Direksi Telah Melakukan Pengurusan Dengan Itikad Baik Dan Kehati-

e. Membentuk sebuah komite untuk menjamin hal-hal penting yang berkaitan dengan keputusan yang akan diambil telah diperiksa para ahli di bidang tersebut dalam hal yang tidak dapat ditangani atau dipahami oleh manajemen. 215

C. Direksi Telah Melakukan Pengurusan Dengan Itikad Baik Dan Kehati-

Hatian Untuk Kepentingan Perusahaan Dan Sesuai Dengan Maksud Dan Tujuan Perusahaan. 1. Melakukan pengurusan dengan itikad baik. Seorang direktur hanya dapat dikategorikan memiliki itikad baik di dalam mengelola perusahaan jika telah melaksanakan prinsip fiduciary of duty dan tidak melakukan kegiatan ultra vires. Sedangkan untuk dapat melaksanakan prisnip fiduciary duty dan tidak terjebak pada kegiatan ultra vires, bank wajib melaksanakan GCG sebagaimana yang telah diatur oleh Bank Indonesia. Secara umum prinsip GCG itu terdiri dari: a. Transparansi. Pengungkapan informasi kinerja perusahaan baik ketepatan waktu maupun akurasinya keterbukaan dalam proses, decission making, control, fairness, quality, standarization, efficiency time and cost. Transparansi adalah keterbukaan dalam melaksanakan suatu proses kegiatan perusahaan. Dengan transparansi, pihak-pihak yang terkait akan dapat melihat dan memahami bagaimana dan atas dasar apa keputusan-keputusan tertentu dibuat serta bagaimana suatu perusahaan dikelola. 215 Bismar Nasution, Op Cit, hlm. 16. Universitas Sumatera Utara Namun hal tersebut tidak berarti bahwa masalah-masalah strategik harus dipublikasikan, sehingga akan mengurangi keunggulan bersaing perusahaan. 216 b. Akuntabilitas Penciptaan sistem pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan pembagian kekuasaan antara Board of Commissioners, Board of Directors, Shareholders dan auditor pertanggungjawaban wewenang, traceable, reasonable. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas pelaksanaan fungsi dan tugas-tugas sesuai dengan wewenang yang dimiliki oleh seluruh organ perseroan. Dalam hal ini direksi bertanggungjawab atas keberhasilan pengurusan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah disetujui oleh pemegang saham. 217 c. Responsibilitas. Pertanggungjawaban perusahaan sebagai bagian dari masyarakat kepada stakeholder dan lingkungan dimana perusahaan itu berada. 218 d. Independensi. Independensi atau kemandirian adalah sebagai keadaan dimana dalam proses pengambilan keputusan bebas dari pengaruh atau tekanan pihak lain yang tidak sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan yang sehat dan rasional. 219 216 Amin Widjaja tunggal, Corporate Governance Suatu Pengantar, Jakarta: Harvarindo, 2007, hlm. 16. 217 Ibid. 218 Ibid. 219 Ibid. Universitas Sumatera Utara e. Fairness. Perlindungan kepentingan minority shareholders dari penipuan, kecurangan, perdagangan dan penyalahgunaan oleh orang dalam selfdealing atau insider trading. Keadilan adalah kesetaraan perlakuan dari perusahaan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Dalam hal ini ditekankan agar pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan terlindungi dari kecurangan serta penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang dalam. 220 2. Melakukan pengurusan dengan kehati-hatian. Direksi perseroan juga dituntut untuk mengelola perusahaan dengan kehati- hatian. Prinsip ini sejalan dengan prinsip pengelolaan bank yang harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian prudencial banking principle. Beberapa pengaturan oleh undang-undang perbankan dan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap bank agar terhindar dari masalah dan tidak terjebak dengan kredit bermasalah non performing loan yaitu bank umum dilarang melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Melakukan penyertaan modal, kecuali: 1 Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 220 Ibid. Universitas Sumatera Utara 2 Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 221 b. Melakukan usaha perasuransian. c. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7. 