19 pengambilan keputusan para pemanfaat sumberdaya. Biaya tersebut muncul akibat
adanya ketidaksempurnaan informasi yang cenderung memunculkan perilaku oportunis untuk memaksimalkan kesejahteraan dalam memanfaatkan sumberdaya
perikanan. 2.
Biaya Pengambilan Keputusan Biaya pengambilan keputusan terdiri atas penentuan kesepakatan solusi
dalam permasalahan sumberdaya perikanan, pengikutsertaan stakeholder dalam rapat pembahasan pengelolaan, pembuatan kebijakan, pembuatan aturan dan
regulasi, pelaksanaan koordinasi hasil keputusan dan sosialisasi hasil keputusan pada seluruh stakeholder terlibat.
3. Biaya Operasional Bersama
Pelaksanaan kelembagaan pengelolaan perikanan membutuhkan biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan kesetaraan dalam pemanfaatan sumberdaya,
perlindungan sumberdaya dan penguatan aturan dalam pemanfaatan sumberdaya Lihat Gambar 2.7
ggggggggggggggggggg
Transaction cost in fisheries co-management
Information cost Collective fisheries
decision-making cost Collective operational cost
Resource maintenance cost
Resource distibution cost Monitoring, enforcement
and compliance cost Dealing with fisheries problem
Participating in meetings Making policies rules
Communicating decision Coordinating with local and central authorities
Knowledge of the resource Searching, acquisition and
organizing information Strategic and free riding
Monitoring fisheries rules Catch record management
Monitoring fishing area Fishing inputs
Conflict resolution Sanctions for rules violation
Fishing right protection Stock enhancement
Resource evaluation Fishing right
distribution Participatory cost
Sumber: Abdullah et al, 1998
Gambar 2.5 Skema biaya transaksi pengelolaan perikanan
20 Implementasi
ko-manajemen pengelolaan
sumberdaya perikanan
melibatkan berbagai aturan, liabilitas, regulasi, dan motif pemanfaatan sumberdaya yang berbeda-beda. Hal ini merupakan dampak dari pelaksanaan ko-menejemen
melibatkan seluruh stakeholder yang terlibat dalam pemanfaatan, pengaturan dan pengalokasian sumberdaya perikanan. Maka perhitungan biaya transaksi dalam
pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi sistem pengelolaan melalui nilai net benefit Abdullah et.al, 1998.
2.9 Kebijakan Perikanan
Muhammad 2011 mengemukakan bahwa kebijakan perikanan diperlukan untuk menciptakan peguatan aturan dalam mengatasi kepemilikan bersama pada
sumberdaya perikanan sehingga pengelolaan stok ikan dan pemanfaatannya dapat diatur secara adil dan merata. Dua kebijakan perikanan yang berupa penguatan
aturan dan pembatasan Zulbainarni, 2012. Penguatan aturan dilakukan untuk mengatasi penangkapan ikan dalam jumlah sangat besar untuk jenis ikan yang
harganya mahal, sedangkan pembatasan dilakukan untuk mengatasi penangkapan ikan yang melebihi tingkat penangkapan lestari. Lebih lanjut, Fauzi 2010
menjelaskan beberapa regulasi pengelolaan perikanan yang dapat menciptakan pemanfaatan yang berkelanjutan. Regulasi tersebut terdiri atas perizinan, pajak
terhadap input dan output, pembatasa kuota, penerapan instrumen pengendalian stok ikan dan penetapan instrumen insentif
– disinsentif. Implementasi otonomi daerah seharusnya dapat meningkatkan kualitas
kebijakan perikanan dalam pengelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan. Kebijakan perikanan tersebut dapat direalisasikan melalui pemeliharaan,
pertahanan, dan peningkatan daya dukung sektor kelautan dan perikanan yang berkelanjutan. Selain hal tersebut, daerah juga harus meningkatkan upaya
penegakkan hukum, peningkatan mutu serta diversifikasi produk perikanan. Dalam mewujudkannya, diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan
daerah agar implementasi kebijakan perikanan dapat berjalan secara sinergis Zulbainarni, 2012.
21
2.10 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian dijadikan sebagai bahan untuk menambah literatur dalam penulisan penelitian ini.
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu yang relevan 1. Tesis: Analisis ekonomi kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya ikan
Teluk Palabuhanratu, Sukabumi Suhana, 2008 Tujuan
1.Menganalisis peran kelembagaan yang terlibat 2.Menganalisis tatanan kelembagaan pengelolaan perikanan
3.Menganalisis ekonomi sistem kelembagaan 4.Membuat desain kelembagaan pengelolaan perikanan
Metode Analisis aktor, analisis tata kelola, analisis biaya transaksi,
analisis keefektifan biaya, game theory, analisis konflik pengelolaan sumberdaya
Kesimpulan 1.Aktor yang terlibat: DKP Jawa Barat, DKP Sukabumi, PPN Palabuhanratu, Perguruan Tinggi, HNSI Pengelola Rumpon,
TPI, Bakul, Juragan, Pokmaswas, dan Polair. 2.Tipe tatanan kelembagaanya ko-manajemen instruktif.
3.Biaya transaksi pengelolaan sumberdaya ikan yang dikeluarkan pemerintah lebih besar daripada nelayan namun dalam jangka 5
tahun nilai cost effectiveness analysis CEA pemerintah jauh lebih tinggi dibandingkan nelayan.
4.Format kelembagaan yang direkomendasikan harus melibatkan masyarakat, pemerintah, pihak swasta dan perguruan tinggi.
2.Tesis: Model pengelolaan perikanan pelagis kecil dan demersal berbasis ekologi-ekonomi di Pantai Utara Blanakan, Subang Destilawaty, 2012
Tujuan 1.Mengestimasi tingkat eksploitasi sumberdaya ikan
2.Menganalisis kondisi stok terhadap gejala overfishing 3.Membuat model bioekonomi dan ekologi-ekonomi
4.Memberikan alternatif kebijakan pengelolaan perikanan
Metode Analisis surplus produksi, analisis optimasi statik, analisis
optimasi dinamik, estimasi parameter biologi, analisis laju degradasi dan depresiasi
Kesimpulan 1.Jenis ikan kembung dan kurisi telah mengalami biological overfishing, growth recruitment overfishing, dan economic
overfishing. 4.Alternatif kebijakan pengelolaan perikanan di Blanakan yaitu:
regulasi pemanfaatan optimal, regulasi rasionalisasi upaya tangkapan, penetapan kuota produksi, monitoring, controlling
dan law enforcement.
Sumber: Data Sekunder diolah, 2015