Metode Pengendalian Persediaan Perusahaan

65 Tabel 6. Pengadaan Bahan Baku Biji Kopi tahun 2013 Bulan Pembelian Gram Januari 16.000 Februari 25.000 Maret 25.000 April 25.000 Mei 23.000 Juni 10.000 Juli 20.000 Agustus 15.000 September 20.000 Oktober 23.000 November 28.000 Desember 20.000 Total 250.000 Rata-rata 20.833,33 Sumber: Data primer diolah, 2014 Berdasarkan Tabel 6, rencana pengadaan bahan baku selama periode Januari 2013 sampai Desember 2013 sebanyak 250.000 gram, dengan pemesanan terendah terjadi pada bulan Juni yaitu sebanyak 10.000 gram, sedangkan pemesanan tertinggi terjadi pada bulan November sebanyak 28.000 gram. Total pengadaan bahan baku selama bulan Januari sampai bulan Desember 2013 sebanyak 250.000 gram dengan rata-rata 20.833,33 gram. Perkembangan persediaan bahan baku biji kopi selama tahun 2013 disajikan pada Tabel 6. 66 Tabel 7. Perkembangan Persediaan Bahan Baku, tahun 2013 Bulan Pembelian Gram Persediaan Awal Gr. Pemakaian Gr. Persediaan Akhir Gr Persediaan Rata-rata Gr Januari 16.000 11.000 12.056 14.944 12.972 Februari 25.000 14.944 19.400 20.544 17.744 Maret 25.000 20.544 21.288 24.256 22.400 April 25.000 24.256 20.736 28.520 26.388 Mei 23.000 28.520 19.296 32.224 30.372 Juni 10.000 32.224 17.328 24.896 28.560 Juli 20.000 24.896 14.688 30.208 27.552 Agustus 15.000 30.208 15.576 29.632 29.920 September 20.000 29.632 20.776 28.856 29.244 Oktober 23.000 28.856 24.448 27.408 28.132 November 28.000 27.408 26.384 29.024 28.216 Desember 20.000 29.024 21.400 27.624 28.324 Total 250.000 301.512 233.376 318.136 309.824 Rata-rata 20.833,3 25.126 19.448 26.511,3 25.818,7 Sumber: Data Primer diolah, 2014 Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa persediaan awal Januari 2013 merupakan persediaan akhir bulan Desember 2012, begitu juga dengan bulan- bulan sebelumnya, persediaan akhir bulan sebelumnya merupakan persediaan awal bulan berikutnya. Sedangkan persediaan akhir merupakan hasil dari penjumlahan pembelian dengan persediaan awal dikurangi pemakaian. Jumlah persediaan awal dan persediaan akhir biji kopi secara total memiliki nilai yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya pemakaian bahan baku dengan jumlah tertentu, contoh pada bulan Januari perusahaan mempunyai persediaan awal sebanyak 11.000 gram, kemudian berkurang karena adanya pemakaian sebanyak 12.056 gram, setelah melakukan pembelian sebanyak 16.000 67 gram, sehingga perusahaan mempunyai persediaan akhir sebanyak 14.944 gram dan begitu juga seterusnya. Selama tahun 2013, biji kopi melakukan pembelian apabila persediaan biji kopi yang ada di dalam gudang telah habis terpakai hingga 60-70 persen atau apabila bahan baku yang tersisa hanya 30-40 persen. Berikut ini adalah frekuensi pemesanan dan kuantitas pesanan dengan metode perusahaan tahun 2013 disajikan pada Tabel 7. Tabel 8. Frekuensi Pemesanan dan Kuantitas Pemesanan Bahan Baku Biji Kopi, Tahun 2013 Bulan Frekuensi kali Kuantitas Gram Januari 4 16.000 Februari 5 25.000 Maret 5 25.000 April 6 25.000 Mei 6 23.000 Juni 2 10.000 Juli 3 20.000 Agustus 7 15.000 September 7 20.000 Oktober 5 23.000 November 7 28.000 Desember 6 20.000 Total 63 250.000 Rata-rata 5,25 20833,33 Sumber: Data primer diolah, 2014 Berdasarkan Tabel 8, frekuensi pemesanan biji kopi sebanyak 63 kali, sehingga setiap bulannya perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku, seiring melakukannya pemesanan tersebut dikarenakan perusahaan membutuhkan banyak bahan baku untuk mengejar target produksi. Perbedaan jumlah frekuensi 68 pemesanan dan penggunaannya menyebabkan kuantitas pemesanan berbeda pula. Kuantitas pesanan biji kopi sepanjang tahun 2013 adalah sebanyak 250.000 gram. Tinggi rendahnya kuantitas pesanan bahan baku sangat berpengaruh terhadap biaya pembelian yang merupakan perkalian dari kuantitas bahan baku yang dibeli dengan harga per-gramnya. Penghitungan biaya persediaan biji kopi diketahui dari biaya pembelian, biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan. Biaya pembelian bahan baku diperoleh dari hasil antara kuantitas pembelian bahan baku tiap bulan dikalikan dengan harga pembelian bahan baku per-gramnya. Biaya pemesanan bahan baku perbulan diperoleh dari hasil antara biaya pemesanan perpesanan dikalikan dengan frekuensi pemesanan tiap bulan tersebut. Biaya penyimpanan bahan baku perbulan diperoleh dari hasil kali antara jumlah rata-rata persediaan tiap perbulannya dengan biaya penyimpanan perbulannya. Rincian biaya persediaan biji kopi yang telah dilakukan oleh restoran Sweet Corner disajikan pada lampiran 4. Berdasarkan lampiran 4, dapat diketahui bahwa biaya pemesanan bahan baku yang dilakukan oleh Restoran Sweet Corner pada tahun 2013 sebesar Rp. 212.940 dengan biaya pemesanan tertinggi terjadi pada beberapa bulan yaitu pada bulan Agustus, September dan November sebesar Rp. 23.660 dan biaya pemesanan terendah terjadi pada bulan Juni yaitu sebesar Rp. 6.760. biaya penyimpanan pada tahun 2013 sebesar Rp. 110.607,17 dengan biaya penyimpanan tertinggi terjadi pada bulan Mei yaitu sebesar Rp. 10.842,80 dan biaya penyimpanan terendah terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar Rp 4.631. 69 sedangkan biaya pembelian pada tahun 2013 sebesar Rp. 66.618.750 dengan biaya pembelian tertinggi terjadi pada bulan November yaitu sebesar Rp. 7.461.300 sedangkan pembelian terendah terjadi pada bulan Juni yaitu sebesar Rp. 2.664.750.