222 d. Membuat suatu perikatan atau perjanjian atau menetapkan persyaratan yang mewajibkan bank untuk memberikan penyediaan dana yang akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK. e. Memberikan penyediaan dana kepada pihak terkait apabila: 1 Bertentangan dengan prosedur umum penyediaan dana yang berlaku. 2 Tanpa persetujuan Dewan Komisaris Bank. 3 Membeli aktiva berkualitas rendah dari pihak terkait. 223 Disamping pengaturan yang telah disebutkan di atas, Bank Indonesia juga mewajibkan setiap bank untuk mengelola risikonya dengan membangun Risk Control System agar operasional bank terhindar dari risiko kerugian yang dapat menggerus modal bank dan pada akhirnya akan membahayakan kelangsungan operasionalnya. Manajemen risiko itu meliputi serangkaian prosedur dan metodologi yang digunakan 221 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 222 Ibid. 223 Lihat Peraturan Bank Indonesia Nomor 73PBI2005 tanggal 20 januari 2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 813PBI2006 tanggal 5 Oktober 2006. Universitas Sumatera Utara untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari kegiatan usaha bank, sedangkan risiko yang harus dikelola meliputi risiko kredit, risiko pasar, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategis dan risiko kepatuhan. Sebagai wujud dari kehati-hatian dalam mengelola setiap risiko, bank wajib menetapkan limit risiko yang mencakup: a. Limit secara keseluruhan. b. Limit per jenis risiko. c. Limit per aktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur kredit. 224 Besarnya limit risiko tentunya harus melalui perhitungan dengan metodologi yang tepat dan sesuai dengan data historis bank. Penetapan besar limit risiko juga tergantung kepada ”risk appetite” dan ”risk tolerance” bank. Risk appetite adalah jenis dan tingkat risiko yang bersedia ditanggung oleh bank atas suatu produk atau bidang usaha. Semakin besar keuntungan yang ada dibalik suatu risiko, maka semakin besar daya tarik untuk mengambil risiko tersebut. Namun risk appetite tidak boleh menjadi satu-satunya pertimbangan direksi dalam mengambil keputusan atau kebijakan. Harus juga dihitung seberapa besar risiko kerugian yang dapat ditanggung oleh bank jika hal yang buruk terjadi. Dengan metodologi dan cara perhitungan statistik, perkiraan risiko dengan range tertentu dapat diperkirakan dan sampai seberapa besar bank mampu menanggung risiko kerugian bila risiko tersebut benar- 224 Lihat Pasal 9 ayat 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 58PBI2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor. 1125PBI2009. Universitas Sumatera Utara benar menjadi kenyataan. Batas maksimum kemampuan bank untuk menanggung kerugian akibat keputusan bisnis yang bisa diterima tanpa membahayakan kelangsungan usaha bank disebut dengan risk tolerance. 225 Sangat tergantung pada tipikal direksi, karena perkiraan risiko itu sendiri biasanya merupakan suatu perhitungan statistik yang memperkirakan suatu kemungkinan risiko berdasarkan data historis yang dimiliki oleh bank. Artinya direksi mempunyai ruang untuk menetapkan apakah bank melalui keputusan direksi akan mengambil risiko tersebut atau menghindarinya. Bagi direksi yang memiliki tipikal risk taker akan lebih berani mengambil risiko. Tetapi bagi direksi yang tergolong risk averse tentunya akan menolak setiap transaksi yang memiliki kemungkinan risiko besar, walaupun dibaliknya terdapat kemungkinan keuntungan yang besar. 226 3. Melakukan pengurusan sesuai kepentingan, maksud dan tujuan perusahaan. Menurut pandangan konsep balanced scorecard, ada empat perspektif yang harus menjadi sasaran perusahaan yaitu pelanggan, proses internal, proses pembelajaran dan peningkatan keterampilan karyawan serta aspek keuangan perusahaan. Pencapaian visi dan misi oleh direksi harus direalisasikan melalui pembenahan dari empat perspektif tersebut, yaitu: a. Keputusan dan kebijakan direksi harus memiliki dampak meningkatkan value perusahaan di mata pelanggan sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan. 225 Rudi Dogar Harahap, Op. Cit. hlm. 102-103. 