Identifikasi stakeholder Stakeholder dalam Pengelolaan Perikanan di Teluk Blanakan

63

6.1.2.4 A ctors

Kuadran 4 dalam pengelolaan sumberdaya perikanan Teluk Blanakan dikategorikan sebagai actors yang terdiri dari Dirjen Perhubungan Laut Pelabuhan Blanakan, TNI-AL Blanakan dan Polair. Kepentingan stakeholder pada Kuadran 4 tidak terlalu besar, keterlibatan actors hanya dalam pengawasan saja dengan harapan penjagaan keamanan maritim melalui penyediaan dana patroli dan fasilitas keamanan pelabuhan. Meskipun tingkat ketergantungan actors terhadap sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan rendah, namun pemanfaatan perikanan cukup dijadikan prioritas pengawasan. Pengaruh actors dalam pengawasan pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan sangat besar. Actors memegang andil pengawasan dan penegakkan hukum serta aturan yang berlaku serta pelaksanaanya berupa menyediakan dana patroli, personil militer yang sesuai dengan bidangnya, fasilitas serach and rescue SAR dalam penanganan kecelakaan di laut dan pengamanan tindak kriminalitas di laut, penindakan pelanggaran yang terjadi di laut dan penanganan pemberian sanksi sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku. Kesimpulan berdasarkan actor grid pada Gambar 6.1 yaitu stakeholder yang paling berpengaruh dan berkepentingan tinggi untuk kelompok pemerintah adalah Dirjen PSDKP. Pada kelompok organisasi sosial, stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh tertinggi adalah Pokmaswas. Kelompok masyarakat yang memiliki kepentigan dan pengaruh tertinggi adalah juragan. Dan kelompok usaha atau swasta yang memiliki kepentingan dan pengaruh tertinggi adalah KUD Mandiri Mina Fajar Sidik.