5.2 Alternatif Metode Pengendalian Persediaan Bahan Baku

MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian pesanan dan persediaan untuk barang-barang dengan sifat permintaan dependent terikat. Bahan baku yang digunakan oleh perusahaan merupakan bahan baku untuk produksi minuman kopi yang bersifat terikat. Oleh karena itu metode MRP ini dapat digunakan sebagai alternatif bagi perusahaan untuk merencanakan kebutuhan bahan baku, terutama dalam hal ukuran lot pemesanan, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, besarnya tingkat persediaan dan kuantitas pembelian kumulatif bahan baku. Teknik MRP yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik Lot For Lot LFL, teknik Economic Order Quantity EOQ, teknik Period Order Quantity POQ, dan teknik Part Period Balancing PPB. Kuantitas produksi berbeda untuk setiap periodenya, oleh karena itu perlu adanya penerapan metode MRP oleh perusahaan sebagai alternatif dalam sistem pengendalian bahan baku. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan kebutuhan kotor bahan baku sesuai penjadwalan produksi yang telah dilakukan. Apabila persediaan di tangan masih ada, maka persediaan dihabiskan terlebih dahulu, kemudian ditentukan kebutuhan bersih yang merupakan hasil 70 pengurangan dari kebutuhan kotor dengan penerimaan terjadwal dan persediaan ditangan.

5.2.1 Metode MRP Teknik Lot For Lot LFL

Teknik Lot for lot merupakan teknik penentuan ukuran lot, dengan memesan kuantitas bahan baku tepat sebesar yang dibutuhkan, tanpa persediaan pengaman dan tanpa antisipasi atas pesanan lebih lanjut, prosedur semacam ini konsisten dengan ukuran lot kecil, pesanan berkala, persediaan tepat waktu rendah, dan permintaan terikat. Teknik ini berusaha menghilangkan biaya penyimpanan atas persediaan bahan yang disimpan. Selama tahun 2013, frekuensi pemesanan dengan metode ini berbeda dengan metode perusahaan. Frekuensi pembelian biji kopi yang dilakukan perusahaan sebanyak 45 kali. Frekuensi pemesanan dan kuantitas pesanan bahan baku dengan teknik LFL disajikan pada Tabel 9.