226 Ibid. hlm. 103. Universitas Sumatera Utara Ukuran atas kepuasan nasabah bank secara umum dapat dilihat antara lain dari indikator sebagai berikut: 1 Market share pangsa pasar meningkat, baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyediaan dana perkreditan. 2 Jumlah keluhan nasabah berkurang. 3 Hasil survey kepuasan nasabah menunjukkan peningkatan kepuasan, dan lain- lain. 227 b. Keputusan dan kebijakan yang diambil direksi tersebut harus memiliki dampak memperbaiki proses internal sehingga perusahaan berjalan lebih efisien dan efektif. Indikator atas perbaikan proses internal dapat dilihat antara lain dari: 1 Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan transaksi semakin cepat. 2 Frekuensi fraud menurun. 3 Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk suatu transaksi semakin berkurang, dan lain-lain. 228 c. Keputusan dan kebijakan yang diambil direksi tersebut harus meningkatkan kepuasan dan keterampilan karyawan sehingga mereka bekerja lebih produktif dan profesional. Untuk mengukur aspek ini dapat dilihat dari: 1 Biaya pendidikan dan latihan minimal harus memenuhi ketentuan bank Indonesia yaitu 5 dari total biaya tenaga kerja. 227 Ibid. hlm. 108. 228 Ibid. hlm. 109. Universitas Sumatera Utara 2 Tingkat pemerataan pendidikan untuk seluruh pegawai harus semakin membaik. 3 Tingkat kesalahan yang diakibatkan kurangnya keahlian skill dan pengetahuan pegawai semakin berkurang. 4 Rasio keluar dan masuknya pegawai ke bank labour turn over ratio semakin kecil. 5 Survey kepuasan pegawai menunjukkan adanya peningkatan kepuasan di kalangan pegawai, dan lain-lain. 229 d. Tindakan atas seluruh keputusan dan kebijakan 3 tiga perspektif sebelumnya harus memberikan dampak kepada peningkatan laba serta penguatan keuangan perusahaan. Aspek keuangan khusus untuk perbankan dapat dinilai dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam Surat Edaran Nomor 623DPNP tanggal 31 Mei 2004 dengan perincian sebagai berikut: 1 Modal capital. Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen: a Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM terhadap ketentuan yang berlaku. b Komposisi permodalan. c Trend ke depan proyeksi kemampuan pemenuhan modal minimum. d Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank. 229 Ibid. Universitas Sumatera Utara e Kemampuan bank memelihara kenutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan laba ditahan. f Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha. g Akses kepada sumber permodalan. 2 Kualitas asset asset quality. Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen: a Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif, benchmarknya lebih kecil dari 3. Sedangkan klasifikasi kualitas aktiva produktif adalah sebagai berikut: 1 Lancar. 2 Dalam perhatian khusus. 3 Kurang lancar. 4 Diragukan. 5 Macet. 230 b Debitur inti kredit diluar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit. c Perkembangan aktiva produktif bermasalah non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif, tingkat non performing loan NPL lebih kecil dari 5. 231 230 Lihat Peraturan Bank Indonesia No.72PBI2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Universitas Sumatera Utara d Tingkat kecukupan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif PPAP, benchmarknya adalah minimal 3. 232 e Kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif. f Dokumentasi aktiva produktif. g Kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. 3 Rentabilitas earnings. Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan terhadap komponen-komponen: a Return on Asset ROA, benchmarknya adalah minimal 1,25. 233 b Return on Equity ROE, benchmarknya adalah harus lebih besar dari tingkat deposito rata-rata yang berlaku. 234 c Net Interest Margin NIM, benchmarknya lebih besar dari 2. 235 231 Lihat Peraturan Bank Indonesia Nomor 58PBI2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor. 1125PBI2009. 