6.1.3 Hubungan Antar Stakeholder

Analisis hubungan antar stakeholder dalam kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan dikelompokkan dalam dua level, yaitu: a. Level Penentu Kebijakan Collective Choice Level Peran level penentu kebijakan adalah menentukan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan. Pihak penentu kebijakan terdiri atas Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik 64 Indonesia Dirjen Perikanan Tangkap dan Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Perikanan yang memberikan mandat pengelolaan sumberdaya perikanan kepada DKP setempat dalam bentuk perencanaan kebijakan, pengelolaan dan pemantauan di lapangan. Sedangkan dalam hal pengawasan, pengendalian dan penegakkan hukum DKP bekerjasama dengan Dirjen PSDKP pada satuan kerja yang ditempatkan di masing-masing wilayah pesisir. Seharusnya dalam penentuan kebijakan pengelolaan perikanan, pihak yang dilibatkan adalah stakeholder yang berada diatas garis bantu red line pada Gambar 6.1 melalui public hearing. Jika hal ini dilakukan, memungkinakan pelaksanaan pengelolaan perikanan yang terpadu dengan sistem timbal balik informasi. b. Level Operasional Operational Choice Level Level ini berperan dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan oleh aktor pada level penentu kebijakan. Mekanisme implementasi kebijakan yang telah ditetapkan dilakukan melalui komunikasi yang hierarkis. Secara umum, kelembagaan pengelolaan perikanan di Teluk Blanakan cukup lengkap karena setiap pihak yang berkepentingan memiliki wadah masing-masing yang menampung aspirasi dan keluhannya. Kepentingan nelayan dan juragan difasilitasi dalam kelembagaan KUD MFS dan HNSI Kabupaten Subang. Kepentingan masyarakat pesisir diwadahi dalam kelembagaan LSM Kelompok Lestari yang bergerak dalam pelestarian mangrove dan pengelolaan mangrove yang berkelanjutan melalui perikanan tambak dengan sistem sylvofishery dan juga bergerak dalam bidang pembuatan tepung karbohidrat dari buah mangrove yang kemudian dipasarkan melalui lembaga KIMBIs. Selain mengolah, mengemas dan memasarkan hasil perikanan tangkap, lembaga ini juga memasarkan hasil olahan Kelompok Lestari. Lembaga KIMBIs melibatkan bakul sebagai pemasok bahan baku utama, sedangkan pengusaha pengolah ikan dibina dalam menciptakan home industry yang produknya berupa makanan siap konsumsi. Lengkapnya kelembagaan perikanan yang ada, seharusnya memudahkan level penentu kebijakan dalam mengimplementasikan 65 program ataupun kebijakan. Program dan kebijakan pemerintah hanya cukup dikomunikasikan saja pada lembaga yang bergerak dibidang tersebut, karena lembaga tersebut sudah mewadahi kepentingan-kepentingan anggotanya. Sehingga program atau kebijakan pengelolaan perikanan dari level penentu kebijakan dapat sesuai pada sasarannya dan mencapai output serta outcome yang telah ditargetkan. Namun berdasarkan realita di lokasi penelitian, harapan ini belumlah tercapai dengan baik. Lembaga KUD MFS dan KIMBIs memiliki permasalahan yang sama, yaitu suntikan permodalan dari pemerintah kurang memadai. Sehingga aktivitas ekonomi pengolahan produk yang berupa makanan siap konsumsi dari olahan ikan hasil tangkapan belum tercapai. Padahal aktivitas ini jika digencarkan dengan modal yang memadai, dapat mengurangi kemiskinan masyarakat lokal melalui penyerapan tenaga kerja untuk home industry pengolahan ikan. Lain permasalahannya dengan lembaga HNSI, Collective Choice Level Kelompok Usaha Swasta Kelompok Masyarakat Nelayan Kelompok Pengawasan Unit Pengolah Ikan UPI, Bakul KIMBIs KUD Mina Fajar Sidik, HNSI, LSM Kelompok Lestari Juragan, Nelayan, Pekerja Buruh lelang PSDKP Pos Blanakan, POKMASWAS, TNI-AL Blanakan, Polair Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia Dirjen Perikanan Tangkap dan Dirjen Pengawasan SDKP Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Subang Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Subang Operational Choice Level Keterangan: Garis Koordinasi Garis Koordinasi Teknis di Lapangan Sumber: Data Primer diolah,2015 Gambar 6.2 Hubungan antar stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan 66 tim pengurusnya belum memprioritaskan kepentingan nelayan sebagai hal yang utama, dan hal tersebut berdampak kepercayaan nelayan yang kian hari kian menurun. Padahal setiap melaut, nelayan terkena beban potongan raman yang menjadi pungutan untuk operasional HNSI setempat. Hubungan antar stakeholder ditunjukkan dalam Gambar 6.2. 6.1.4 Biaya Transaksi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Teluk Blanakan Analisis biaya transaksi ini merupakan analisis lanjutan dari hasil analisis yang diperoleh melalui klasifikasi stakeholder berdasarkan kuadran pada actors grid. Stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh besar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan menjadi input dalam penentuan stakeholder pada analisis biaya transaksi. Berdasarkan kepentingan dan pengaruh, kelompok pemerintah dan kelompok nelayan yang dikoordinir dalam kelembagaan Koperasi Mina merupakan subjek dalam penentuan biaya transaksi pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan di Teluk Blanakan. Output dari hasil analisis biaya transaksi pemerintah dan nelayan akan digunakan sebagai input dalam analisis tujuan penelitian berikutnya. Biaya transaksi yang dianalisis dalam sub-sub bab ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan sistem ekonomi dan biaya yang ditanggung oleh stakeholder terlibat akibat adanya aturan main dalam kelembagaan pengelolaan perikanan. Stakheolder tersebut antara lain DKP Kabupaten Subang dan kelompok nelayan Teluk Blanakan. Secara mandatoris, DKP Kabupaten Subang diberikan kewenangan untuk mengelola sumberdaya perikanan sedangkan kelompok nelayan yang diwadahi dalam Koperasi Mina merupakan pihak yang memanfaatkan sumberdaya tersebut. Komponen biaya transaksi terdiri dari biaya informasi, biaya keputusan bersama dan biaya operasional lihat Lampiran 5. Biaya transaksi yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui DKP Kabupaten Subang diperoleh dari dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah LAKIP. Pada tingkat kelompok nelayan, biaya transaksi diperoleh pada dokumen Laporan Rapat Anggota Tahunan RAT KUD MFS. Perincian biaya transaksi pemerintah disajikan dalam Tabel 6.2. 67 Tabel 6.2 Biaya transaksi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Teluk Blanakan No. Jenis biaya DKP Subang 1 Kelompok nelayan 2 1. Biaya informasi - Biaya perencanaan teknis bidang kelautan dan perikanan - Biaya rapat koordinasi dan konsultasi ke luar daerah - Biaya konsultasi perencanaan pengelolaan 8.325.769 7.681.124 - - 7.100.485 2. Biaya keputusan bersama - Biaya sosialisasi peraturan perundang-undangan - Biaya sosialisasi Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan GEMARIKAN - Biaya sosialisasi Sertifikasi Hak Atas Tanah Nelayan SeHAT - Biaya rapat dan Rapat Anggota Tahunan RAT 4.615.384 8.296.466 3.845.384 - - - - 32.000.000 3. Biaya operasional - Biaya pengembangan pelabuhan perikanan - Biaya pengadaan sarana perikanan tangkap - Biaya pemberdayaan dan pembinaan nelayan kecil - Biaya pelatihan teknis usaha perikanan - Biaya operasi terpadu pengawasan di laut - Biaya kelancaran usaha - Biaya perizinan 44.029.307 67.082.615 5.740.384 7.692.307 3.834.538 - - - - - - - 9.322.865 3.500.000 Total per stakeholder 161.143.282 51.913.000 Total biaya transaksi Teluk Blanakan 213.056.282 Sumber: 1 LAKIP DKP Kabupaten Subang, 2014 2 Laporan Rapat Anggota Tahunan RAT, 2014