yang terdiri dari nelayan, KIMBIs, buruh dan LSM Kelompok Lestari merasa bahwa kebijakan yang diterapkan di daerah lokal kurang sesuai dengan kebutuhan. Hal ini mengakibatkan terjadinya asimetris kebijakan, seharusnya implementasi kebijakan yang diharapkan oleh stakeholder pada Kuadran I dapat meningkatkan kapasitasnya sehingga akses terhadap sumberdaya perikanan lebih mudah. Tanpa modal sosial yang cukup dan akses yang mudah terhadap sumberdaya perikanan maka sulit untuk mengembangkan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. 2. Perumusan tujuan Tahap kedua dalam penerapan RIA yaitu perumusan tujuan, tahpan ini menjelaskan mengenai tujuan akhir yang ingin dicapai berdasarkan perumusan masalah yang dikaji. Tujuan penerapan RIA dalam permasalahan ini diharapkan dapat menjadi titik temu antara kepentingan pemerintah dengan kepentingan stakeholder. Perumusan tujuan dalam tahap ini dilaksanakan dengan melakukan wawancara indepth interview dengan pihak yang bertindak sebagai pelaksana kebijakan yaitu DKP Kabupaten Subang serta wawancara dengan pihak pada Kuadran I. Berdasarkan kajian yang dilakukan di lokasi penelitian, tujuan analisis ini berupa dirumuskannya kebijakan yang dapat memperbaiki redesain kelembagaan menjadi tata kelola kelembagaan yang ideal hypothetical instittution berdasarkan kondisi sumberdaya yang mengalami pemanfaatan berlebih. Sehingga perlu dilakukan kebijakan yang sesuai dalam menata ulang kelembagaan pengelolaan perikanan di Teluk Blanakan agar tercipta sistem tata kelola yang lebih mengupayakan pelestarian sumberdaya perikanan. 83 3. Perumusan alternatif dan analisis biaya manfaat kebijakan Tahap ketiga dalam penerapan RIA yaitu perumusan alternatif dan analisis biaya serta manfaat kebijakan. Tahapan ini menjelaskan mengenai alternatif pencapaian tujuan berdasarkan latar belakang masalah yang ada di lapangan. Perumusan alternatif yang dilakukan dibentuk dalam opsi prioritas rekomendasi kebijakan kelembagaan pengelolaan perikanan untuk mengatasi asimetris kebijakan dalam pengelolaan. Output yang akan dihasilkan berupa tahapan kebijakan untuk menata ulang redesain kelembagaan yang ada saat ini existing institution menjadi kelembagaan ideal dengan orientasi pengelolaan yang berkelanjutan. Kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mewujudkan hal tersebut dapat direalisasikan dengan beberapa opsi berikut ini lihat Tabel 6.10. Panduan pertanyaan dari aternatif tiap opsi dalam Tabel 6.10 dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 6.10 Opsi kebijakan untuk menata ulang kelembagaan i pengelolaan Opsi ke- Sasaran Opsi kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah 1 Nelayan - Memberikan sosialisasi dan pengarahan agar menggunakan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan KIMBIs - Memberikan bantuan fisik berupa mesin pengolah ikan dan pendampingan teknis untuk industrialisasi pengolahan produk setengah jadi misal: naget, daging giling LSM - Memberikan penyuluhan kepada key person mengenai urgensi konservasi mangrove Bakul - Membuat peraturan daerah yang mengatur standardisasi bakul ikan agar tidak terjadi kecurangan dalam pengolahan ikan Buruh - Menggerakkan industri kecil hingga menengah melalui kerjasama dengan KIMBIs 2 Nelayan - Meningkatkan penguatan kelembagaan kelompok nelayan atau Koperasi Mina yang dapat mewadahi kepentingannya KIMBIs - Memberikan fasilitas pendanaan dan pendampingan agar dapat mengoptimalkan pengolahan ikan menjadi produk siap konsumsi LSM - Memberikan pendampingan yang dapat mengarahkan dan membimbing kegiatan konservasi secara teknis Sumber: Data Primer diolah, 2015 84 Tabel 6.10 Lanjutan Opsi ke- Sasaran Opsi kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah Bakul - Menciptakan organisasi formal yang dapat mewadahi kepentingan bakul Buruh - Menciptakan organisasi yang dapat mewadahi kepentingan buruh sehingga dapat mencapai kepentingan bersama 3 Nelayan - Memberikan fasilitas kelompok nelayan untuk turut serta mengawasi tindakan pemanfaatan perikanan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku KIMBIs - Memberikan akses pasar untuk pemasaran dan penjualan hasil olahan ikan LSM - Memberikan fasilitas pendanaan untuk meningkatkan kegiatan konservasi mangrove Bakul - Menerapkan reward and punishment kepada bakul yang memasarkan dan mengolah ikan hasil tangkapan Buruh - Memperluas lapangan pekerjaan dalam pengelolaan hasil penangkapan melalui pabrikasi yang modalnya dibantu oleh investor Sumber: Data Primer diolah, 2015 a. Opsi Kebijakan 1 Opsi rekomendasi kebijakan yang pertama untuk menata ulang kelembagaan yang ada saat ini dilakukan kepada nelayan, KIMBIs, LSM Kelompok Lestari, bakul dan buruh. Secara terperinci, tabel dibawah ini menjelaskan mengenai aspek legalitas, biaya, dampak, hambatan dan tujuan kebijakan. Nilai besaran biaya implementasi kebijakan mengacu pada dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2014. Tabel 6.11 Aspek-aspek pertimbangan opsi kebijakan 1 a. Nelayan diberikan sosialisasi dan pengarahan penggunaan alat tangkap yang l lebih ramah lingkungan Legalitas Legal Biaya Rp. 4.615.384 per sosialisasi tiap daerah pesisir Dampak Meningkatkan kesadaran nelayan untuk menggunakan alat tangkap yang tidak merusak lingkungan Hambatan Tidak sepenuhnya informasi akan diterapkan dan kemungkinan sosialisasi tidak akan dihadiri oleh seluruh nelayan lokal Sumber: Data Primer diolah, 2015 85 Tabel 6.11 Lanjutan Tujuan Melestarikan sumberdaya ikan dalam jangka panjang dan menurunkan konflik antara nelayan pengguna alat tangkap tidak ramah lingkungan dengan nelayan pengguna pukat tradisional b. KIMBIs diberikan bantuan fisik berupa mesin pengolah ikan dan pendampingan teknis untuk pengembangan industrialisasi pengolahan ikan Legalitas Legal Biaya Rp. 10.720.615 per bantuan mesin pengolah Dampak Menghasilkan produk dengan harga jual yang lebih tinggi dan meningkatkan perekonomian lokal Hambatan Memerlukan SDM yang handal untuk pengembangannya Tujuan Meningkatkan nilai tambah hasil tangkapan dan mengoptimalkan pengolahan ikan c. Key person pada LSM diberikan penyuluhan mengenai urgensi konservasi mangrove Legalitas Legal Biaya Rp. 4.615.384 per kegiatan penyuluhan Dampak Meningkatkan kesadaran key person untuk perbaikan mangrove Hambatan Upaya penyuluhan tidak menjamin konservasi mangrove akan dilaksanakan secara berkesinambungan Tujuan Menjaga dan meningkatkan pelestarian mangrove di pesisir d. Dibuat peraturan daerah yang mengatur standardisasi bakul agar tidak terjadi kecurangan dalam pemasaran ikan Legalitas Legal Biaya Rp. 615.385 untuk perumusan peraturan daerah Dampak Mengatur aktivitas pemasaran hasil tangkapan ikan agar tetap berkualitas Hambatan Sulitnya menerapkan dan mengawasi peraturan daerah ini Tujuan Mewujudkan persaingan pasar yang lebih sehat, melindungi kepentingan konsumen dan menjaga kualitas hasil tangkapan yang dipasarkan e. Buruh diberikan program pengembangan industri kecil-menengah melalui kerjasama dengan KIMBIs Legalitas Legal Biaya Rp. 10.720.615 per bantuan fisik Teknologi Tepat Guna TTG Dampak Menyerap potensi tenaga kerja buruh yang ada di Teluk Blanakan Hambatan Sulitnya menciptakan peluang usaha yang dapat dikembangkan menjadi industri kecil-menengah pengolahan ikan Tujuan Menurunkan tingkat pengangguran masyarakat lokal dan meningkatkan kesejahteraan buruh Sumber: Data Primer diolah, 2015