232 Rudi Dogar Harahap, Op. Cit, hlm. 111. 233 ROA = Laba sebelum pajak x 100 Rata-rata total asset 234 ROE = Laba sebelum pajak x 100 Rata-rata modal inti 235 NIM = Pendapatan bunga bersih x 100 Rata-rata aktiva produktif Pendapatan bunga bersih = pendapatan bunga – biaya bunga. Universitas Sumatera Utara d Biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional BOPO, saat ini benchmarknya lebih kecil dari 94. 236 e Komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan. f Penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya. g Prospek laba perusahaan. 4 Likuiditas likuidity. Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen: a Aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan passiva likuid kurang dari 1 bulan. b 1 month maturity mismatch ratio. 237 c Loan to Deposit Ratio LDR, saat ini benchmarknya di atas 50 dan maksimal 75. 238 d Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang. e Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti. f Kebijakan dan pengelolaan likuiditas Assets and Liabilities Management ALMA. 236 BOPO = Beban Operasional x 100 Pendapatan Operasional 237 1 month maturity mismacth adalah selisih antara tagihan dan kewajiban yang jatuh tempo dalam 1 bulan kedepan. 238 LDR = Penyaluran Kredit x 100 Dana pihak ketiga Universitas Sumatera Utara g Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal atau sumber-sumber pendanaan lainnya. h Stabilitas dana pihak ketiga DPK. 5 Sensitivitas terhadap risiko pasar sensitivity to market risk. 6 Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengantisipasi fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktusasi adverse movement suku bunga. 7 Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengantisipasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi adverse movement nilai tukar. 8 Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar. Jika direksi telah mengarahkan keputusan dan kebijakan sesuai dengan keempat perspektif tersebut dan dampaknya dapat dinilai dari ukuran-ukuran sebagaimana yang telah diuraikan maka dapat dikatakan bahwa direksi sudah mengambil keputusan sesuai dengan visi dan misi perseroan atau dengan perkataan lain direksi telah melakukan pengurusan perusahaan dengan loyal dan beritikad baik. 239 4. Direksi tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian. Direksi harus menghindari terjadinya benturan kepentingan atau conflict of interest untuk menjamin keputusan yang yang diambil dan pengurusan perusahaan 239 Rudi Dogar Harahap, Op. Cit, hlm. 113. Universitas Sumatera Utara semata-mata untuk kepentingan perusahaan. Sebagai pencegahannya, UUPT melarang direksi yang terdapat benturan kepentingan dengan perseroan untuk mewakili perusahaan dalam proses pengambilan keputusan 240 sedangkan ketentuan Bank Indonesia mengaturnya lebih ketat lagi bahkan sifatnya sangat preventif yang diatur dalam ketentuan tentang GCG. Hal antara lain mengatur tentang transparansi kepemilikan saham direksi bank, hubungan darah antar sesama direktur dan komisaris, serta pelarangan rangkap jabatan bagi anggota direksi. Semua pengaturan ini dimaksudkan untuk menghindari direksi dari benturan kepentingan sejak dini. 241 Untuk menghindari terjadinya transaksi yang dapat mendorong terjadinya benturan kepentingan, maka paling tidak ada tiga jenis transaksi yang harus dihindari oleh para direksi dalam mengambil keputusan bisnis, yaitu: a. Seorang direksi melakukan transaksi dengan perusahaannya sendiri. b. Dua perusahaan yang mempunyai satu orang direksi yang sama melakukan perjanjian. c. Sebuah induk perusahaan melakukan transaksi dengan cabang perusahaannya sendiri. 242 Selain itu direksi tidak boleh membuat apa yang disebut dengan secret profit and benefit from office dan harus menggunakan kesewenangannya untuk tujuan yang seharusnya proper purpose. Seorang direksi dalam melaksanakan fungsinya harus 240 Lihat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 99 ayat 1 dan 2. 241 Rudi Dogar Harahap, Op. Cit, hlm. 114. 242 Bismar Nasution, Op.Cit, hlm. 17. Universitas Sumatera Utara pula memperhatikan kepentingan pegawai, kepentingan pemegang saham dan kepentingan editor. 243 5. Direksi telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian. Penjelasan mengenai hal ini pada UUPT menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian termasuk juga langkah-langkah untuk memperoleh informasi mengenai tindakan pengurusan yang dapat mengakibatkan kerugian, antara lain melalui forum rapat direksi. 244 Ketentuan ini secara implisit menuntut direksi memahami dan menguasai setiap aspek operasional perusahaan. Untuk membantu direksi memonitor perkembangan operasional perusahaan maka dibutuhkan Manajemen Sistem Informasi MIS yang memadai agar direksi well informed terhadap segala perkembangan yang terjadi didalam perusahaannya. 245 Disamping itu peran pengawasan internal internal control sangat penting untuk mencegah dan mengendalikan setiap penyimpangan yang terjadi. Pengawasan dan prosedur keterbukaan dibentuk dengan hati-hati. Senior manajemen harus ikut dalam pengawasan operasi dari prosedur tersebut. Prosedur tersebut harus dibuat secara tertulis dan mempunyai petunjuk penggunaan serta disesuaikan dengan 243 Ibid. 244 Ibid. 245 Rudi Dogar Harahap, Op. Cit, hlm. 115. Universitas Sumatera Utara struktur manajemen bank dan proses bisnisnya. 246 Adapun dokumen untuk prosedur harus mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Laporan yang dibuat sesuai dengan prosedur. b. Orang yang bertanggungjawab pada tiap bagian dalam laporan. c. Unit bisnis atau departemen yang terlibat. d. Bagaimana unit dan departemen tersebut mengumpulkan informasi yang akan dibuka. e. Bagaimana informasi yang terkumpul dikomunikasikan dengan pihak yang bertanggungjawab untuk menyiapkan laporan. f. Bagaimana draft laporan ditinjau dan direvisi, termasuk tinjauan oleh para penasehat luar seperti auditor, para ahlinya, konsultan luar dan oleh direksi atau komite audit. g. Cheklist dan time line untuk tahapan-tahapan tersebut. 247 Pada industri perbankan kebijakan mengenai audit intern, yang merupakan bagian dari sistem pengendalian bank, perannya sangat penting karena diharapkan membantu semua tingkatan manajemen dalam mengamankan kegiatan operasional bank yang melibatkan dana dari masyarakat luas. Untuk itu bank harus membangun suatu mekanisme pengendalian umum. Mekanisme pengendalian umum adalah kebijakan dan kegiatan yang ditentukan oleh manajemen bank dibidang pengawasan dalam rangka memperoleh 246 Ibid, hlm. 18. 247 Ibid. Universitas Sumatera Utara keyakinan yang memadai bahwa kepentingan bank, masyarakat penyimpan dana dan pengguna jasa serta perekonomian nasional dapat terpelihara dengan serasi dan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. 248 Sistem pengendalian yang baik dan dilakukan secara efektif membuat direksi memiliki sistem peringatan dini early warning system yang memberikan aba-aba jika ada penyimpangan ataupun kesalahan, karena dengan demikian terhadap penyimpangan atau kesalahan yang telah diketahui sejak awal, maka kerugian yang terjadi dapat diminimalisir atau bahkan dicegah. 249 Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak intern, bank juga diaudit oleh eksternal editor seperti Bank Indonesia, Akuntan Publik dan Badan Pemeriksa Keuangan untuk bank milik pemerintah. Hal yang tak kalah penting dari sistem pengawasan ini adalah temuan finding exeption dari pengawas tersebut harus ditindaklanjuti dengan segera. Semakin cepat temuan ditindak lanjuti, hal itu menunjukkan bahwa direksi bersungguh-sungguh mencegah terjadinya kerugian lebih besar. 250 Contoh lain tentang tindakan direksi yang dapat mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian bank adalah tindakan penyelamatan kredit atau restrukturisasi kredit. Kredit bermasalah dengan kriteria tertentu harus diselamatkan, karena kalau tidak, maka kredit tersebut akan menjadi macet. 248 Peraturan Bank Indonesia No.16PBI1999 tanggal 25 Oktober 1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan Dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum 249 Ibid. 250 Rudi Dogar Harahap, Op. Cit, hlm. 117. Universitas Sumatera Utara Ada persepsi salah yang berkembang di masyarakat bahkan pada aparat penegak hukum sekalipun dalam memandang non performing loan, antara lain: a. Non performing loan adalah kredit yang tidak layak karena proses realisasinya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat. Sehingga terkandung konotasi negatif bahwa ada praktek tidak sehat yang dilakukan oleh pejabat atau petugas bank dan debitur. b. Debitur yang kreditnya bermasalah adalah debitur nakal sehingga tidak perlu diberi pembinaan, kelonggaran apalagi diberi tambahan kredit dan penyelesaiannya adalah melalui proses pengadilan. 251 Pendapat itu tidak selamanya benar karena walaupun proses realisasi kredit sudah berjalan sesuai dengan azas perkreditan yang sehat, risiko kredit tetap saja bisa terjadi. Banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan debitur counterparty gagal memenuhi kewajibannya kepada bank. Oleh karena itulah, walaupun bank telah menjalankan praktek perkreditan yang sehat, tetapi tetap diwajibkan mengelola risiko perkreditannya karena untuk level tertentu yang bisa ditolerir akan terjadi kredit non lancar. 252 Restrukturisasi kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui: a. penurunan suku bunga kredit. 251 Ibid, hlm. 118. 252 Ibid. Universitas Sumatera Utara b. Perpanjangan jangka waktu kredit. c. Pengurangan tunggakan bunga kredit. d. Penambahan fasilitas kredit, dan atau e. Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. 253 Tentu saja restrukturisasi kredit harus melalui suatu analisa yang mendalam serta itikad baik bank dan debitur. Khusus untuk penambahan fasilitas kredit untuk debitur macet, bank diwajibkan meneliti penyebab macetnya kredit debitur, baik debitur korporasi maupun debitur usaha mikro, kecil dan menengah UMKM. Apabila kredit macet disebabkan kondisi diluar kemampuan debitur tetapi debitur menunjukkan itikad untuk menunjukkan itikad untuk memenuhi kewajibannya, dan dengan pemberian kredit baru tersebut diperkirakan akan memperbesar potensi debitur untuk membayar kembali kredit macet tersebut maka kepada debitur masih dimungkinkan untuk diberikan kredit baru. Dalam hal ini bank perlu meyakini kelayakan debitur tersebut untuk memperoleh kredit baru berdasarkan analisis secara komprehensif dan profesional, sesuai asas-asas pemberian kredit yang sehat. Namun dalam hal kredit macet lebih besar dan tidak ada itikad baik dari debitur untuk menyelesaikan kewajibannya, maka bank harus menghindari pemberian kredit baru 253 Lihat Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 72PBI2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Universitas Sumatera Utara kepada debitur bermasalah dan atau macet, meskipun usaha yang dimintakan pembiayaan baru tersebut dianggap layak. 254 Bank hanya dapat melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit, dan b. Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. 255 Kemudian Bank Indonesia melarang bank melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari: a. Penurunan penggolongan kualitas kredit; b. Peningkatan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva; c. Penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual. 256 Hal tersebut juga dapat dipahami karena ketiga tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai upaya window dressing yaitu upaya mempercantik laporan keuangan bank yang memberikan informasi menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 257 254 Lihat juga Surat Deputy Gubernur Bank Indonesia Nomor 94DpGDPNP tanggal 29 Maret 2007 Perihal penjelasan atas beberapa ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan penyediaan dana, khususnya butir C. Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank. 255 Rudi Dogar Harahap, Op. Cit, hlm. 120. 256 Ibid. 257 Ibid. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.